Pemprov Kalsel dan BI Gelar HLM TPID: Perkuat Sinergi Kendalikan Inflasi Menjelang Nataru 2025
![]() |
Ilustrasi AI |
Kalimatan Selatan, 17 Oktober 2025 – Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) bekerja sama dengan Bank Indonesia
(BI) menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
pada Rabu, 15 Oktober 2025, di Surabaya, Jawa Timur. Acara ini menjadi platform
strategis untuk mempererat koordinasi antar pemangku kepentingan guna menjaga
stabilitas harga dan mengendalikan inflasi, khususnya menjelang Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru 2025. Pengendalian inflasi yang
efektif dianggap sebagai kunci utama dalam menjaga kesejahteraan masyarakat
Kalsel.
Gubernur Kalimantan Selatan sekaligus Ketua TPID Provinsi,
Muhidin, yang hadir dan membuka acara, menegaskan bahwa inflasi terkendali
adalah fondasi bagi kemakmuran rakyat. "Inflasi yang terkendali berarti
kesejahteraan masyarakat terjaga," ujar Muhidin, seperti dikutip dari
Tempo.co. Ia menambahkan, "Kita harus pastikan harga pangan strategis
tetap stabil, terutama menjelang HBKN Nataru." Pernyataan ini disampaikan
di tengah kekhawatiran potensi kenaikan permintaan barang pokok selama libur
akhir tahun, yang sering kali memicu gejolak harga di daerah penghasil
komoditas seperti Kalsel.
Latar Belakang dan Pentingnya HLM TPID
HLM TPID merupakan agenda rutin tahunan yang dirancang untuk
menyinkronkan strategi pengendalian inflasi di tingkat daerah. Di Kalsel, yang
bergantung pada sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan, inflasi sering
dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti fluktuasi harga cabai, beras, dan
daging ayam. Data BI mencatat bahwa inflasi Kalsel pada September 2025 berada
di kisaran 2,5 persen year-on-year, lebih rendah dari rata-rata nasional,
berkat intervensi dini seperti operasi pasar.
Acara di Surabaya ini dihadiri oleh Forum Koordinasi
Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kalsel, seluruh bupati dan wali kota, pimpinan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi, serta perwakilan instansi
vertikal seperti Kementerian Perdagangan. Kehadiran BI sebagai mitra utama
menekankan peran lembaga moneter dalam memantau indikator makroekonomi.
"Koordinasi lintas sektor adalah kunci sukses pengendalian inflasi,"
kata Kepala Kantor Perwakilan BI Kalsel, yang turut hadir dalam pertemuan.
Muhidin mengajak para kepala daerah untuk lebih proaktif. Ia
meminta bupati dan wali kota memperkuat sinkronisasi dengan TPID, termasuk
pemantauan harga harian melalui aplikasi e-Monitoring dan intervensi cepat saat
ditemukan lonjakan. "Operasi pasar murah, penguatan cadangan pangan, dan
dukungan distribusi harus dilakukan secara cepat dan tepat," tegasnya.
Strategi ini diharapkan dapat mencegah kenaikan harga berlebih, terutama untuk
34 komoditas prioritas seperti minyak goreng dan gula.
Strategi Penguatan Sinergi Antar Pemangku Kepentingan
Salah satu fokus utama HLM adalah penguatan peran dunia
usaha dalam menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Muhidin menyoroti
kontribusi swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan asosiasi pangan.
"Di sinilah peran swasta, BUMD, dan asosiasi pangan sangat penting,"
katanya. Contohnya, kolaborasi dengan Bulog untuk menjaga stok beras di
gudang-gudang provinsi, serta kemitraan dengan petani lokal untuk meningkatkan
produksi cabai rawit.
Selain itu, dukungan terhadap program Makan Bergizi Gratis
(MBG) yang baru diluncurkan pemerintah pusat menjadi sorotan. Muhidin menyebut
MBG sebagai langkah positif untuk tingkatkan gizi anak sekolah, tapi harus
diimbangi dengan pengelolaan pasokan yang optimal. "Program ini bisa
mendorong permintaan, jadi kita perlu antisipasi agar tidak memicu inflasi
sekunder," ujarnya. TPID Kalsel berencana mengintegrasikan MBG ke dalam
rencana cadangan pangan daerah, dengan target stok tiga bulan ke depan.
Pertemuan juga membahas pemanfaatan teknologi untuk
monitoring. BI memperkenalkan dashboard digital terintegrasi yang memungkinkan
pemantauan real-time harga di pasar tradisional Banjarmasin hingga Tanah Bumbu.
"Dengan data akurat, kita bisa responsif terhadap volatilitas,"
tambah Muhidin, yang mendorong kabupaten/kota untuk adopsi tools serupa.
Pengendalian inflasi bukan hanya soal angka, tapi langsung
berdampak pada daya beli masyarakat. Di Kalsel, di mana indeks harga konsumen
didominasi pangan (sekitar 45 persen), stabilitas harga berarti pengurangan
beban bagi keluarga miskin. Analis ekonomi lokal memperkirakan bahwa jika
inflasi ditekan di bawah 3 persen hingga akhir 2025, pertumbuhan ekonomi
provinsi bisa mencapai 5,5 persen, didorong sektor konsumsi rumah tangga.
Muhidin juga menyinggung tantangan musiman, seperti panen
raya yang kadang menekan harga tapi rawan fluktuasi pasca-panen. "Kita
harus dukung petani melalui subsidi pupuk dan akses pasar yang lebih
baik," katanya. Acara HLM ini diharapkan melahirkan rekomendasi konkret,
seperti peningkatan anggaran operasi pasar di APBD 2026.
Meski optimis, tantangan tetap ada, seperti rantai pasok
yang panjang di wilayah pedalaman dan pengaruh cuaca ekstrem. Muhidin
berkomitmen untuk evaluasi bulanan TPID, dengan target inflasi Nataru di bawah
0,5 persen month-to-month. "Sinergi ini harus berkelanjutan, bukan sekadar
seremoni," tegasnya.
BI menambahkan bahwa program ini sejalan dengan target
nasional inflasi 2,5±1 persen. "Kalsel punya potensi besar sebagai lumbung
pangan, asal koordinasi terjaga," ujar perwakilan BI.
HLM TPID 2025 menjadi momentum kuat bagi Pemprov Kalsel dan BI untuk wujudkan sinergi pengendalian inflasi. Dengan peran aktif seluruh stakeholder, stabilitas harga menjelang Nataru bisa terwujud, sekaligus dukung kesejahteraan rakyat. Masyarakat diimbau ikut waspada terhadap spekulasi harga dan laporkan gejolak ke dinas terkait.
Artikel ini disusun berdasarkan laporan resmi dari Tempo.co,
dengan tujuan berikan informasi akurat tentang HLM TPID Kalsel. Untuk update
terkini, pantau situs resmi Pemprov Kalsel atau BI.