Penurunan Stunting Kaltara Capai 14 Persen: Hasan Saleh Optimistis Tren Positif Berlanjut
![]() |
Ilustrasi AI |
Kaltara – Upaya penanganan stunting di Kalimantan Utara
(Kaltara) menunjukkan kemajuan signifikan, dengan prevalensi gangguan
pertumbuhan anak di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis kini turun
menjadi 14 persen dari sebelumnya 33 persen. Prestasi ini menjadi bukti nyata
kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, yang
dipimpin oleh figur seperti Anggota DPR RI Komisi IV Hasan Saleh. Dalam
wawancara eksklusif dengan media lokal di Tanjung Selor pada Senin, 6 Oktober
2025, Hasan Saleh, yang mewakili daerah pemilihan (dapil) Kaltara, menyatakan
keyakinannya bahwa angka ini bisa turun lebih rendah lagi dengan komitmen yang
berkelanjutan. “Mudah-mudahan bisa turun lagi. Ini bukan akhir, tapi momentum
untuk mempercepat target nasional 14 persen pada 2025,” ujarnya, menekankan
bahwa keberhasilan ini lahir dari pendekatan langsung ke masyarakat, bukan
sekadar program di atas kertas.
Hasan Saleh, mantan anggota Komisi IX DPR RI yang kini
bergeser ke Komisi IV sejak 2024, mengenang perjuangannya sejak awal masa
jabatan. Saat itu, stunting di Kaltara mencapai 33 persen, menempatkan provinsi
ini di atas rata-rata nasional dan menjadi "hinaan" bagi upaya
pembangunan SDM. “Ketika saya masih di Komisi IX, angka itu menjadi PR besar.
Bersama BKKBN dan Kementerian Kesehatan, kami serius bekerja: turun langsung ke
desa-desa, suplai vitamin, suntikan, dan edukasi gizi. Syukur alhamdulillah,
kini kita lepas dari beban itu, tinggal 14 persen,” ceritanya. Penurunan ini
sejalan dengan data terbaru dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Kaltim, yang mencatat prevalensi stunting Kaltara 17 persen
pada September 2025, meski target provinsi lebih ambisius di 15,1 persen.
Secara nasional, prevalensi stunting turun menjadi 19,8 persen pada 2024,
menurut Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), tapi Kaltara berhasil berada
di bawah ambang kritis 20 persen berkat intervensi lokal yang masif.
Keberhasilan ini tidak datang begitu saja; ia hasil dari
strategi terintegrasi yang melibatkan delapan aksi konvergensi: peningkatan
sanitasi, akses pangan bergizi, perencanaan keluarga, dan penguatan layanan
kesehatan ibu-anak. Pemprov Kaltara, di bawah Wakil Gubernur Ingkong Ala, telah
meluncurkan Penilaian Kinerja Kabupaten/Kota dalam Pelaksanaan 8 Aksi
Konvergensi Penurunan Stunting 2025 pada Juli 2025, memperkenalkan kategori
"Kecamatan Terinovatif" untuk memotivasi inovasi lokal. “Konvergensi
ini mengintegrasikan perencanaan, penganggaran, hingga pelaporan, berorientasi
pada hasil lapangan. Penurunan stunting adalah tolok ukur kehadiran pemerintah
bagi rakyat,” ujar Pj Sekprov Kaltara, Dr. Bustan, saat membuka acara tersebut.
Di tingkat desa, program seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Universitas
Borneo Tarakan (UBT) bekerja sama dengan BKKBN telah mendampingi masyarakat,
dengan mahasiswa terlibat dalam edukasi gizi dan pencegahan stunting sejak
Agustus 2025. Hasan Saleh, yang juga Ayah GENRE (Generasi Berencana) Kaltara,
sering turun tangan langsung, mendistribusikan suplemen dan memantau posyandu
di Bulungan dan Malinau.
Salah satu pendorong utama adalah pemahaman mendalam tentang
akar masalah stunting: bukan hanya kekurangan makanan, tapi juga sanitasi
buruk, infeksi berulang, dan kurangnya pengetahuan gizi. Hasan Saleh menyoroti
bahwa pendekatan "langsung ke masyarakat" adalah kunci. “Kita harus
seriusi ini. Penyebab utama adalah asupan makanan yang tidak dipahami. Makanya,
kami turun ke desa, berikan vitamin, suntikan, dan edukasi. Tidak ada lagi yang
main-main,” tegasnya. Contoh sukses terlihat di Kabupaten Bulungan, di mana
angka stunting turun dari 25 persen menjadi 12 persen sejak 2023 berkat program
"Desa Siaga Stunting" yang melibatkan kader PKK dan posyandu. Di
tingkat provinsi, Pemprov Kaltara mematok target ambisius 15,1 persen pada 2025
dan 3,6 persen pada 2045—lebih ketat dari nasional 18,8 persen dan 5
persen—melalui Rapat Rencana Aksi Reformasi Birokrasi Tematik pada Agustus
2025. Wagub Ingkong Ala menekankan pendekatan lintas sektor: “Fokus pencegahan
stunting baru, bukan hanya penanganan yang ada. Kita harus kolaboratif untuk
generasi sehat dan berdaya saing.”
Dampak penurunan stunting ini multidimensional, memengaruhi
tidak hanya kesehatan anak tapi juga ekonomi dan ketahanan nasional. Stunting
kronis menyebabkan kerugian ekonomi hingga 3 persen PDB nasional per tahun,
menurut Bank Dunia, dengan anak stunting berisiko rendah IQ dan produktivitas
seumur hidup. Di Kaltara, yang populasi balitanya sekitar 50 ribu jiwa,
penurunan 19 persen ini berarti 9.500 anak terselamatkan dari risiko kognitif
permanen. Program seperti pemberian tablet suplemen gizi (TSG) dan imunisasi
lengkap telah menjangkau 90 persen desa terpencil, didukung dana APBD Rp200
miliar pada 2025. Hasan Saleh, yang juga mantan Mayjen TNI (Purn), melihat ini
sebagai bagian dari penguatan ketahanan nasional: “Stunting melemahkan SDM
unggul 2045. Dengan pencegahan seperti GENRE, kita bangun generasi tangguh.”
Secara nasional, Kaltara menjadi percontohan bagi provinsi
lain, terutama enam daerah dengan beban stunting tertinggi: Jawa Barat (638
ribu balita), Jawa Tengah (486 ribu), Jawa Timur (431 ribu), Sumatera Utara
(316 ribu), NTT (214 ribu), dan Banten (210 ribu). Target nasional 14 persen
pada 2024 telah tercapai di bawah 20 persen, tapi Kaltara's 14 persen
menunjukkan model sukses konvergensi. BKKBN, melalui Kepala Perwakilan Kaltim
Nurizki Permanajati, mengakui PR masih ada tapi Kaltara "sudah standar
nasional." Kolaborasi dengan UBT melalui KKN tematik, yang melibatkan 500
mahasiswa sejak 2024, telah mendistribusikan edukasi gizi ke 100 desa,
menurunkan kasus infeksi 25 persen.
Tantangan tetap ada: akses geografis di Malinau dan Nunukan,
di mana 20 persen desa masih sulit dijangkau, serta dampak perubahan iklim yang
mengganggu pangan lokal. Hasan Saleh menyerukan peningkatan anggaran pusat:
“Kita butuh dukungan lebih untuk suplemen dan monitoring. Mudah-mudahan, dengan
keseriusan ini, kita capai satu digit tahun depan.” Pemprov Kaltara merespons
dengan kategori "Kecamatan Terinovatif" dalam penilaian 2025, memberi
insentif Rp50 juta bagi inovator lokal seperti program "Gizi Adat" di
Tarakan. Di tengah visi Indonesia Emas 2045, penurunan stunting Kaltara menjadi
inspirasi: dari 33 persen ke 14 persen, bukti bahwa tekad kuat dan aksi
langsung bisa ubah nasib generasi. Seperti kata Hasan Saleh, “Ini soal masa
depan anak-anak kita. Kita harus terus berjuang.”