Taman Budaya Kalbar Disulap Jadi Jantung Kreativitas Anak Muda dan Pelaku Seni: Ruang Inklusif Baru untuk Ekspresi, Edukasi, dan Kolaborasi Budaya
![]() |
Foto : RRI |
Di tengah geliat pembangunan yang tak henti menggeliat di
Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi Kalbar menunjukkan komitmen kuatnya dalam
mengembangkan sektor budaya dan ekonomi kreatif. Salah satu langkah strategis
yang kini tengah digarap serius adalah optimalisasi Taman Budaya Kalbar, sebuah
kawasan yang mulai disulap menjadi ruang publik kreatif yang inklusif—terbuka
lebar bagi seniman, budayawan, komunitas kreatif, dan tentu saja, generasi
muda.
Langkah ini bukan sekadar penataan ulang fasilitas, melainkan transformasi besar-besaran yang mengarah pada cita-cita jangka panjang: menjadikan Kalbar sebagai rumah yang ramah bagi ide, karya, dan kolaborasi lintas disiplin seni dan budaya.
Mimpi Baru di Jantung Pontianak
Terletak strategis di kawasan yang tak jauh dari pusat kota
Pontianak, Taman Budaya Kalbar dulunya dikenal hanya sebagai ruang terbuka yang
kadang-kadang digunakan untuk pertunjukan seni atau bazar kerajinan. Kini,
taman itu sedang disiapkan untuk menjalani babak barunya. Dalam kunjungannya
baru-baru ini ke area tersebut, Gubernur Kalimantan Barat, Drs. H. Ria Norsan,
MM., MH., menyampaikan rencana ambisius untuk menjadikan kawasan ini sebagai
ruang hidup bagi aktivitas seni, budaya, dan kreativitas generasi muda Kalbar.
“Kita akan siapkan working space sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, dan berkarya,” ujar Norsan di sela-sela kunjungannya dalam rangka Gebyar Peringatan Hari Kartini yang digelar di Gedung Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kalbar, Minggu (20/4) pagi.
Menurutnya, anak muda butuh ruang untuk mengekspresikan diri—bukan hanya secara digital, tapi juga secara fisik. Ruang semacam ini akan menjadi titik temu antara semangat muda dan nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Dari Dekranasda Hingga Museum Kalbar: Satu Rangkaian Simfoni Budaya
Optimalisasi Taman Budaya tidak berdiri sendiri. Pemerintah
Provinsi Kalbar juga menyasar kawasan sekitarnya untuk dikembangkan sebagai
satu ekosistem budaya yang saling terhubung. Dalam kunjungan yang sama,
Gubernur Norsan menyempatkan diri meninjau Gedung Dekranasda Kalbar serta
Museum Kalimantan Barat yang letaknya berdekatan.
Di Dekranasda, ia menyoroti keberadaan ruang pertemuan baru yang sangat representatif dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai ruang multiguna. “Ruang ini bisa disewakan untuk kegiatan masyarakat seperti kunduri atau acara budaya lainnya,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa hasil penyewaan tersebut nantinya bisa digunakan untuk biaya pemeliharaan gedung agar tetap terawat dan berdaya guna.
Sementara itu, di Museum Kalbar, Norsan terlihat mencermati langsung kondisi fasilitas yang ada. Ia bahkan menyampaikan bahwa pemerintah sedang merancang rencana renovasi menyeluruh untuk meningkatkan kenyamanan dan daya tarik museum tersebut. Bagi Norsan, museum bukan hanya tempat menyimpan barang antik, melainkan jendela masa lalu yang bisa jadi inspirasi masa depan—terutama bagi generasi muda.
Menyulam Visi: Aset Daerah untuk Masa Depan Kreatif
Mantan Bupati Mempawah dua periode ini tak menampik bahwa
masih banyak pekerjaan rumah dalam mengelola aset-aset daerah yang tersebar di
berbagai titik Kalbar. Namun, ia optimistis bahwa dengan pendekatan yang tepat,
aset-aset ini bisa menjadi penopang utama ekonomi kreatif dan pariwisata
budaya.
“Kita ingin aset-aset ini tidak hanya berfungsi secara fisik, tetapi juga memiliki nilai serta manfaat ekonomi, sosial, dan budaya bagi masyarakat,” tegasnya.
Dengan kata lain, Gubernur Norsan hendak mengubah cara pandang masyarakat terhadap ruang-ruang publik. Tidak lagi sebagai lokasi pasif, tetapi sebagai titik hidup yang aktif—tempat tumbuhnya gagasan, tempat bertemunya komunitas, serta panggung bagi berbagai ekspresi kreatif, dari pertunjukan tari tradisional hingga pameran seni kontemporer.
Taman Budaya Sebagai Titik Kumpul Komunitas
Dalam beberapa tahun terakhir, Kalbar mengalami lonjakan
minat anak muda terhadap dunia seni dan budaya. Dari komunitas mural, kelompok
musik indie, teater jalanan, hingga UMKM yang mengusung kerajinan
lokal—semuanya membutuhkan ruang ekspresi yang aman, bebas, dan mendukung
proses kreatif.
Itulah sebabnya pemerintah memilih Taman Budaya Kalbar sebagai pusat gravitasi baru bagi aktivitas seni. Bukan hanya akan dibenahi dari segi fisik dan fasilitas, taman ini juga akan dikelola dengan pendekatan partisipatif—melibatkan komunitas sejak perencanaan hingga pelaksanaan program.
Bayangkan sebuah sore di taman itu: sekelompok anak muda duduk berdiskusi soal proyek film dokumenter lokal, sementara di panggung kecil, band akustik memainkan lagu-lagu bernuansa etnik. Tak jauh dari situ, pameran fotografi tentang budaya Dayak menarik perhatian pejalan kaki, dan seorang perajin tenun sedang memberi workshop bagi pengunjung. Inilah gambaran masa depan Taman Budaya Kalbar yang diimpikan.
Pendekatan Inklusif: Dari Remaja Hingga Seniman Senior
Satu hal yang ditekankan oleh Gubernur Norsan adalah
pentingnya ruang yang inklusif. Taman Budaya tidak hanya akan didesain untuk
anak muda atau pelaku seni profesional, tetapi juga terbuka bagi semua
kalangan. Dari pelajar sekolah dasar yang ingin belajar tari tradisional,
mahasiswa yang ingin berdiskusi soal sejarah, hingga seniman senior yang ingin
berbagi pengalaman hidup—semuanya akan difasilitasi.
“Kita tidak ingin ruang ini eksklusif atau elitis. Justru sebaliknya, ini harus menjadi ruang kolektif, di mana semua orang merasa memiliki dan merasa diterima,” ujarnya.
Kolaborasi Multistakeholder: Pemerintah, Komunitas, dan Dunia Usaha
Untuk mewujudkan cita-cita besar ini, tentu diperlukan
kolaborasi yang solid antara berbagai pihak. Pemerintah tidak bisa berjalan
sendiri. Peran komunitas seni, akademisi, dan bahkan sektor swasta juga sangat
penting.
Misalnya, ruang-ruang kerja bersama (co-working space) yang akan dibangun di Taman Budaya bisa diisi dengan kegiatan mentoring dari pelaku industri kreatif. Sementara itu, sektor swasta bisa berkontribusi melalui program CSR, seperti penyediaan alat produksi, pelatihan, atau bantuan pemasaran produk seni lokal ke pasar nasional bahkan internasional.
Taman Budaya Sebagai Lokomotif Ekonomi Kreatif
Tak dapat dimungkiri bahwa ekonomi kreatif menjadi salah satu sektor unggulan yang terus tumbuh, bahkan di tengah tekanan ekonomi global. Dengan mengoptimalkan Taman Budaya, Kalbar sejatinya sedang membangun lokomotif baru untuk menggerakkan roda ekonomi lokal.
Para pelaku seni bisa menjual karya mereka, pelaku UMKM bisa
memamerkan produk lokal, dan berbagai event budaya bisa menjadi magnet bagi
wisatawan. Bahkan, peluang ini bisa diperluas dengan menjadikan Taman Budaya
sebagai lokasi tetap untuk festival tahunan, pameran budaya nusantara, atau
pekan film dokumenter Borneo.
Lebih dari Sekadar Taman
Apa yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalbar
terhadap Taman Budaya Kalbar bukanlah sekadar renovasi taman. Ini adalah
langkah strategis untuk membangun peradaban lokal yang kreatif, terbuka, dan
berbasis budaya. Dalam jangka panjang, ini adalah investasi sosial yang
dampaknya akan terasa tidak hanya pada lanskap fisik kota, tapi juga pada
mental dan spiritual masyarakat Kalbar.
Jika rencana ini dijalankan dengan konsisten dan melibatkan banyak pihak, maka Taman Budaya Kalbar bisa menjadi contoh nasional—bahwa ruang publik bukan hanya milik kota besar seperti Jakarta atau Bandung, tetapi juga bisa tumbuh subur di tanah Borneo yang kaya budaya dan energi muda.
Dan siapa tahu? Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, Pontianak akan dikenal bukan hanya karena garis khatulistiwanya, tapi juga karena taman budayanya yang hidup—penuh warna, suara, dan semangat kolaborasi.