Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan

 

Ilustrasi AI

SAMARINDA, 1 Oktober 2025 – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menghadapi tantangan besar menyusul pemangkasan Transfer Keuangan Daerah (TKD) pada anggaran 2026. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Yusliando, mengungkapkan bahwa pengurangan dana ini memaksa pemerintah daerah mencari terobosan untuk menjaga kelangsungan pembangunan tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Dalam konferensi pers di Samarinda pada Selasa (30/9/2025), Yusliando menegaskan bahwa Kaltim sedang merancang strategi kreatif untuk mengoptimalkan sumber pendapatan lokal dan memaksimalkan efisiensi anggaran guna mendukung prioritas pembangunan, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Pemangkasan TKD, yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), diperkirakan mencapai 15% dari alokasi 2025, yang mencapai Rp10 triliun untuk Kaltim. Penurunan ini merupakan bagian dari kebijakan nasional untuk menyeimbangkan anggaran di tengah tekanan fiskal global. Meski demikian, Yusliando optimistis bahwa Kaltim, dengan potensi sumber daya alam dan posisinya sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), dapat menemukan celah untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi. “Kami tidak boleh terpaku pada keterbatasan. Ini saatnya Kaltim berpikir out of the box, memanfaatkan potensi lokal, dan memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta,” ujarnya.

Strategi Mengatasi Keterbatasan Dana

Untuk menghadapi pemangkasan TKD, Pemprov Kaltim telah menyiapkan sejumlah langkah strategis. Pertama, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui peningkatan pajak dan retribusi daerah, terutama dari sektor pertambangan dan perkebunan. Pada 2024, PAD Kaltim mencapai Rp5,2 triliun, dengan kontribusi terbesar dari pajak mineral bukan logam dan batubara. Yusliando menargetkan kenaikan PAD sebesar 10% pada 2026 melalui digitalisasi sistem perpajakan dan penegakan aturan terhadap perusahaan yang kerap menghindari kewajiban pajak. “Kami sedang kembangkan aplikasi pajak berbasis teknologi untuk memudahkan pelaporan dan meminimalkan kebocoran,” jelasnya.

Kedua, Pemprov Kaltim akan memperluas skema kerja sama dengan sektor swasta melalui pola Public-Private Partnership (PPP). Proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti pembangunan jalan tol Balikpapan-Penajam Paser Utara dan pengembangan pelabuhan internasional di Kariangau, akan ditawarkan kepada investor swasta dengan skema bagi hasil. Menurut data Bappeda, investasi swasta di Kaltim pada 2024 mencapai Rp15 triliun, dan pemerintah berharap angka ini meningkat hingga Rp20 triliun pada 2026. “Kami membuka pintu lebar untuk investor, terutama yang mendukung pembangunan berkelanjutan di sekitar IKN,” ujar Yusliando.

Langkah ketiga adalah efisiensi anggaran melalui prioritisasi program berbasis kebutuhan masyarakat. Bappeda Kaltim telah melakukan pemetaan ulang program dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026, dengan fokus pada tiga sektor utama: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur penyangga IKN. Program seperti beasiswa Kaltim Tuntas dan pembangunan rumah sakit daerah tetap menjadi prioritas, dengan alokasi anggaran masing-masing Rp1,5 triliun dan Rp800 miliar. “Kami memastikan dana yang terbatas digunakan untuk program yang benar-benar berdampak langsung bagi masyarakat,” tegas Yusliando.

Tantangan dan Peluang di Tengah Pemangkasan

Pemangkasan TKD menimbulkan sejumlah tantangan, terutama dalam menjaga pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil seperti Berau, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu. Biaya logistik yang tinggi akibat medan geografis yang sulit membuat proyek jalan dan jembatan sering kali membengkak. Selain itu, ketergantungan Kaltim pada dana transfer pusat, yang menyumbang 60% APBD, membuat pemangkasan ini berdampak signifikan pada likuiditas daerah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim menunjukkan bahwa pada 2024, 70% anggaran infrastruktur daerah dibiayai oleh TKD, sehingga pengurangan dana ini berpotensi memperlambat proyek-proyek strategis.

Namun, Kaltim memiliki peluang besar untuk mengatasi keterbatasan ini. Sebagai penyangga IKN, provinsi ini menarik perhatian investor nasional dan internasional, terutama di sektor energi terbarukan dan pariwisata. Pemprov berencana mengembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Maloy, Kutai Timur, dengan fokus pada industri hijau seperti pengolahan kelapa sawit berkelanjutan dan energi biomassa. Proyek ini diproyeksikan menyerap investasi Rp10 triliun dan menciptakan 5.000 lapangan kerja dalam tiga tahun. Selain itu, sektor pariwisata, khususnya di Derawan dan Maratua, akan dipromosikan secara agresif untuk meningkatkan pendapatan dari retribusi wisata.

Kolaborasi dan Inovasi sebagai Kunci

Yusliando menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi dampak pemangkasan TKD. Pemprov Kaltim telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Investasi untuk mempermudah perizinan bagi investor, serta dengan Kementerian PUPR untuk mendanai proyek infrastruktur strategis seperti bendungan di Kutai Kartanegara. Selain itu, kerja sama dengan universitas lokal, seperti Universitas Mulawarman, akan diperkuat untuk mengembangkan inovasi teknologi yang mendukung efisiensi pembangunan, seperti sistem irigasi pintar untuk pertanian.

Pemprov juga mendorong partisipasi masyarakat melalui program pemberdayaan ekonomi lokal. Misalnya, pelatihan UMKM berbasis digital akan diperluas untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha kecil di Samarinda dan Balikpapan. Pada 2024, program serupa telah melatih 3.000 pelaku UMKM, dengan 60% di antaranya berhasil meningkatkan pendapatan hingga 20% melalui platform e-commerce. “Kami ingin masyarakat tidak hanya jadi penonton, tapi juga pelaku aktif dalam pembangunan,” ujar Yusliando.

Proyeksi Dampak dan Visi ke Depan

Meski menghadapi keterbatasan, Pemprov Kaltim optimistis dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada 2026, didorong oleh sektor pertambangan, perkebunan, dan investasi penyangga IKN. Pemangkasan TKD diharapkan menjadi momentum untuk mengurangi ketergantungan pada dana pusat dan memperkuat kemandirian fiskal daerah. Dengan target PAD naik menjadi Rp5,7 triliun dan investasi swasta mencapai Rp20 triliun, Kaltim berpotensi mempertahankan posisinya sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.

Ke depan, Pemprov Kaltim akan fokus pada pembangunan berkelanjutan yang seimbang antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Program seperti Kaltim Hijau, yang mendorong penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan limbah industri, akan menjadi prioritas untuk memastikan pembangunan tidak merusak ekosistem Kalimantan. “Kaltim harus jadi contoh bahwa keterbatasan anggaran bukan akhir, tapi awal dari inovasi dan kerja sama,” tutup Yusliando.

Dengan strategi yang matang dan semangat kolaborasi, Kaltim siap menavigasi tantangan pemangkasan TKD, menjadikan keterbatasan sebagai peluang untuk membangun masa depan yang lebih tangguh dan inklusif bagi masyarakatnya.

 

Also Read
Latest News
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
  • Kaltim Hadapi Pemangkasan TKD: Strategi Baru untuk Optimalkan Pembangunan di Tengah Keterbatasan
Post a Comment
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad