Prostitusi Marak di Sekitar IKN, 64 Perempuan Ditertibkan Sepanjang 2025

  

Sepanjang tahun 2025, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Penajam Paser Utara terus melakukan operasi untuk menertibkan praktik prostitusi di sekitar wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Hingga awal Juli, total 64 perempuan yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK) telah diamankan dalam serangkaian operasi. Kepala Satpol PP Penajam Paser Utara, Bagenda Ali, mengatakan bahwa penertiban dilakukan baik terhadap prostitusi secara langsung (luring) maupun secara daring (online), karena fenomena tersebut mulai menyebar di sekitar wilayah IKN. Ia menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga lingkungan sosial di sekitar IKN agar tetap bersih dari kegiatan yang dianggap sebagai penyakit sosial masyarakat. Dalam operasi-operasi yang digelar, wilayah Kecamatan Sepaku menjadi salah satu fokus karena secara administratif masih berada dalam wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, meskipun secara fungsional termasuk dalam wilayah Otorita IKN. Ali menyampaikan bahwa dalam tiga kali operasi terakhir di Kecamatan Sepaku, jumlah yang terjaring terus meningkat. Pada operasi pertama hanya dua orang yang tertangkap, namun operasi kedua menjaring 32 orang, dan operasi ketiga menangkap 30 orang. Mayoritas dari mereka adalah perempuan muda yang menjalankan praktik prostitusi secara online melalui aplikasi media sosial. Modusnya cukup umum: mereka menyewa kamar penginapan dengan tarif sekitar Rp300 ribu per malam, lalu menawarkan jasa melalui akun pribadi di aplikasi pesan instan atau media sosial. Dari hasil pemeriksaan, tarif yang ditawarkan bervariasi antara Rp400 ribu hingga Rp700 ribu sekali kencan.

Bagenda Ali mengungkapkan bahwa para pelaku kebanyakan berasal dari luar daerah. Beberapa kota asal yang disebut antara lain Samarinda, Balikpapan, Bandung, Makassar, dan Yogyakarta. Setelah diamankan, mereka diberikan pembinaan singkat oleh pihak Satpol PP, dan diminta untuk meninggalkan wilayah Penajam Paser Utara dalam waktu dua hingga tiga hari. Tindakan ini dilakukan untuk memberikan efek jera serta membatasi potensi praktik serupa terulang. Menurut Ali, pembinaan dilakukan dengan pendekatan persuasif, bukan represif. Mereka tidak diproses hukum secara formal, namun diminta membuat pernyataan tertulis untuk tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu, mereka juga diarahkan agar mencari pekerjaan yang lebih layak dan tidak merugikan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Meski tidak semua langsung berubah, pihak Satpol PP berharap pendekatan ini dapat membantu mengurangi jumlah kasus ke depannya. Salah satu kendala utama dalam penanganan masalah ini adalah tingginya mobilitas pendatang ke wilayah IKN. Banyak penginapan di sekitar wilayah strategis ini yang disewa oleh orang-orang yang datang tanpa identitas jelas, dan tidak semua pemilik penginapan melakukan pemeriksaan identitas secara ketat. Hal inilah yang menurut Bagenda Ali memerlukan kerja sama lintas sektor. Ia menyebut bahwa pengawasan terhadap tempat penginapan harus diperketat, karena banyak pelaku yang memanfaatkan kelonggaran ini untuk menjalankan praktik prostitusi secara diam-diam.

Sejak awal tahun, Satpol PP juga sudah menjalin komunikasi dengan pemilik-pemilik penginapan agar lebih selektif dalam menerima tamu, khususnya yang datang seorang diri dan menyewa kamar dalam waktu singkat. Di sisi lain, pengawasan terhadap penggunaan media sosial juga perlu dilakukan oleh pihak berwenang lainnya. Pasalnya, banyak dari pelaku yang melakukan transaksi secara tertutup melalui aplikasi obrolan pribadi, sehingga sulit dilacak tanpa pelaporan dari masyarakat. Meski begitu, pihak Satpol PP mengaku telah bekerja sama dengan kepolisian dan lembaga lain untuk mengumpulkan data dan memantau akun-akun yang diduga terlibat dalam praktik ini. Terkait adanya Otorita IKN yang kini mulai menjalankan fungsinya di kawasan tersebut, Ali menegaskan bahwa secara hukum, penegakan Peraturan Daerah (Perda) di wilayah tersebut masih menjadi kewenangan pemerintah kabupaten. Karena itu, pihaknya tetap menjalankan tugasnya sebagaimana biasa, termasuk dalam hal menjaga ketertiban umum dan menangani pelanggaran sosial seperti prostitusi. Operasi dan patroli rutin akan terus dilakukan selama belum ada perubahan aturan administratif yang secara penuh memindahkan tanggung jawab penegakan hukum kepada Otorita IKN.

Menurut catatan internal Satpol PP, sebagian besar pelaku mengaku terpaksa menjalani pekerjaan ini karena faktor ekonomi. Sebagian datang ke Kalimantan Timur dengan harapan mendapatkan pekerjaan tetap, namun tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Dalam kondisi kepepet, mereka akhirnya terlibat dalam praktik prostitusi online sebagai jalan pintas. Ali tidak menampik bahwa persoalan sosial ini sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi dan kurangnya lapangan pekerjaan yang mudah diakses oleh pendatang, terutama perempuan muda yang datang sendirian tanpa dukungan keluarga. Oleh karena itu, ia juga menyampaikan harapannya agar pihak-pihak terkait termasuk pemerintah provinsi maupun Otorita IKN dapat menyediakan lebih banyak peluang kerja formal, pelatihan keterampilan, dan dukungan bagi warga lokal maupun pendatang yang mencari nafkah di wilayah ini. Penanganan prostitusi, kata dia, bukan hanya soal penertiban dan pembinaan, tapi juga soal mencegah akar permasalahan sosial yang lebih dalam, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan ketimpangan akses pekerjaan. Ia menambahkan bahwa jika akar persoalan ini tidak segera diatasi, maka potensi penyebaran praktik prostitusi akan terus ada, bahkan bisa semakin sulit dikendalikan ketika populasi IKN bertambah pesat seiring dengan perpindahan ASN dan tenaga kerja lainnya.

Dalam konteks pembangunan IKN yang ditargetkan menjadi kota berstandar internasional, masalah sosial seperti ini tentu menjadi perhatian serius. Meski belum tergolong masif, angka 64 orang yang ditertibkan hanya dalam waktu setengah tahun patut menjadi alarm. Ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial di sekitar proyek ibu kota baru belum sepenuhnya siap untuk menghadapi gelombang urbanisasi dan dinamika sosial yang menyertainya. Pemerintah pusat dan daerah harus lebih tanggap dalam mengantisipasi dampak sosial dari pembangunan berskala besar. Pembangunan fisik memang penting, tetapi kesiapan sosial dan budaya masyarakat lokal serta para pendatang tidak kalah krusial. Dalam laporan mingguan Satpol PP, tren praktik prostitusi online menunjukkan pola yang terus berkembang. Banyak pelaku tidak lagi menunggu pelanggan di jalan atau tempat umum, melainkan memanfaatkan akun media sosial yang dikemas rapi dan profesional, lengkap dengan sistem booking dan jadwal. Sebagian bahkan memiliki pelanggan tetap dari luar kota yang sengaja datang ke Penajam untuk bertemu. Kondisi ini membuat pengawasan menjadi semakin sulit karena tidak ada interaksi langsung yang bisa dipantau di tempat umum. Untuk itu, Satpol PP mulai menjalin kerja sama dengan komunitas masyarakat lokal agar lebih aktif melaporkan kegiatan mencurigakan di lingkungan mereka, terutama di penginapan, rumah kontrakan, atau kos-kosan.

Beberapa laporan dari warga setempat sudah membantu mengungkap keberadaan pelaku-pelaku baru yang selama ini tidak terdeteksi. Pihak berwenang juga berharap agar masyarakat tidak takut untuk melapor, karena identitas pelapor akan dirahasiakan. Saat ini, laporan bisa disampaikan melalui hotline Satpol PP atau melalui aplikasi aduan masyarakat yang sudah disediakan pemerintah daerah. Dengan adanya kerja sama aktif antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan penanganan masalah sosial ini bisa lebih efektif. Pada akhirnya, Bagenda Ali menegaskan bahwa operasi semacam ini bukan untuk mempermalukan pelaku, tapi untuk menjaga agar wilayah Penajam Paser Utara, khususnya kawasan IKN, tetap kondusif dan tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan pribadi dengan cara yang salah. Ia juga berharap bahwa pelaku yang telah diberikan pembinaan benar-benar meninggalkan praktik tersebut dan tidak kembali lagi ke wilayah tersebut dengan modus yang sama. “Kami tidak ingin wilayah ini menjadi tempat yang lemah terhadap masuknya praktik-praktik sosial yang merusak. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal masa depan dan citra IKN sebagai kota yang beradab dan tertib,” ujarnya. Dalam waktu dekat, Satpol PP akan meningkatkan frekuensi patroli dan memperluas cakupan operasi ke wilayah yang belum terjamah. Pemerintah daerah juga tengah merumuskan regulasi tambahan untuk memperketat pengawasan penginapan serta memperluas jangkauan edukasi kepada warga dan pelaku usaha di sektor akomodasi. Semua langkah ini diambil dengan tujuan agar wilayah IKN benar-benar bisa menjadi tempat yang aman, tertib, dan sehat secara sosial.

Next Post Previous Post