Dari Teknologi ke Hati: Gubernur Kalteng Dukung Digitalisasi untuk Sekolah Berkebutuhan Khusus

  

Buntok—Di bawah langit cerah Kota Buntok, Kamis 12 Juni 2025, suasana berbeda terasa di lingkungan SMAN 1 Buntok yang pagi itu menjadi titik kumpul untuk sebuah momen yang tak biasa. Bukan perayaan, bukan pula lomba, melainkan penyerahan bantuan teknologi pendidikan yang menyentuh kalbu, terutama bagi insan-insan tangguh di Sekolah Khusus (SKH) Negeri 2 Buntok. Sebuah sekolah yang menjadi rumah harapan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), kini mendapat suntikan semangat baru dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui kepemimpinan Gubernur H. Agustiar Sabran.

Dengan penuh komitmen terhadap pendidikan inklusif, Gubernur Kalteng menyalurkan bantuan berupa tiga unit TV interaktif, dua perangkat konektivitas Starlink, dan satu panel surya. Bantuan tersebut menjadi wujud konkret dukungan Pemprov Kalteng terhadap program nasional Digitalisasi Pembelajaran, yang tak hanya menyasar sekolah-sekolah umum, tetapi juga menyentuh ruang-ruang belajar yang selama ini acap kali luput dari perhatian: sekolah untuk ABK.

Penyerahan bantuan dilakukan secara terpusat di SMAN 1 Buntok, lokasi strategis yang dijadikan titik temu bagi sekolah-sekolah penerima fasilitas. Kepala SKH Negeri 2 Buntok, Yanti Mandasari, tampil dengan wajah bersinar, menampakkan syukur yang tak terbendung. Dalam nada suara yang tenang namun penuh makna, ia menyampaikan penghormatan dan rasa terima kasih kepada para pihak yang telah peduli terhadap dunia pendidikan luar biasa.

“Kami atas nama SKH Negeri 2 Buntok menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Gubernur, Bapak Wakil Gubernur, serta Pak Kadis beserta seluruh jajarannya. Sehingga kami boleh mendapatkan fasilitas untuk menunjang PBM di sekolah. Tentunya ini akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan kami terhadap siswa-siswi berkebutuhan khusus,” ucap Yanti.

Bagi sekolah seperti SKH Negeri 2 Buntok, bantuan ini bukan sekadar perangkat elektronik. Ia adalah pintu masuk menuju pembelajaran yang lebih manusiawi, adaptif, dan menyenangkan. TV interaktif dan jaringan internet berbasis satelit Starlink memungkinkan guru-guru menayangkan materi ajar dalam bentuk visual, audio, dan interaktif yang sangat membantu siswa dengan keterbatasan kognitif maupun sensorik. Tak kalah penting, panel surya memberikan harapan baru bagi kestabilan suplai listrik di lingkungan sekolah, terlebih bila suatu saat aliran listrik dari PLN terganggu.

Gambaran nyata akan manfaat dari fasilitas ini datang langsung dari para guru yang berada di garis depan proses belajar-mengajar. Tri Bayu Suparniati, seorang pengajar di sekolah tersebut, membagikan pengalamannya dengan penuh ketulusan. “Saya Ibu Tri Bayu Suparniati, selaku guru di SKH Negeri 2 Buntok sangat merasakan manfaat pemakaian TV interaktif karena pembelajaran menjadi bervariasi, menyenangkan bagi siswa ABK, kreatif, dan inovatif. Selanjutnya kami sangat berharap bisa mendapatkan lagi TV interaktif tersebut karena masih sangat membutuhkan untuk di tiap ruangan,” tuturnya.

Kata-kata Tri Bayu Suparniati tidak hanya mencerminkan kepuasan terhadap bantuan yang diterima, tetapi juga menjadi refleksi akan kebutuhan mendesak lain yang masih harus diperjuangkan. Ia tahu betul bahwa teknologi mampu menjadi jembatan antara dunia luar dengan dunia para ABK, asal akses itu dibuka secara merata.

Apresiasi juga datang dari kalangan yang selama ini menjadi saksi sekaligus korban dari kurangnya sarana—yakni para orang tua. Dewi Sartika, ibu dari dua siswa berkebutuhan khusus, menyampaikan kesannya dengan mata yang berbinar. “Saya Dewi Sartika orang tua dari Memet Drianto dan Melani siswa berkebutuhan khusus dari SKH Negeri 2 Buntok sangat menyambut baik dengan adanya TV interaktif bagi sekolah anak kami. Mereka sangat menikmati pembelajaran yang dilakukan oleh ibu bapak guru walaupun ada keterbatasan secara fisik. Disamping itu, pembelajaran tidak monoton serta mengurangi stres anak ABK,” ujarnya.

Kesan mendalam juga disampaikan oleh Raffi, siswa tunarungu kelas XI SMALB yang tak ingin melewatkan kesempatan untuk berbagi cerita. Dalam bahasa yang sederhana namun tulus, ia menyampaikan kebahagiaannya. “Saya Raffi siswa tunarungu dari SKH Negeri 2 Buntok kelas XI SMALB saya merasa senang dengan adanya TV interaktif terutama untuk ABK sehingga kami bisa belajar dengan semangat dan bisa memanfaatkan TV interaktif tersebut untuk belajar, salah satunya belajar bahasa isyarat. Kami juga bisa menonton YouTube, video pembelajaran, dan lainnya,” katanya dengan senyum lebar.

Pemerintah Provinsi Kalteng tampaknya memang tidak main-main dengan komitmen membangun pendidikan yang merata dan inklusif. Program bantuan ini merupakan bagian dari peta jalan pendidikan yang digagas dalam visi besar “Kalteng Berkah, Kalteng Maju, dan Kalteng Sejahtera.” Visi tersebut tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga mengakar pada pembangunan sumber daya manusia—termasuk mereka yang selama ini sering berada di pinggiran perhatian kebijakan publik.

Langkah digitalisasi di sekolah-sekolah berkebutuhan khusus ini bukan sekadar proyek teknologi, melainkan juga proyek kemanusiaan. Ia adalah upaya menyentuh ruang-ruang yang selama ini sunyi, memberikan cahaya di tempat yang kerap gelap, serta membuka peluang di mana harapan nyaris padam. Panel surya mungkin hanya satu perangkat, tetapi bagai matahari kecil yang sanggup menyalakan semangat baru. TV interaktif mungkin hanya layar, tetapi ia dapat menjadi jendela dunia bagi anak-anak yang selama ini berada dalam keterbatasan.

Dengan fasilitas ini, siswa tunanetra bisa dibacakan cerita, siswa tunarungu bisa menyaksikan bahasa isyarat dalam video interaktif, siswa autisme bisa diajak bermain game edukatif yang melatih fokus dan koordinasi, dan semua itu bisa dilakukan di kelas mereka sendiri, di kampung halaman mereka, tanpa harus menunggu pelatihan dari kota besar.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa digitalisasi di sekolah khusus seperti SKH Negeri 2 Buntok adalah bentuk keadilan sosial dalam pendidikan. Bukan belas kasih, melainkan hak. Bukan sekadar bantuan, melainkan pengakuan. Pengakuan bahwa setiap anak, terlepas dari keterbatasannya, punya potensi dan mimpi yang layak didukung oleh negara.

Kini, semua mata tertuju pada implementasi. Apakah perangkat tersebut akan dimanfaatkan secara maksimal? Apakah infrastruktur akan terus diperkuat, hingga setiap ruangan kelas punya akses yang sama? Dan yang tak kalah penting, akankah semangat seperti ini menular ke sekolah-sekolah luar biasa lainnya di pelosok Kalimantan Tengah?

Yang pasti, pagi itu di Buntok, secercah cahaya digital menyinari langkah kecil menuju pendidikan yang lebih setara. Di tangan para guru, orang tua, dan siswa yang tulus berjuang setiap hari, bantuan ini bukan sekadar alat. Ia adalah janji—bahwa setiap anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, pantas mendapatkan pendidikan yang terbaik, bermartabat, dan berteknologi tinggi.

Next Post Previous Post