IKN TIME

IKN TIME

  • IKN
  • Pembangunan
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Borneo
  • _Kalbar
  • _Kaltim
  • _Kalsel
  • _Kalteng
  • _Kaltara
  • _Sarawak
  • _Sabah
  • _Brunei
  • Budaya
  • _Dayak
  • _Melayu
  • _Tionghoa
  • _Seni
  • _Sejarah
  • _Sastra
  • Hidup
  • _Inspirasi
  • _Sosok
  • _Kesehatan
  • _Pendidikan
  • _Wisata
  • _Hiburan
  • _Olahraga
  • Iptek
  • _Sain
  • _Teknologi
  • Buku
  • Loker
  • Home
  • Budaya
  • Kaltara
  • Kaltim

Detik-Darah Bahasa: 16 Bahasa Daerah di Kaltim-Kaltara Terancam Punah, Balai Bahasa Gencarkan Revitalisasi

By IKN TIME
October 22, 2025

 

Ilustrasi AI

Di lanskap alam Kalimantan yang luas—dengan sungai yang membelah hutan, pulau-karang, dan kampung pedalaman yang tersebar—terdapat warisan budaya yang tak kasat mata namun sangat berharga: bahasa-ibu yang menjadi identitas suatu suku. Namun di tengah gemerlap pembangunan dan mobilitas tinggi, warisan ini mulai meredup. Di wilayah provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara tercatat setidaknya 16 bahasa daerah berada di ujung tanduk kepunahan. Fenomena ini bukan sekadar statistik, melainkan panggilan serius agar tidak terlambat menyelamatkan denyut nadi nilai budaya yang perlahan hilang.

Menurut laporan dari Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, yang berada di bawah koordinasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ancaman ini muncul karena kombinasi sejumlah faktor. “Bahasa sudah kehilangan fungsi sosialnya sebagai sarana komunikasi sehari-hari,” ujar penelaah teknis kebijakan di Balai Bahasa Kaltim. Faktor seperti urbanisasi, dominasi bahasa nasional, generasi muda yang memilih bahasa Indonesia atau bahasa asing untuk mobilitas sosial dan ekonomi, serta minimnya dokumentasi bahasa lokal jadi penyebab utama.

Sebagai gambaran, salah satu bahasa yang paling kritis adalah bahasa Suku Punan, suku yang tinggal di wilayah pedalaman Kabupaten Mahakam Hulu. Bahasa Punan kini hanya dituturkan oleh sejumlah kecil penutur tua—anak-anak atau generasi muda hampir tidak menggunakan bahasa ibu mereka dalam keseharian. Ketika fungsi keluarga atau komunitas lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia, maka transmisi ke generasi berikutnya pun tertunda atau terhenti sama sekali. Studi pemetaan kategorial menyebut bahwa kondisi bahasa-daerah di wilayah ini masuk dalam kategori Tipologi C: bahasa yang sudah mengalami kemunduran signifikan dan jarang diajarkan bahkan di sekolah.

Revitalisasi menjadi kata kunci dalam upaya penyelamatan. Balai Bahasa Kaltim mulai sejak 2022 memilih beberapa bahasa prioritas yang memiliki akar budaya kuat atau regulasi daerah yang mendukung, seperti Bahasa Paser, Bahasa Melayu Kutai, dan Bahasa Benuaq. Di Kalimantan Utara, bahasa-prioritas seperti Bahasa Bulungan dan Bahasa Tidung juga telah masuk agenda. Prosesnya bukan hanya retorika, tapi melibatkan langkah konkret: pelatihan guru, bahan ajar muatan lokal, dokumentasi audio-visual, serta kegiatan ekstrakurikuler yang mengajak siswa SD/SMP menggunakan bahasa daerah dalam format lomba, cerita rakyat, komedi tunggal, hingga media sosial.

Pendekatan edukatif ini dikombinasikan dengan kerja sama sekolah, komunitas adat, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah. Dalam satu sekolah pilot, guru-guru yang dulu hanya menggunakan Bahasa Indonesia diberi workshop oleh penutur asli bahasa daerah. Mereka belajar menyusun silabus bahasa daerah dan mengoptimalkan bahasa tersebut sebagai muatan lokal. Anak-anak diajak bernyanyi, bercerita, bahkan membuat vlog singkat menggunakan bahasa ibu mereka. “Kami ingin agar anak muda tidak sekadar tahu bahwa bahasa ibu mereka ada, tetapi merasa bangga menggunakannya,” kata anggota tim revitalisasi.

Tidak kalah pentingnya adalah dokumentasi bahasa-daerah yang terancam. Balai Bahasa Kaltim telah merekam profil penutur tertua, menyusun kamus mini, buku cerita dwibahasa (Indonesia & bahasa daerah), serta menyimpan arsip suara penutur asli. Arsip ini menjadi jaminan bahwa meskipun suatu bahasa tidak lagi aktif digunakan, jejaknya masih ada sebagai bagian dari kekayaan nasional. Para peneliti linguistik dari universitas lokal digandeng untuk melakukan etnografi, menganalisa struktur bahasa, dialek, dan perkembangan penggunaan. Hal ini penting agar kebijakan dan program yang dirancang berbasis data nyata, bukan asumsi semata.

Tantangan yang dihadapi sangat besar. Mobilitas penduduk tinggi—termasuk relokasi pekerja, perpindahan pendatang ke wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) atau wilayah perintis—mengakibatkan komunitas penutur asli terpecah atau berinteraksi dengan kelompok lain yang memiliki bahasa dominan berbeda. Orang tua di daerah urban sering memilih menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa nasional lainnya agar anak “lebih mudah” bergaul di sekolah dan kemudian dunia kerja. Pilihan pragmatis ini sayangnya mempercepat hilangnya fungsi bahasa daerah di lingkungan keluarga. Selain itu, infrastruktur bahasa (buku, media, aplikasi) sangat sedikit untuk bahasa-daerah minor, sehingga generasi muda tidak memiliki akses untuk belajar atau menggunakan bahasa ibu mereka secara modern.

Di sekolah-sekolah pun, penggunaan bahasa daerah masih rendah. Banyak sekolah belum menjadikan bahasa lokal sebagai muatan lokal secara sistematis, atau bahkan tidak ada guru yang kompeten mengajarkannya. Balai Bahasa sendiri mencatat bahwa koleksi buku bacaan berbahasa daerah sangatlah terbatas di provinsi ini. Tanpa intervensi cepat, bahasa-daerah bisa hanya menjadi “pameran” budaya dalam upacara-adat tanpa pernah digunakan dalam percakapan harian.

Namun di tengah kondisi tersebut, ada titik terang. Beberapa bahasa yang memang dilakukan revitalisasi sejak awal mulai menunjukkan pergerakan positif. Misalnya Bahasa Melayu Kutai yang kini makin populer di kalangan remaja Samarinda maupun Balikpapan melalui lagu dan media sosial. Untuk Bahasa Paser pun, sudah ada Peraturan Bupati yang menetapkan bahasa tersebut sebagai muatan lokal di sekolah. Dari sini, muncul harapan bahwa jika upaya ini diikuti secara konsisten, bisa menjadi model untuk bahasa-daerah lainnya.

Revitalisasi juga dilihat sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks pembangunan IKN dan masuknya arus global, tidak hanya infrastruktur yang harus dibangun, tetapi juga identitas budaya yang lestari. Bahasa-daerah menjadi faktor penting agar pembangunan tidak membuat masyarakat kehilangan akar mereka. Pemerintah daerah, bersama Balai Bahasa, menegaskan bahwa pelestarian bahasa harus berjalan paralel dengan pembangunan fisik dan ekonomi agar identitas tidak terkikis oleh modernitas.

Keterlibatan generasi muda menjadi salah satu fokus utama strategi penyelamatan. Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) digelar dengan melibatkan siswa SD/SMP dalam lomba mendongeng, menulis cerpen, atau komedi tunggal menggunakan bahasa daerah mereka masing-masing. Media sosial pun dimanfaatkan: konten TikTok, Instagram Reels, podcast lokal dengan bahasa ibu menjadi cara agar bahasa-daerah menjangkau anak muda di zaman digital. Dengan format yang lebih dekat dengan gaya hidup mereka, diharapkan bahasa-daerah tak hanya “dikodifikasi” di buku, tetapi hidup dan digunakan sehari-hari.

Strategi ini juga melibatkan keluarga sebagai titik awal. Balai Bahasa mengajak orang tua untuk memakai bahasa ibu dalam komunikasi rumah tangga walau hanya beberapa menit sehari, agar anak-anak mulai terbiasa mendengar, berbicara, dan menganggap bahasa tersebut bagian dari identitas mereka. Bila bahasa berhenti di lingkungan formal sekolah dan tidak digunakan di rumah, fungsinya akan cepat hilang. Salah satu narasumber mencatat bahwa di beberapa kampung di Kutai Barat, ketika orang tua mulai mengajak anak mereka berbicara dalam bahasa daerah saat bermain atau bercerita malam, anak-anak mulai menunjukkan antusiasme baru.

Meski demikian, kunci keberhasilan adalah keberlanjutan. Program ini bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan harus menjadi gerakan kolektif yang dibangun secara sistematis dan didukung anggaran, regulasi, serta sumber daya manusia yang memadai. Balai Bahasa Kaltim mengajak pemerintah daerah (kabupaten/kota) untuk menyiapkan regulasi daerah, alokasi anggaran, dan pelibatan komunitas agar program dapat bertahan lama. Dalam pertemuan beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa daerah yang sudah menetapkan kebijakan lokal untuk muatan bahasa daerah di sekolah menunjukkan hasil lebih cepat.

Bahasa-daerah bukan hanya warisan masa lalu; mereka menyimpan filosofi, kosakata unik, lore lokal, pengetahuan lingkungan, kearifan adat, yang tidak bisa digantikan oleh bahasa dominan. Jika satu bahasa pun hilang, maka hilang pula satu cara komunitas melihat dunia. Dengan data bahwa di Indonesia ada ratusan bahasa yang terancam, dan salah satunya berasal dari Kalimantan Timur, maka urgensi penyelamatan menjadi sangat tinggi.

Upaya revitalisasi yang saat ini dilakukan memiliki potensi menjadikan Kalimantan Timur dan utara sebagai laboratorium pelestarian bahasa-daerah. Bila berhasil, model ini bisa direplikasi di provinsi lain. Dengan basis masyarakat yang beragam, kesadaran budaya yang tinggi, dan dukungan institusi, bukan mustahil bahwa bahasa-daerah yang nyaris padam bisa kembali bangkit, menjadi bagian hidup masyarakat, dan tidak hanya menjadi artefak budaya.

Kekuatan gerakan ini ada pada kolaborasi: sekolah yang mau menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal, komunitas adat yang bersedia mentransfer pengetahuan generasi muda, pemerintah daerah yang menyusun regulasi dan mendanai program, dan media sosial yang membantu menjangkau generasi baru. Bila faktor-faktor ini bersinergi, maka gelombang kepunahan bisa diperlambat atau bahkan dihentikan.


Tags:
  • Budaya
  • Kaltara
  • Kaltim
Share:
Also read
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
IKN TIME
IKN TIME
IKN TIME adalah sebuah sebuah sindikasi informasi yang berisikan berita politik, ekonomi, budaya lintas negara di Borneo. Terutama yang terkait dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan seluruh aspek kehidupan di pulau Borneo
Related news
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Latest news
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Show more

Most popular
  • Museum Kalbar Masuki Era Digital: Koleksi Dipindahkan ke Dunia Maya Melalui Proses Barcode dan Visualisasi Modern

    August 12, 2025
    Museum Kalbar Masuki Era Digital: Koleksi Dipindahkan ke Dunia Maya Melalui Proses Barcode dan Visualisasi Modern
  • Transformasi Pendidikan di Kaltim: Digitalisasi melalui Interactive Flat Panel (IFP)

    September 27, 2025
    Transformasi Pendidikan di Kaltim: Digitalisasi melalui Interactive Flat Panel (IFP)
  • Prabowo Genjot Proyek Strategis Nasional di Kalimantan Barat: Langkah Besar Menuju Transformasi Ekonomi

    March 02, 2025
    Prabowo Genjot Proyek Strategis Nasional di Kalimantan Barat: Langkah Besar Menuju Transformasi Ekonomi
  • Menata Kaltim di Era IKN: Wacana Sepuluh Kabupaten dan Kota Baru Demi Pembangunan Merata

    October 24, 2025
    Menata Kaltim di Era IKN: Wacana Sepuluh Kabupaten dan Kota Baru Demi Pembangunan Merata
  • Jejak Pionir dari Rimba Kalimantan: Mengupas Peran A.R. Mecer yang Menggugat Paradigma Ekonomi Modern

    October 06, 2025
    Jejak Pionir dari Rimba Kalimantan: Mengupas Peran A.R. Mecer yang Menggugat Paradigma Ekonomi Modern
Most popular tags
  • Advertorial
  • Cerita Rakyat
  • English
  • Militer
  • Pemilu
IKN TIME
Company
  • About Us
  • Contact Us
  • Careers
  • Advertise With Us
Legal & Privacy
  • Terms of Service
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
News
  • English News
  • Pemilu
  • Militer
  • Cerita Rakyat
Community
  • Loker
  • Dayak
  • Melayu
  • Tionghoa
Copyright © 2025 IKN TIME. All rights reserved.
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo