Penemuan 4.000 Hektare Tambang Tanpa Izin di Kawasan IKN Memicu Alarm Lingkungan dan Ekonomi
![]() |
| Ilustrasi AI |
IKN - Kawasan yang tengah dibangun sebagai ibu
kota baru bangsa, IKN, kini menghadapi tantangan serius di sektor lingkungan
dan tata kelola sumber daya alam. Tim Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal
IKN melaporkan telah menemukan sekitar 4.000 hektare kawasan tambang tanpa izin
yang beroperasi di dalam kawasan delineasi IKN, yang meliputi wilayah sebagian
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi
Kalimantan Timur. Temuan ini disampaikan oleh kepala Otorita IKN, Basuki
Hadimuljono, yang menegaskan bahwa temuan ini menunjukkan semakin masifnya
aktivitas pertambangan ilegal (PETI) di wilayah yang sepatutnya menjadi kawasan
strategis nasional dan kawasan hijau pembangunan ibu kota negara.
Menurut Basuki, aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya melanggar peraturan, tetapi juga telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan serta kerugian ekonomi dan sosial yang tidak kecil. Ia menyebut bahwa kawasan yang dibuka untuk tambang tanpa izin termasuk hutan lindung, kawasan cadangan, dan area yang seharusnya dilindungi di dalam rencana tata ruang IKN. Temuan seluas 4.000 hektare menjadi sinyal bahwa pengawasan dan penegakan hukum di lapangan harus diperkuat agar visi IKN sebagai kota hijau dan berkelanjutan tidak terkikis oleh aktivitas ilegal.
Pelaksanaan pengawasan oleh Satgas melibatkan pemasangan plang larangan di titik-titik bekas tambang ilegal — salah satu lokasi menonjol yang disebut adalah Bukit Tengkorak, di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Kutai Kartanegara. Di lokasi tersebut ditemukan operasi tambang batubara ilegal dengan hasil yang ditaksir mencapai ribuan metrik ton serta armada truk bermuatan batu bara yang keluar dari lokasi tanpa izin. Penemuan ini pun telah dilaporkan ke aparat penegak hukum di tingkat provinsi dan nasional agar dilakukan tindakan hukum tegas.
Langkah tegas telah dijanjikan oleh Otorita IKN dan Satgas. Basuki menyatakan bahwa seluruh aktivitas tambang tanpa izin akan dihentikan, pelaku akan ditindak, dan pengusaha yang terbukti melakukan aktivitas ilegal akan diwajibkan melakukan reklamasi atau penanaman kembali di area bekas tambang mereka. Ia menyebut bahwa pemasangan plang dan pembatasan akses di kawasan hutan lindung adalah bagian dari upaya untuk menghentikan “marak back door” pertambangan tanpa izin di kawasan strategis ibu kota baru.
Dukungan dari instansi lainnya juga menguat. Misalnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau agar seluruh pengusaha tambang segera mengurus legalitas dan izin yang diperlukan. Sedangkan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menyatakan kesiapan untuk mendukung penindakan bersama Otorita IKN. Pemerintah daerah provinsi juga menyatakan akan memperkuat koordinasi dengan Otorita IKN demi membersihkan kawasan IKN dari aktivitas ilegal seperti pertambangan tanpa izin, pembukaan lahan liar, dan pembangunan yang melanggar tata ruang.
Dampak dari temuan ini sangat luas. Dari sisi lingkungan, pembukaan lahan tambang ilegal di kawasan yang semestinya dilindungi mengakibatkan rusaknya fungsi ekosistem—termasuk hilangnya tutupan hutan, terganggunya aliran sungai dan drainase, serta meningkatnya risiko longsor dan erosi. Dari sisi ekonomi dan sosial, aktivitas ilegal menghilangkan potensi pendapatan negara dari royalti, izin, dan pajak yang seharusnya diperoleh melalui pertambangan legal. Selain itu, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan juga merasakan dampak negatif: pencemaran air, gangguan kesehatan, dan perubahan lingkungan hidup yang cepat.
Temuan seluas 4.000 hektare ini menjadi titik balik bahwa pengawasan kawasan IKN harus lebih aktif. Pemerintah menyadari bahwa IKN bukan hanya pembangunan gedung dan jalan, tetapi juga soal menjaga lingkungan dan mengelola sumber daya agar pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. Dalam hal ini, penegakan hukum dan tata kelola yang transparan menjadi kunci agar pembangunan tidak disertai resep kerusakan alam dan eksploitasi liar.
Upaya yang dilakukan pun bersifat multisektoral dan koordinatif. Satgas Penanggulangan Aktivitas Ilegal dipimpin oleh Otorita IKN dan melibatkan instansi militer, kepolisian, kejaksaan, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pemerintah daerah. Mereka bersama-sama melakukan pemetaan titik rawan tambang ilegal, pemasangan plang larangan, penertiban lokasi, hingga pengamanan lokasi bekas tambang sebelum dilakukan reklamasi. Langkah ini menunjukkan bahwa penanganan aktivitas ilegal di kawasan IKN bukan sekadar tugas satu instansi, melainkan agenda nasional yang membutuhkan sinergi.
Meskipun langkah ini sudah mulai diambil, tantangan masih besar. Kondisi geografis kawasan IKN yang luas dan terhubung dengan hutan, sungai, dan daerah yang sulit dijangkau, membuat pengawasan lapangan menjadi sulit. Selain itu, aktor tambang ilegal kerap menggunakan modus yang kompleks—misalnya menggunakan surat izin kuasa, jalan tikus, atau kerjasama tidak resmi dengan oknum di lapangan—yang mempersulit proses penindakan. Pemerintah menyadari bahwa selain penegakan, pencegahan melalui perizinan, pemantauan berbasis teknologi, dan pemberdayaan masyarakat lokal juga harus diperkuat.
Dalam jangka panjang, isu tambang ilegal ini mempunyai implikasi serius terhadap reputasi dan keberlanjutan IKN sebagai ibu kota negara. Sebagaimana visi yang diusung, IKN dirancang menjadi kota cerdas, hijau, dan berkelanjutan. Jika di kawasan inti atau penyangga ibu kota masih terjadi aktivitas ilegal yang merusak lingkungan, maka publik dan investor bisa memandangnya sebagai kelemahan dalam tata kelola negara. Oleh karena itu, penanganan tambang ilegal bukan saja soal lingkungan lokal, tetapi soal kredibilitas proyek besar ini secara nasional dan internasional.
Pemerintah daerah dan Otorita IKN pun menegaskan bahwa fasilitas pengaduan dan laporan masyarakat akan diperkuat agar warga sekitar dapat langsung melaporkan jika terdapat aktivitas mencurigakan. Teknologi seperti pemantauan satelit, drone, dan sensor juga sedang dipertimbangkan untuk mempercepat deteksi titik-titik tambang ilegal. Di sisi lain, edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi bagian dari strategi agar warga tidak menjadi korban eksploitasi, melainkan bagian dari pengawas dan penjaga lingkungan. Dengan demikian, model pengelolaan kawasan ibu kota baru ini akan mencakup aspek partisipasi masyarakat.
Terdapat pula agenda reklamasi dan restorasi kawasan yang rusak. Pemerintah dan Otorita IKN telah menetapkan bahwa pengusaha tambang ilegal yang tertangkap akan diwajibkan membiayai penanaman kembali dan pemulihan fungsi kawasan. Hal ini penting agar kawasan yang sekarang rusak bisa kembali hijau dan fungsional sebagai penyangga ekologi ibu kota. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa reklamasi akan membutuhkan sumber daya, waktu, dan komitmen yang besar—bukan tugas mudah mengubah bekas tambang liar menjadi hutan atau lahan produktif kembali.



