Sekolah Garuda SMA Negeri 10 Samarinda: Cetak SDM Unggul Kaltim untuk Bersaing di Panggung Global
![]() |
Ilustrasi AI |
Kaltim – Sekolah Garuda di SMA Negeri 10 Samarinda resmi
menjadi mercusuar pendidikan unggulan di Kalimantan Timur (Kaltim), berfokus
pada pembinaan siswa berprestasi dengan standar internasional. Program ini,
yang diluncurkan pada awal 2025, dirancang untuk memperkuat kemampuan akademik,
sains, dan teknologi, menyiapkan lulusan yang mampu bersaing di kancah global
sekaligus berkontribusi pada pengelolaan sumber daya alam (SDA) Kaltim. Dengan
kurikulum berbasis STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) dan pendekatan
berstandar dunia, Sekolah Garuda ini menjadi bagian dari visi Indonesia Emas
2045, mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan memperkuat posisi
Kaltim sebagai daerah penghasil devisa terbesar dari batubara dan migas.
Inisiatif ini diharapkan mencetak generasi emas yang tidak hanya cerdas, tetapi
juga paham konteks lokal untuk pembangunan berkelanjutan.
Sekolah Garuda di SMA Negeri 10 Samarinda, yang diresmikan
dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemdikbudristek), menargetkan 300 siswa berprestasi dari seluruh Kaltim pada
angkatan pertama 2025. “Program ini bukan sekadar sekolah biasa, tapi wadah
untuk membentuk SDM unggul yang siap kelola potensi SDA Kaltim, dari energi
hingga ekowisata,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kaltim, Muhammad Kurniawan,
saat peluncuran program pada Januari 2025. Sekolah ini mengadopsi kurikulum
berbasis Cambridge dan International Baccalaureate (IB), dengan fokus pada
pengembangan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, pemrograman, dan
inovasi teknologi. Fasilitas seperti laboratorium STEM canggih dan akses
platform pembelajaran berbasis AI telah menarik perhatian, dengan 1.200
pendaftar bersaing untuk kuota awal, menurut data panitia seleksi.
Inisiatif ini menjawab tantangan pendidikan di Kaltim, di
mana hanya 65 persen siswa SMA melanjutkan ke perguruan tinggi, menurut BPS
Kaltim 2024, dan keterbatasan akses ke pendidikan berkualitas di wilayah
pedalaman seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu. Sekolah Garuda memberikan
prioritas 70 persen kuota bagi putra daerah, khususnya dari keluarga kurang
mampu, dengan beasiswa penuh senilai Rp15 juta per siswa per tahun, didanai
melalui APBD Kaltim dan CSR perusahaan seperti Adaro dan KPC sebesar Rp10 miliar.
“Kami ingin anak-anak Kaltim, terutama dari desa, punya kesempatan jadi ilmuwan
atau insinyur yang kelola SDA kita secara bijak,” ujar Gubernur Kaltim Rudy
Mas’ud dalam sambutannya di SMA Negeri 10, Februari 2025. Program ini juga
mendukung IKN, dengan lulusan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
di sektor teknologi hijau dan smart city.
Peluncuran Sekolah Garuda ditandai dengan kolaborasi lintas
sektor, termasuk Universitas Mulawarman dan BKKBN Kaltim, untuk
mengintegrasikan kearifan lokal dalam kurikulum. Mata pelajaran seperti ekologi
Kalimantan dan sejarah Kesultanan Kutai diajarkan untuk menjaga identitas
budaya, sementara pelatihan berbasis proyek mendorong siswa mengembangkan
solusi nyata, seperti aplikasi monitoring deforestasi atau desain energi
terbarukan. “Kami ajarkan anak-anak untuk berpikir global tapi bertindak lokal.
Misalnya, bagaimana teknologi AI bisa bantu kelola hutan adat,” ujar Kepala
Sekolah Garuda, Dr. Siti Aminah, yang dilantik pada Maret 2025. Siswa seperti
Aisyah, 16 tahun, dari Berau, merasakan dampaknya: “Saya belajar coding dan
ekologi di sini. Impian saya jadi insinyur lingkungan untuk IKN.”
Secara nasional, Sekolah Garuda menjadi model pendidikan
unggulan Kemdikbudristek, dengan empat sekolah baru dibangun pada 2025,
termasuk di Tanjung Selor (Kaltara), Kota Soe (NTT), dan Belitung Timur (Bangka
Belitung). Investasi nasional Rp1,2 triliun untuk program ini menargetkan
10.000 lulusan berprestasi pada 2030, dengan Kaltim sebagai percontohan karena
kontribusinya pada APBN melalui SDA. Namun, tantangan tetap ada: hanya 50
persen guru di SMA Negeri 10 tersertifikasi untuk kurikulum internasional, dan
konektivitas internet di Samarinda masih terhambat, dengan 30 persen waktu
downtime per bulan. Untuk mengatasinya, Pemprov Kaltim bekerja sama dengan
Telkom untuk meningkatkan infrastruktur digital, sementara 20 guru akan dilatih
di Singapura pada 2026 melalui dana APBN Rp2 miliar.
Dampak Sekolah Garuda melampaui akademik, mendorong ekonomi
lokal melalui perputaran aktivitas pendidikan. Orang tua siswa dari luar kota,
seperti Balikpapan dan Bontang, meningkatkan okupansi penginapan dan UMKM
kuliner di Samarinda hingga 10 persen sejak program ini berjalan, menurut Dinas
Perdagangan Kaltim. Secara sosial, program ini menekan angka putus sekolah,
yang turun 8 persen di Kaltim pada 2024, dan memberdayakan anak-anak dari
komunitas adat melalui beasiswa. “Ini bukan cuma sekolah, tapi harapan baru
bagi anak-anak pedalaman,” ujar tokoh masyarakat Dayak, Paulus, dari Kutai
Barat.
Ke depan, Sekolah Garuda SMA Negeri 10 Samarinda akan
memperluas kapasitas menjadi 500 siswa pada 2027, dengan rencana membuka kelas
khusus untuk teknologi hijau dan kecerdasan buatan, sejalan dengan kebutuhan
IKN. Kolaborasi dengan Otorita IKN juga digagas untuk menyalurkan lulusan ke
proyek smart city, seperti pengembangan sistem transportasi cerdas. “Kaltim
bukan lagi sekadar penghasil batubara, tapi juga SDM unggul. Sekolah Garuda
adalah bukti kita siap bersaing di dunia,” tegas Rudy Mas’ud. Dengan fokus pada
prestasi dan identitas lokal, Sekolah Garuda menjadi simbol transformasi:
mengubah anak-anak Kaltim dari pinggiran menjadi pilar pembangunan nasional,
siap menghadapi era global dengan kepercayaan diri dan keahlian.