Sekda Kalbar: Perusahaan Nakal Akan Didenda, Bukan Cuma Ditegur Lagi
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mulai memperketat
pengawasan lingkungan hidup terhadap pelaku usaha dengan menegaskan penerapan
sanksi denda administratif bagi perusahaan yang terbukti melanggar aturan.
Komitmen ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar,
Harisson, dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Permen LHK) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pengawasan
dan Sanksi Administratif di Bidang Lingkungan Hidup. Acara tersebut digelar di
Aula Garuda, Kantor Gubernur Kalbar, pada Senin, 7 Juli 2025, dan sekaligus
dirangkaikan dengan penyerahan Sertifikat Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan (PROPER) tahun 2023–2024.
Dalam sambutannya, Harisson menekankan bahwa ke depan, pemerintah tidak lagi hanya memberi peringatan atau teguran kepada perusahaan yang tidak patuh terhadap pengelolaan lingkungan hidup. “Jadi, kita sosialisasikan tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2024, khususnya mengenai sanksi administrasi berupa denda kepada perusahaan yang tidak patuh dalam pengelolaan lingkungan,” kata Harisson. Ia menambahkan bahwa sanksi berupa denda uang akan langsung diterapkan jika ditemukan pelanggaran. Besaran dendanya bervariasi, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampak pencemaran yang ditimbulkan. Mulai dari Rp2 juta untuk pelanggaran ringan, hingga mencapai miliaran rupiah bagi pelanggaran besar yang menyebabkan kerusakan signifikan terhadap lingkungan.
Menurut Harisson, uang denda yang terkumpul akan disetor langsung ke kas negara dan nantinya dikembalikan ke daerah asal pelanggaran dalam bentuk dana bagi hasil. Dengan sistem ini, pemerintah daerah juga akan memiliki sumber daya tambahan untuk menangani dan memitigasi dampak lingkungan yang timbul akibat aktivitas usaha yang tidak bertanggung jawab. “Dana dari denda ini akan disetor ke negara, kemudian dikembalikan ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil. Jadi, perusahaan harus berhati-hati, karena kami akan benar-benar menerapkan aturan ini,” tegas Harisson. Ia mengingatkan bahwa tidak ada lagi toleransi bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini abai terhadap dampak lingkungan, karena saat ini sudah ada dasar hukum yang jelas dan tegas.
Kegiatan sosialisasi ini juga diharapkan menjadi momen penting bagi para pelaku usaha di Kalimantan Barat untuk mulai berbenah. Selain sebagai bentuk edukasi terhadap regulasi baru, kegiatan ini juga menjadi peringatan dini agar perusahaan tidak bermain-main dengan aturan lingkungan. Harisson menyampaikan bahwa pihaknya tidak menginginkan pendekatan yang hanya bersifat menghukum. Sebaliknya, Pemprov Kalbar ingin membangun kesadaran bersama bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kolektif, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Namun, jika pendekatan persuasif tidak berhasil dan masih ada pelanggaran, maka pendekatan hukum dengan sanksi denda akan diterapkan secara tegas tanpa pandang bulu.
Penerapan aturan ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat dalam memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di sektor lingkungan hidup. Terbitnya Permen LHK Nomor 14 Tahun 2024 menjadi dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk memberikan sanksi administratif secara langsung, tanpa perlu melalui proses peringatan berulang seperti yang sebelumnya sering terjadi. Harisson menyebut, aturan ini merupakan langkah maju dalam penegakan hukum lingkungan karena memberikan kekuatan lebih kepada pemerintah daerah untuk bertindak cepat ketika terjadi pelanggaran.
Dalam kesempatan itu, penyerahan Sertifikat PROPER juga menjadi bagian dari evaluasi kinerja perusahaan-perusahaan di Kalbar dalam hal pengelolaan lingkungan. PROPER adalah program nasional yang memberikan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan sekitar tempat usahanya. Penilaian ini dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan hasilnya menjadi indikator sejauh mana perusahaan menjalankan prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui PROPER, pemerintah berharap ada kompetisi sehat antarperusahaan untuk meraih peringkat terbaik dalam pengelolaan lingkungan.
Harisson mengimbau agar perusahaan-perusahaan yang belum mendapatkan nilai baik dalam PROPER dapat menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan introspeksi. “Perusahaan harus mulai sadar bahwa pengelolaan lingkungan bukan hanya sekadar formalitas, tapi benar-benar berdampak pada keberlanjutan bisnis mereka ke depan,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa masyarakat saat ini semakin kritis dan peduli terhadap isu lingkungan. Perusahaan yang abai bisa saja menghadapi tekanan dari publik, termasuk kehilangan kepercayaan dari konsumen.
Ke depan, Pemprov Kalbar berencana membentuk satuan tugas khusus yang terdiri dari berbagai instansi, termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, serta unsur kepolisian, untuk melakukan inspeksi mendadak ke lokasi-lokasi usaha. Langkah ini diambil agar penegakan aturan lingkungan tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi benar-benar diterapkan di lapangan. Selain itu, pemerintah juga membuka jalur aduan masyarakat untuk melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan atau aktivitas industri lainnya. Harisson menegaskan, laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti dengan serius dan jika terbukti benar, sanksi akan langsung diterapkan sesuai dengan aturan.
Selain pendekatan hukum, pemerintah juga akan terus mendorong pelaku usaha untuk berinovasi dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan. Insentif akan diberikan bagi perusahaan yang terbukti menjalankan praktik-praktik industri hijau, seperti penggunaan energi terbarukan, sistem daur ulang limbah, hingga pengelolaan air limbah yang memenuhi standar kualitas. Harisson menyampaikan bahwa perusahaan yang mampu menunjukkan komitmen nyata terhadap pelestarian lingkungan akan menjadi mitra utama pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Barat.
Melalui sosialisasi Permen LHK Nomor 14 Tahun 2024 ini, Harisson berharap seluruh pelaku usaha di Kalbar memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya menjaga lingkungan dan tanggung jawab hukum yang melekat di dalamnya. Ia juga mengajak perusahaan untuk menjadikan keberlanjutan sebagai bagian dari strategi bisnis, bukan sekadar kewajiban administratif. "Kalau lingkungan rusak, siapa yang akan merasakan dampaknya? Kita semua. Jadi lebih baik kita jaga bersama-sama sebelum terlambat," tutupnya.