15 Tahun Membangun IKN: Antara Norma Hukum, Tekanan Politik, dan Keterbatasan Anggaran
Di tengah hingar-bingar wacana pemindahan ibu kota negara
dari Jakarta ke Kalimantan Timur, satu kepastian kembali ditegaskan oleh Ketua
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah: pembangunan Ibu Kota Nusantara
(IKN) bukan proyek yang bisa diselesaikan dalam sekejap. Dalam penjelasan lugas
yang ia sampaikan di Kompleks Parlemen Senayan pada Senin, 21 Juli 2025, Said
merujuk langsung pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara
yang menetapkan bahwa proses pembangunan IKN membutuhkan waktu setidaknya 15
tahun. Penegasan itu seolah menjadi pengingat bagi semua pihak yang ingin
mendorong percepatan atau bahkan memperlambat proyek ambisius ini, bahwa ada
norma hukum yang mesti dijadikan pijakan utama.
“Kalau dari sisi ketentuan regulasinya, IKN itu kan perlu waktu 15 tahun. Itu normanya ada di Undang-Undang,” ujar Said. Pernyataan tersebut menekankan bahwa pembangunan IKN bukanlah proyek politik sesaat yang bisa berubah arah sesuai keinginan penguasa atau partai politik. Ia mengingatkan, proses ini telah melalui mekanisme legislatif yang sah dan disepakati bersama antara DPR dan pemerintah. Maka, segala dorongan untuk mempercepat ataupun memperlambatnya, menurutnya, justru berpotensi mengganggu keseimbangan fiskal dan mengorbankan anggaran prioritas nasional yang sudah disusun dengan cermat.
“Bukan soal kurang dan tidak. Kalau 15 tahun, ya 15 tahun saja. Karena kalau dipercepat, akan mengorbankan anggaran prioritas,” tambahnya dengan nada serius. Pernyataan ini merujuk pada realitas fiskal pemerintah yang saat ini tengah mengencangkan ikat pinggang di berbagai sektor melalui kebijakan efisiensi anggaran. Said menekankan bahwa kesepakatan dalam UU IKN adalah wujud konsensus antara legislatif dan eksekutif, dan karena itu harus menjadi panduan bersama tanpa gangguan dari kepentingan jangka pendek.
Namun di luar kerangka hukum dan perencanaan jangka panjang, tekanan politik tetap mengalir deras. Salah satu partai yang mulai menunjukkan kekhawatiran dan mendesak pemerintah adalah Partai Nasdem. Partai yang kini berada dalam posisi strategis di parlemen itu menilai bahwa ketidakpastian politik seputar proyek IKN bisa menjadi beban tersendiri. Hal ini utamanya menyangkut Keputusan Presiden (Keppres) pemindahan ibu kota negara yang hingga pertengahan Juli 2025 belum juga diteken oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Saan Mustopa, dalam konferensi pers pada Jumat malam, 18 Juli 2025, menyampaikan bahwa ketidakpastian tersebut harus segera diakhiri. Ia mengusulkan agar pemerintah bersikap realistis dalam melanjutkan pembangunan IKN dengan mempertimbangkan kondisi fiskal yang tengah terbatas dan dinamika politik yang belum sepenuhnya stabil. “Jika IKN belum dapat ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara, pemerintah segera melakukan moratorium sementara sembari menyesuaikan arah pembangunan IKN dengan kemampuan fiskal dan prioritas nasional,” ujar Saan.
Sikap Nasdem tersebut bisa dibaca sebagai bentuk kekhawatiran akan ketergesaan dalam proyek raksasa yang membutuhkan anggaran besar. Meski pembangunan IKN sudah dimulai sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo, belum adanya Keppres dari Presiden pengganti membuat status legal dan administratif proyek ini menggantung. Apalagi, situasi keuangan negara saat ini mengharuskan efisiensi besar-besaran, yang membuat banyak kalangan mempertanyakan kelayakan untuk tetap menggelontorkan dana jumbo ke proyek IKN, sementara program-program strategis lain juga membutuhkan perhatian dan pembiayaan.
“Jadi saya ingin tegaskan begini,” lanjut Saan. “Kita kan ada efisiensi, ada keterbatasan anggaran, pemerintah punya program-program strategis yang harus tetap berjalan, jangan sampai juga nanti IKN kan sudah keluar banyak uang juga.” Di balik pernyataan itu, tersirat kekhawatiran bahwa proyek ini bisa menjadi lubang tak berdasar bagi anggaran negara jika tidak dikelola dengan kehati-hatian.
Rencana Besar dalam Lima Tahap
Sebagai salah satu proyek infrastruktur paling ambisius
dalam sejarah Indonesia modern, pembangunan IKN memiliki perencanaan yang cukup
matang di atas kertas. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun
2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, proses pembangunan IKN
dibagi dalam lima tahapan besar, dimulai pada 2022 dan direncanakan rampung
pada 2045.
Tahap pertama dilaksanakan pada kurun 2022–2024, yang disebut sebagai pemindahan tahap awal. Di fase ini, pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas administratif di area inti pemerintahan. Tahap kedua akan berlangsung pada 2025–2029, yang menjadi fase krusial dalam membentuk IKN sebagai kawasan inti pemerintahan yang tangguh, lengkap dengan fasilitas sosial dasar dan penataan ruang yang representatif.
Tahap ketiga akan berjalan pada 2030–2034, di mana pembangunan akan dilanjutkan secara lebih progresif dengan perluasan pemukiman, pengembangan kawasan ekonomi, serta peningkatan kualitas layanan publik. Lalu, tahap keempat pada 2035–2039 akan diarahkan untuk membangun ekosistem tiga kota—yakni kota pemerintahan, kota ekonomi, dan kota pendidikan—guna mempercepat pembangunan Kalimantan secara menyeluruh. Tahap terakhir, yakni 2040–2045, ditujukan untuk mengokohkan reputasi IKN sebagai kota dunia untuk semua, yang inklusif, cerdas, dan berkelanjutan.
Meski rencana itu terlihat solid, tantangan terbesar tetap datang dari dinamika fiskal dan politik. Keterbatasan anggaran dan potensi ketidakselarasan antara pusat dan daerah bisa menjadi batu sandungan dalam realisasi proyek ini.
Antara Legalitas dan Legitimasi Politik
Pernyataan Said Abdullah yang menyatakan bahwa pembangunan
IKN sebaiknya tetap mengikuti ketentuan hukum yang berlaku bisa dipandang
sebagai upaya menjaga konsistensi kebijakan negara di tengah pergantian
kepemimpinan. Sebagai Ketua Banggar DPR yang juga berasal dari PDI Perjuangan,
Said tentu menyadari pentingnya menjaga stabilitas politik dan fiskal dalam
menghadapi proyek sekelas IKN.
Namun, pernyataan tersebut juga bisa dilihat sebagai tanggapan terhadap upaya beberapa partai untuk menekan atau mengarahkan kebijakan IKN ke jalur tertentu. Said mengingatkan bahwa keputusan untuk membangun IKN sudah merupakan produk politik bersama antara DPR dan pemerintah, sehingga tanggung jawab untuk menjalankannya juga harus kolektif. “Kembalikan saja. Karena itu menjadi kesepakatan bersama, undang-undang yang harus dilaksanakan. Toh produknya produk DPR dan pemerintah,” tegasnya.
Dengan kata lain, legalitas pembangunan IKN memang sudah sah. Namun persoalan berikutnya adalah legitimasi politik di bawah pemerintahan baru. Apakah Prabowo akan menandatangani Keppres pemindahan ibu kota negara? Apakah pemerintah akan konsisten menjalankan lima tahapan pembangunan sesuai rencana induk? Ataukah akan ada revisi besar-besaran yang mengubah arah proyek ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu masih menggantung, dan jawaban resminya belum tampak hingga kini.
Pembangunan IKN: Proyek Jangka Panjang yang Tak Bisa Dikebut
Satu hal yang pasti, pembangunan IKN bukanlah sprint jarak
pendek. Ini adalah maraton panjang selama 15 tahun yang membutuhkan
konsistensi, keberanian fiskal, serta dukungan lintas partai dan pemerintahan.
Keinginan untuk mempercepat atau memperlambat harus dikaji secara mendalam,
bukan hanya berdasarkan dinamika politik, tapi juga berdasarkan realitas
lapangan dan kemampuan negara.
Sebagaimana ditekankan oleh Said, proyek sebesar ini tidak boleh dijadikan alat politik sesaat. Ia harus menjadi komitmen jangka panjang lintas generasi, karena menyangkut wajah masa depan Indonesia. Dari sisi regulasi, segala sesuatunya sudah tertuang dalam UU dan Perpres. Tinggal bagaimana pemerintah dan DPR menjalankan tanggung jawab tersebut secara konsisten dan berintegritas.
Sementara itu, suara seperti dari Partai Nasdem tetap menjadi pengingat penting bahwa proyek ini tidak bisa berjalan di atas awan optimisme tanpa fondasi realistis. Keterbatasan anggaran adalah fakta. Efisiensi adalah keharusan. Dan kehati-hatian adalah kewajiban.
Dengan waktu 15 tahun yang sudah digariskan oleh hukum, bangsa ini punya peluang untuk membangun IKN dengan cermat, hati-hati, dan penuh pertimbangan. Bukan terburu-buru untuk mengejar simbol politik, tapi perlahan dan pasti menuju masa depan yang benar-benar layak untuk disebut sebagai kota dunia untuk semua.