Kalimantan Barat Membuka Gerbang Ekspor Kratom ke Pasar India: Langkah Bersejarah Menuju Peningkatan Ekonomi Daerah
Pontianak - Di tengah hiruk-pikuk Pelabuhan Dwikora
Pontianak, sebuah momen bersejarah terukir pada hari Selasa, 30 September 2025.
Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Kalimantan Barat resmi
melepas ekspor perdana sebanyak 343,5 ton serbuk daun kratom, yang dikenal
secara ilmiah sebagai Mitragyna speciosa. Pengiriman ini, dengan nilai
transaksi mencapai Rp15,48 miliar, ditujukan langsung ke India, negara di Asia
Selatan yang semakin menunjukkan minat pada produk herbal asal Indonesia. Acara
ini bukan sekadar rutinitas perdagangan, melainkan bagian integral dari program
akselerasi ekspor nasional yang digagas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi di daerah perbatasan seperti Kalimantan Barat. Hadir dalam pelepasan
tersebut tokoh-tokoh penting, termasuk Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto,
yang menekankan pentingnya ekspor langsung tanpa transit di kota lain, sehingga
meningkatkan efisiensi dan daya saing produk lokal.
Kegiatan ini sekaligus menandai pembukaan jalur ekspor baru
untuk komoditas unggulan Kalimantan Barat, yang selama ini lebih dikenal dengan
hasil hutan seperti kayu dan minyak sawit. Kratom, yang diproses menjadi serbuk
halus dari daunnya, dikirim dalam 13 kontainer langsung dari pelabuhan
setempat, menghindari biaya tambahan dan waktu yang biasanya terjadi saat
transit melalui pelabuhan besar seperti Jakarta atau Surabaya. Menurut data
dari PT Pelindo (Persero), ekspor ini tidak hanya melibatkan kratom, tetapi
juga disertai dengan pengiriman 150 ekor ikan arwana Super Red senilai Rp75
juta ke Singapura, menunjukkan diversifikasi produk ekspor dari wilayah Kapuas
Hulu. Junior Manager Komersial Regional 2 Pontianak, Ribut, menyatakan bahwa
langkah ini akan mendongkrak ekonomi daerah dengan menciptakan peluang baru
bagi petani dan pelaku usaha kecil. Bagi masyarakat lokal, khususnya di
Pontianak dan sekitarnya, ini adalah pencapaian yang lama ditunggu, karena
selama bertahun-tahun kratom hanya diekspor secara tidak langsung, seringkali
melalui jalur yang rumit dan kurang menguntungkan.
Untuk memahami mengapa ekspor ini begitu signifikan, kita
perlu menyelami lebih dalam tentang kratom itu sendiri. Mitragyna speciosa
adalah pohon tropis yang tumbuh subur di hutan-hutan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Daunnya yang lebar dan hijau
mengkilap telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat setempat selama
berabad-abad sebagai obat herbal. Pada dosis rendah, kratom memberikan efek
stimulan yang mirip dengan kafein, membantu pekerja manual meningkatkan stamina
dan mengurangi kelelahan. Sementara itu, pada dosis lebih tinggi, ia bertindak
sebagai sedatif, meredakan nyeri dan bahkan membantu dalam pengelolaan
kecanduan opioid. Penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Indonesia menunjukkan bahwa daun kratom memiliki sifat analgesic dan dapat
menjadi alternatif alami untuk mengatasi masalah kesehatan seperti nyeri
kronis. Di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat, tanaman ini sering disebut
sebagai "daun surga" karena manfaatnya yang luas, meskipun sempat
dianggap sebagai narkotika di masa lalu. Kini, dengan regulasi yang lebih
jelas, kratom menjadi sumber pendapatan penting bagi ribuan petani di daerah
pedesaan.
Proses pengolahan kratom menjadi serbuk dimulai dari panen
daun segar di perkebunan, diikuti dengan pengeringan alami di bawah sinar
matahari untuk menjaga kualitas alkaloidnya, seperti mitragynine dan
7-hydroxymitragynine, yang menjadi senyawa aktif utama. Setelah itu, daun
digiling menjadi bubuk halus yang siap diekspor. Di India, produk ini
kemungkinan besar akan digunakan dalam industri farmasi dan suplemen herbal,
mengingat permintaan global yang terus meningkat. Meskipun Amerika Serikat
tetap menjadi tujuan ekspor utama Indonesia dengan volume mencapai ribuan ton
per tahun, pembukaan pasar ke India menandakan diversifikasi yang strategis.
Data dari tahun 2024 menunjukkan bahwa ekspor kratom Indonesia ke AS saja
bernilai lebih dari US$9 juta, dan kini dengan India sebagai mitra baru,
potensi pendapatan devisa bisa melonjak signifikan. Namun, tantangan tetap ada,
seperti kelangkaan bahan baku di Kalimantan Barat akibat ekspor mentah yang
masif, yang sempat menjadi isu pada awal 2023.
Regulasi seputar kratom di Indonesia memang kompleks dan
seringkali kontradiktif, yang membuat ekspor ini semakin menarik untuk dibahas.
Meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang penggunaannya dalam
makanan dan minuman sejak 2013 karena risiko penyalahgunaan, Badan Narkotika
Nasional (BNN) menyatakan bahwa kratom tidak termasuk dalam undang-undang
narkotika, sehingga kultivasi, pengolahan, dan ekspornya tetap legal di bawah
pengawasan ketat. Pada 2024, pemerintah merevisi aturan untuk menyeimbangkan
antara manfaat ekonomi dan pengendalian kesehatan masyarakat, memungkinkan
petani untuk terus menanamnya asal tidak dijual bebas di pasar domestik. Ini
berbeda dengan beberapa negara lain, di mana kratom dilarang sepenuhnya karena
efek opioid-like-nya yang bisa menyebabkan ketergantungan. Di Indonesia,
pendekatan ini lebih berfokus pada hak asasi manusia dan reformasi kebijakan
obat, di mana kratom dilihat sebagai aset ekonomi daripada ancaman. Bagi petani
di Kapuas Hulu, regulasi ini berarti peluang untuk beralih dari tanaman
tradisional ke kratom, meskipun ada peringatan bahwa pelarangan total bisa
memaksa mereka mencari alternatif lain.
Dampak ekonomi dari ekspor perdana ini tak bisa diremehkan.
Dengan nilai Rp15,48 miliar dari kratom saja, plus tambahan dari arwana, total
transaksi mencapai sekitar Rp15,55 miliar, yang langsung mengalir ke
perekonomian lokal. Ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga
menciptakan lapangan kerja di sektor pengolahan dan logistik. Kepala Badan
Karantina Kalimantan Barat menekankan bahwa ekspor langsung dari Pontianak akan
memperkuat daya saing daerah, mengurangi ketergantungan pada pelabuhan pusat,
dan mendorong investasi infrastruktur. Di tengah tantangan global seperti
fluktuasi harga komoditas dan regulasi internasional, langkah ini bisa menjadi
model bagi provinsi lain di Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya alam
secara berkelanjutan. Selain itu, ekspor ini mendukung agenda nasional untuk
meningkatkan devisa non-migas, di mana kratom berpotensi menjadi pemain kunci
di pasar herbal dunia.
Melihat ke depan, prospek kratom Indonesia tampak cerah,
meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanannya. Studi
ilmiah menunjukkan bahwa alkaloid dalam kratom memiliki potensi terapeutik,
tetapi tanpa persetujuan dari badan seperti FDA, penggunaannya tetap
kontroversial. Di India, di mana pengobatan ayurveda sedang berkembang, kratom
bisa menemukan pasar yang luas untuk suplemen kesehatan. Bagi Kalimantan Barat,
ekspor ini bukan akhir, melainkan awal dari era baru di mana produk lokal
seperti kratom bisa bersaing di panggung global, membawa kesejahteraan bagi
masyarakat dan memperkuat posisi Indonesia sebagai penghasil herbal terkemuka.
Dengan pengelolaan yang bijak, tanaman ini bisa terus menjadi sumber harapan
ekonomi, sambil menjaga keseimbangan antara manfaat dan risiko.
Secara keseluruhan, pelepasan ekspor kratom ini mencerminkan
komitmen pemerintah dalam mendukung petani dan UMKM di daerah terpencil. Dari
hutan lebat Kalimantan hingga pelabuhan yang sibuk, perjalanan kratom menuju
India adalah cerita sukses tentang inovasi dan ketahanan. Saat
kontainer-kontainer itu meninggalkan Pelabuhan Dwikora, mereka tidak hanya
membawa serbuk hijau, tapi juga mimpi ribuan warga Kalimantan Barat untuk masa
depan yang lebih sejahtera.