Resensi Buku The Forest Therapy ala Dayak: Rahasia Hidup Sehat dari Kearifan Hutan Borneo
![]() |
Penampakan buku The Forest Therapy ala Dayak. Design Alexander Mering |
Oleh: Dessy Rizki
Di tengah hiruk pikuk kota, banyak dari kita mencari cara
hidup sehat yang lebih alami. Yoga, meditasi, hingga retreat mahal di luar
negeri kerap jadi pilihan, namun kadang terasa jauh dari keseharian. Lalu
muncul sebuah buku yang menawarkan alternatif berbeda, sederhana, sekaligus
dekat dengan akar budaya Nusantara: The Forest Therapy ala Dayak: Kearifan
Hutan Borneo untuk Hidup Sehat di Tengah Dunia Modern karya AlexanderMering.
Buku ini bukan hanya resensi tentang kesehatan, melainkan
ajakan untuk kembali ke hutan—sebagai ruang penyembuhan tubuh dan jiwa. Dengan
bahasa yang cair, hangat, dan penuh empati, penulis menghadirkan perpaduan unik
antara ilmu pengetahuan modern tentang terapi hutan dan kearifan
lokal masyarakat Dayak, khususnya lewat konsep Tembawang.
Tembawang: Hutan Warisan yang Menyembuhkan
Bagian paling kuat dari buku ini adalah penjelasan mengenai
Tembawang. Bagi masyarakat Dayak, Tembawang bukan sekadar kebun buah tua,
melainkan arsip hidup yang menyimpan silsilah leluhur, sumber tanaman
obat, sekaligus ruang spiritual untuk ritual adat.
Mering menggambarkan Tembawang dengan detail yang membuat
kita bisa membayangkannya: pohon durian, langsat, hingga tanaman obat tumbuh
berdampingan dalam harmoni. Udara segar dipenuhi phytoncides, senyawa alami
dari pepohonan yang secara ilmiah terbukti menurunkan stres dan meningkatkan
imunitas.
Membaca bagian ini membuat saya teringat, betapa dunia
modern sering lupa bahwa alam adalah apotek hidup. Jika Jepang bisa
mengangkat Shinrin-yoku menjadi kebijakan nasional, mengapa kita tidak
mendorong Tembawang agar diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO?
Relevan untuk Hidup Urban
Mengapa buku ini penting untuk masyarakat kota? Karena ia
memberi jalan alternatif untuk hidup sehat yang tidak bergantung pada
obat kimia atau fasilitas mahal. Praktik sederhana seperti berjalan tanpa alas
kaki di tanah, mandi di sungai, atau duduk diam di bawah pohon ternyata sudah
menjadi forest therapy alami ala Dayak jauh sebelum istilah itu populer.
Bagi kita yang akrab dengan stres, insomnia, atau kejenuhan
akibat layar gawai, gagasan dalam buku ini terasa seperti udara segar. Ia
mengingatkan bahwa ketenangan bisa ditemukan dengan membuka indra kita—melihat
hijau dedaunan, mencium tanah basah, mendengar suara serangga—semua itu adalah
terapi yang nyata.
Antara Ilmu dan Kearifan
Salah satu keunggulan buku ini adalah keberanian penulis
menjembatani ilmu pengetahuan modern dengan tradisi kuno. Teori
Kaplan tentang Attention Restoration, penelitian Jepang tentang
phytoncides, hingga konsep Stress Reduction Theory dari Ulrich, semuanya
diletakkan berdampingan dengan praktik Dayak yang sederhana: mandi di sungai,
meraba tanah, atau meracik tanaman obat.
Hasilnya, pembaca tidak hanya merasa tercerahkan, tetapi
juga diyakinkan. Bahwa kearifan lokal bukan sekadar romantisme budaya, melainkan
memiliki landasan ilmiah yang kuat.
Nada Hangat yang Menghidupkan
Sebagai pembaca, saya merasa buku ini tidak menggurui.
Alih-alih penuh jargon, Mering menulis dengan suara yang lembut, seolah sedang
berbincang di beranda rumah kayu di tepi hutan. Ia menuntun kita perlahan:
membuka mata, mencium aroma hutan, merasakan tanah di telapak kaki.
Bahasa yang ia gunakan membuat pembaca perkotaan pun bisa
“merasakan” suasana Tembawang, meski hanya lewat layar gawai. Tidak heran jika
ebook ini terasa menenangkan sejak halaman pertama.
Ancaman dan Tanggung Jawab
Namun, buku ini tidak berhenti di sisi indah. Mering juga
dengan jujur mengingatkan bahwa Tembawang kini terancam. Perkebunan sawit, tambang
emas, dan deforestasi masif di Kalimantan Barat membuat banyak Tembawang hilang
atau rusak. Hilangnya Tembawang berarti hilangnya apotek alami, ruang
spiritual, sekaligus sumber penyembuhan.
Membaca bagian ini, hati saya terenyuh. Kita tidak hanya dihadapkan
pada krisis lingkungan, tapi juga kehilangan warisan budaya yang mestinya jadi
kebanggaan bersama. Inilah mengapa buku ini penting: ia bukan sekadar literatur
kesehatan, tapi juga manifesto ekologis dan kultural.
Usulan dari Pembaca
Sebagai pembaca, saya punya dua usul setelah menutup buku
ini:
- Tembawang
layak diusulkan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Nilainya
bukan hanya lokal, tetapi universal: menjaga kesehatan manusia sekaligus
keseimbangan alam.
- Perlu
versi audiobook. Bayangkan mendengarkan doa Dayak dengan latar suara
sungai dan burung hutan Borneo. Itu akan membuat pesan buku ini lebih
hidup, sekaligus menjangkau generasi muda yang akrab dengan audio
learning.
Kesimpulan: Buku yang Menyembuhkan
The Forest Therapy ala Dayak adalah buku yang bukan
hanya dibaca, tetapi dirasakan. Ia memberi jeda di tengah riuh kota,
seakan mengajak kita duduk di bawah pohon rindang dan menarik napas panjang.
Untuk Anda yang mencari cara hidup sehat alternatif, ebook
ini adalah pintu menuju kehidupan yang lebih selaras dengan alam. Ia juga
pengingat bahwa menjaga hutan sama dengan menjaga diri kita sendiri.
Buku ini saat ini baru tersedia di anyarmart.com dan GooglePlay Book dalam bentuk ebook. Jangan tunggu lama—bacalah, resapilah, dan biarkan hutan Dayak
mengajarkan cara sederhana untuk hidup sehat, penuh syukur, dan harmonis.