Rp150 Triliun Mengalir ke Kaltim: Perusahaan Energi Italia Eni Siap Produksi Gas Alam di Selat Makassar Mulai 2027
![]() |
Ilustrasi AI |
Di tengah gejolak global yang menyesakkan dan iklim
investasi dunia yang penuh ketidakpastian, kabar menggembirakan justru datang
dari ujung timur Pulau Kalimantan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan langkah strategis dan penuh harapan:
perusahaan energi raksasa asal Italia, Eni, resmi menyatakan kesiapannya untuk
menanamkan modal besar di Provinsi Kalimantan Timur. Nilainya tidak
main-main—USD10 miliar atau setara dengan sekitar Rp150 triliun akan
digelontorkan Eni untuk menggarap dua ladang gas alam di wilayah lepas pantai
Selat Makassar, tepatnya di Blok Jangkrik dan Blok Merakes. Investasi ini bukan
hanya membuktikan ketangguhan daya tarik Indonesia di mata investor global,
tetapi juga menandai tonggak penting dalam arah baru pengelolaan energi
nasional yang lebih strategis dan inklusif. Dalam keterangannya pada Minggu, 20
Juli 2025, Bahlil menegaskan bahwa investasi Eni akan mulai berbuah pada 2027,
saat produksi gas dari ladang tersebut resmi dimulai. Keputusan Eni untuk
mengucurkan dana dalam jumlah fantastis itu menjadi oase di tengah dinamika
geopolitik yang kian memanas akibat perang di berbagai belahan dunia.
Ketegangan politik global, perang tarif, dan rivalitas ekonomi negara besar
seperti Amerika Serikat dan Tiongkok telah menyebabkan banyak perusahaan
berpikir dua kali untuk memperluas investasinya. Namun, Eni tampil berbeda.
Dengan rekam jejak panjang sebagai salah satu pemain utama sektor minyak dan
gas bumi Eropa sejak 1953 dan kehadiran di lebih dari 70 negara, Eni justru
memilih Indonesia—khususnya Kaltim—sebagai destinasi investasi yang dianggap
menjanjikan secara jangka panjang. Bahlil menyebut investasi ini sebagai bentuk
nyata kepercayaan dunia terhadap stabilitas dan potensi ekonomi Indonesia. Investasi
besar ini tentu tidak hanya akan berdampak pada neraca energi nasional, tetapi
juga menjadi lokomotif ekonomi bagi Kalimantan Timur. Produksi gas alam dari
Blok Jangkrik dan Merakes diproyeksikan mampu menggenjot volume produksi gas
secara signifikan—tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik tetapi
juga memperkuat posisi ekspor energi Indonesia ke pasar global. Keberadaan
ladang gas di dua blok tersebut sudah lama diketahui memiliki potensi besar,
namun hanya sedikit perusahaan yang benar-benar berani mengeksekusinya di
tengah tantangan teknis dan biaya tinggi eksplorasi laut dalam. Eni, dengan
pengalaman luas dan teknologi canggihnya, menjadikan dua blok ini sebagai fokus
investasi yang siap dikembangkan menjadi sumber energi strategis nasional.
Namun bukan hanya soal eksplorasi dan ekspor, Bahlil menggarisbawahi bahwa
pemerintah akan mengupayakan agar skema participating interest (PI) juga
menguntungkan daerah. Dalam hal ini, Eni diminta agar menyerahkan sebagian PI
kepada pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Langkah ini dinilai penting agar
tidak hanya pemerintah pusat yang menikmati hasil eksplorasi, tetapi juga
masyarakat Kaltim mendapat bagian nyata dari kekayaan alamnya sendiri. Dengan
skema ini, Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor migas diharapkan meningkat secara
signifikan, memperkuat APBD Kaltim, dan menjadi motor penggerak pembangunan di
berbagai sektor. Efek domino dari investasi ini diprediksi akan sangat luas,
mulai dari pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja lokal, hingga
tumbuhnya industri penunjang yang akan mempercepat perputaran ekonomi kawasan.
Bahlil menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya dinikmati
investor, tetapi juga harus dirasakan oleh masyarakat lokal, khususnya dalam
bentuk serapan tenaga kerja dan penguatan infrastruktur penunjang industri.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM bersama Kementerian Investasi dan pemerintah
daerah akan mengawal penuh realisasi investasi ini agar selaras dengan
kepentingan nasional dan daerah. Dalam lanskap politik dan ekonomi global yang
penuh turbulensi, kabar ini hadir seperti secercah cahaya yang menembus awan
mendung. Ketika dunia disibukkan oleh ketegangan dan perang tarif, kehadiran
Eni menjadi bukti bahwa Indonesia tetap memiliki magnet ekonomi yang kuat,
terlebih di sektor energi yang strategis. Apalagi, wilayah Kaltim kini tak
hanya menjadi lumbung energi, tapi juga sedang dipersiapkan sebagai rumah baru
bagi pusat pemerintahan melalui pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Investasi
sebesar Rp150 triliun jelas bukan sekadar angka di atas kertas. Ia adalah janji
masa depan yang membawa implikasi sosial dan ekonomi besar. Tantangannya kini
adalah bagaimana pemerintah pusat dan daerah mampu mengelola investasi ini
dengan cermat, transparan, dan berkelanjutan. Sebab tanpa pengawasan dan
pengelolaan yang baik, investasi besar pun bisa menjadi beban—alih-alih berkah.
Tapi jika dikelola dengan bijak, Eni bisa jadi pionir yang membuka jalan bagi
arus investasi asing lainnya masuk ke Indonesia. Yang lebih penting, langkah
Eni juga menandai era baru di mana Kalimantan Timur tak lagi sekadar penyumbang
kekayaan alam nasional, tetapi juga sebagai pusat pertumbuhan baru yang
inklusif, mandiri, dan berdaya saing tinggi di mata dunia.