China, Korea Selatan, dan Jepang Bersaing Ketat Rebut Proyek Lingkungan di Penyangga IKN
![]() |
| Ilustrasi AI |
IKN – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan
Timur (Kaltim) menjadi magnet kuat bagi investor global, khususnya dari China,
Korea Selatan, dan Jepang. Ketiga negara ini memimpin persaingan untuk
memenangkan proyek-proyek berkelanjutan di wilayah penyangga IKN, dengan fokus
utama pada sektor lingkungan. Data dari Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kaltim
mencatat nilai kepeminatan investasi mencapai 183,39 juta dolar AS atau setara
Rp 2,98 triliun, menandakan pergeseran menuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa Kaltim tidak lagi hanya dikenal sebagai pusat
pertambangan dan sawit, melainkan sebagai destinasi inovasi berkelanjutan.
Magnet IKN dan Tren Ekonomi Hijau
IKN, yang dirancang sebagai ibu kota pintar dan
berkelanjutan di Penajam Paser Utara, telah mengubah peta investasi Kaltim.
Kepala Perwakilan BI Kaltim, Budi Widihartanto, mengungkapkan bahwa Mahakam
Investment Forum (MIF) 2025 mencatat 85 jadwal One on One Meeting (O3M) dari
delapan proyek siap tawar (Investment Project Ready to Offer/IPRO). Hasilnya,
12 Letter of Intent (LoI) telah ditandatangani, mencerminkan komitmen serius
investor asing. Dalam wawancara dengan Kompas.com pada 11 Oktober 2025, Budi
menegaskan bahwa minat terbesar datang dari Asia Timur, diikuti Eropa, dengan
fokus pada proyek-proyek ekonomi berkelanjutan.
China, Korea Selatan, dan Jepang mendominasi karena
keunggulan teknologi mereka di bidang lingkungan. Ketiganya melihat Kaltim
sebagai pasar strategis untuk menerapkan solusi hijau di negara berkembang.
Belanda dan Republik Ceko juga menunjukkan antusiasme, namun lebih selektif
dengan memilih proyek yang mendukung masa depan, bukan eksploitasi sumber daya
alam seperti di masa lalu. Pergeseran ini sejalan dengan agenda global seperti
Paris Agreement dan Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, di mana Indonesia
berkomitmen membangun IKN sebagai kota rendah karbon.
Wilayah penyangga IKN, seperti Balikpapan dan Penajam,
menjadi fokus karena peran krusialnya dalam mendukung infrastruktur ibu kota
baru. Dengan proyeksi lonjakan populasi, kebutuhan akan pengelolaan limbah,
logistik, dan hilirisasi sumber daya menjadi prioritas. Investasi di
sektor-sektor ini tidak hanya mendukung IKN tetapi juga mendorong pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Kaltim.
Proyek Pengelolaan Sampah Balikpapan Paling Diminati
Proyek Balikpapan Waste Management menjadi sorotan utama di
MIF 2025, mencatatkan 15 jadwal O3M—angka tertinggi di antara semua proyek.
Inisiatif ini berfokus pada pengelolaan sampah modern, termasuk daur ulang dan
konversi limbah menjadi energi atau produk bernilai tinggi. Minat besar dari
China dan Korea Selatan menunjukkan bahwa kedua negara ini memprioritaskan
teknologi ramah lingkungan untuk pasar berkembang.
Penandatanganan LoI oleh Korea-Indonesia Industrial and
Technological Cooperation Center (KITC), China Energy Conservation and
Environmental Protection Group, Trade Commissioner Embassy of Belgium, dan PT
Nestle Indonesia memperkuat komitmen terhadap proyek ini. Nestle, misalnya,
menunjukkan fokus pada keberlanjutan dalam rantai pasoknya, sementara China dan
Korea membawa pengalaman dari kota-kota besar seperti Beijing dan Seoul.
Teknologi seperti daur ulang berbasis AI dan pengolahan limbah menjadi energi menjadi
daya tarik utama.
Proyek ini krusial karena Balikpapan, sebagai kota terdekat
dengan IKN, harus menjaga kualitas lingkungan agar tidak mengganggu ekosistem
ibu kota baru. Pengelolaan sampah yang buruk bisa mencemari air dan udara,
sehingga teknologi canggih dari investor asing menjadi solusi strategis. Lebih
dari sekadar membuang limbah, proyek ini bertujuan menciptakan ekosistem
sirkular di mana sampah diubah menjadi sumber daya baru, seperti pupuk atau
bahan baku industri.
Hilirisasi Sawit dan Pangan Juga Menarik Perhatian
Selain pengelolaan sampah, proyek hilirisasi sawit dan
pangan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga mendapat perhatian besar. Proyek
Oleochemical mencatatkan 12 O3M, sementara Oleofood mencapai 11 O3M. Kedua
proyek ini berfokus pada pengolahan bahan mentah seperti sawit menjadi produk
bernilai tinggi, seperti bahan kimia untuk kosmetik, farmasi, dan biofuel,
serta produk pangan olahan.
Jepang, dengan keunggulan di teknologi presisi, kemungkinan
besar tertarik pada proyek ini karena pengalaman mereka di bioekonomi. Korea
Selatan dan China juga melihat potensi besar, terutama karena Kaltim adalah
salah satu produsen sawit terbesar di Indonesia. Hilirisasi ini sejalan dengan
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi
ketergantungan pada komoditas mentah. Selain itu, pendekatan berkelanjutan
dalam proyek ini membantu meminimalkan limbah dan deforestasi, menciptakan lapangan
kerja baru, dan mendukung ekonomi lokal.
Investasi di Infrastruktur Logistik
Sektor logistik juga menjadi magnet investasi. Proyek
Loading-Unloading Facility di Pelabuhan Penajam, Buluminung Industrial State,
berhasil menarik LoI dari China State Construction Port Engineering Group, Ltd.
Pelabuhan ini akan menjadi tulang punggung distribusi barang ke IKN, memastikan
rantai pasok yang efisien tanpa meningkatkan emisi karbon berlebih.
Infrastruktur seperti ini penting untuk mendukung proyek-proyek hijau dan
memastikan kelancaran operasional IKN.
China, dengan pengalaman dalam proyek-proyek infrastruktur
global melalui Belt and Road Initiative, melihat pelabuhan ini sebagai peluang
strategis. Namun, penting bagi Indonesia untuk memastikan kerjasama ini
mencakup transfer teknologi dan pelatihan tenaga kerja lokal agar manfaatnya
dirasakan secara luas.
Dampak dan Tantangan ke Depan
Investasi senilai Rp 2,98 triliun ini membuka peluang besar
bagi Kaltim untuk menjadi model ekonomi hijau di Indonesia. IKN tidak hanya
menjadi proyek nasional tetapi juga platform kolaborasi internasional. Selain
proyek lingkungan dan logistik, minat lain seperti pembangunan sekolah
internasional oleh Pakistan dan Command Center IKN yang didukung perusahaan
Amerika menunjukkan diversifikasi investasi. Command Center ini, misalnya,
dijadwalkan beroperasi pada akhir 2025, menambah dimensi teknologi canggih di
ibu kota baru.
Namun, tantangan tetap ada. Regulasi yang ketat diperlukan
untuk mencegah eksploitasi lingkungan atau ketergantungan berlebih pada
investor asing. Proyek pengelolaan sampah harus diawasi agar tidak menjadi
sumber polusi baru. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal harus
diprioritaskan untuk memastikan manfaat ekonomi dirasakan secara merata.
Transparansi, seperti yang ditunjukkan BI melalui laporan MIF 2025, akan
menjadi kunci keberhasilan.
Persaingan China, Korea Selatan, dan Jepang di proyek-proyek lingkungan penyangga IKN menandakan era baru bagi Kaltim. Dari pengelolaan sampah Balikpapan hingga hilirisasi sawit, investasi ini bukan sekadar angka, melainkan langkah menuju pembangunan berkelanjutan. Dengan nilai kepeminatan 183,39 juta dolar AS, Kaltim berpotensi menjadi pusat inovasi hijau di Indonesia Timur.
Keberhasilan ini akan bergantung pada eksekusi yang cermat dan kolaborasi lintas pihak. Pemerintah, investor, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa janji ekonomi hijau terwujud tanpa mengorbankan lingkungan atau kesejahteraan lokal. Bagi yang ingin mengikuti perkembangan, forum seperti MIF 2025 akan terus menjadi sumber informasi penting. Indonesia sedang menapaki jalan menuju masa depan yang lebih hijau, dan Kaltim adalah titik awalnya.



