Bank Kalsel Akui Salah Input Data: Dana Rp5,1 Triliun Bukan Milik Pemkot Banjarbaru, Tapi Pemprov Kalsel
![]() |
| Ilustrasi AI |
Banjarbaru – Polemik dana mengendap yang sempat
mengguncang opini publik Kalimantan Selatan akhirnya terjawab. Bank Kalimantan
Selatan (Bank Kalsel) secara resmi mengakui adanya kesalahan input data yang
membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarbaru seolah memiliki simpanan Rp5,16
triliun di perbankan. Angka fantastis itu, yang menempatkan Banjarbaru di
posisi ketiga nasional, ternyata milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
(Pemprov Kalsel) akibat kekeliruan administratif murni.
Direktur Utama Bank Kalsel, Fachrudin, menjelaskan dalam
keterangan tertulis yang diterima media pada Selasa (28/10/2025) bahwa
kesalahan terjadi pada pengisian sandi Golongan Pihak Lawan (GPL) di sistem
internal bank. "Kesalahan ini bersifat administratif dan sama sekali tidak
memengaruhi status kepemilikan maupun nilai saldo yang sebenarnya," tegas
Fachrudin. Total 13 rekening dengan saldo Rp4,746 triliun, yang sebagian besar
berupa deposito Rp3,9 triliun, seharusnya tercatat atas nama Pemprov Kalsel
dengan kode S131301L (Pemerintah Provinsi). Namun, keliru dimasukkan sebagai
kode Pemerintah Kota (S131302L) atau Kabupaten (S131303L), sehingga muncul
sebagai milik Pemkot Banjarbaru.
Fachrudin menegaskan bahwa dana tersebut aman dan terkelola
dengan baik di Bank Kalsel. "Bank Kalsel menegaskan bahwa kesalahan yang
terjadi adalah murni kesalahan administratif dan dananya tercatat di Bank
Kalsel," ujarnya. Kekeliruan ini teridentifikasi melalui proses
rekonsiliasi data, bukan akumulasi kesalahan berulang. Segera setelah
terdeteksi, bank melakukan koreksi dan klarifikasi ke Bank Indonesia (BI)
sebagai regulator, serta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri), dan Pemkot Banjarbaru. Proses ini telah selesai,
memastikan laporan keuangan bank kini akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kasus ini bermula dari pernyataan Menteri Keuangan Purbaya
Yudhi Sadewa pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di
Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025). Purbaya menyoroti fenomena dana pemda
mengendap di perbankan mencapai Rp234 triliun per September 2025, yang
menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional ke arah 8 persen sesuai
RPJMN 2025-2029. Dari 15 daerah teratas, tiga di Kalsel: Pemprov Kalsel (Rp5,9
triliun), Pemkot Banjarbaru (Rp5,16 triliun), dan Kabupaten Balangan (Rp1,8
triliun). Purbaya menekankan, dana ini bukan kekurangan anggaran, tapi
lambatnya realisasi belanja, dan memperingatkan potensi temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Pernyataan itu langsung memicu reaksi cepat dari Wali Kota
Banjarbaru, Hj. Erna Lisa Halaby. "Data Menkeu keliru. Pendapatan daerah
kami belum Rp1 triliun, mustahil punya dana mengendap segitu," tegas Lisa
saat mengirim surat klarifikasi nomor 900.1/1473-SET/X/BPKAD/2025 ke Kemenkeu
dan BI pada 20 Oktober 2025. Ia memimpin rapat sinkronisasi data di Gedung H
Lantai 8 Kemendagri, Jakarta, Jumat (24/10/2025), melibatkan Wakil Mendagri
Akhmad Wiyagus, Dirjen Bina Keuangan Daerah Dr. A Fatoni MSi, perwakilan BI,
Kemenkeu, dan Bank Kalsel. Hasilnya: kesalahan input sepenuhnya di Bank Kalsel,
dan Banjarbaru bersih dari tuduhan.
Plt Kepala BPKAD Banjarbaru, Sri Lailana, menambahkan bahwa
APBD Banjarbaru 2025 hanya Rp1,48 triliun, dengan realisasi pendapatan hingga
19 Oktober Rp965,84 miliar (64,99 persen). "Kode wilayah Pemprov
dimasukkan sebagai milik Pemkot. Ini kelalaian tak bisa dianggap sepele, karena
coreng nama baik daerah," katanya. Lisa menekankan komitmen transparansi:
"Kami tegaskan Pemkot Banjarbaru tidak punya dana mengendap Rp5,16
triliun. Ini pelajaran untuk sinergi data antarlembaga."
Gubernur Kalsel, H. Muhidin, turut angkat bicara pada
konferensi pers di Banjarbaru, Selasa (28/10/2025). "Pernyataan Menkeu
terlalu cepat, seperti koboi salah tembak. Dana Rp4,746 triliun milik Pemprov,
bukan mengendap tapi dikelola sementara untuk belanja strategis. Per 30
September, deposito Rp3,9 triliun beri bunga 6,5 persen atau Rp21 miliar per
bulan – menguntungkan daerah," bantahnya. Hingga 28 Oktober, Pemprov tarik
Rp268 miliar untuk belanja, sisa kas Rp4,477 triliun. Muhidin panggil manajemen
Bank Kalsel untuk evaluasi, minta klarifikasi pusat agar tak timbul persepsi
negatif. "Pengelolaan kami transparan, terencana, bertanggung jawab."
Kasus ini bagian dari isu nasional dana pemda mengendap.
Purbaya catat Rp653,4 triliun total (pusat Rp399 triliun, daerah Rp254,4
triliun) per Agustus 2025, dengan simpanan berjangka naik Rp81,4 triliun.
Mendagri Tito Karnavian satukan suara: "Dana jangan mengendap, segera
belanjakan untuk rakyat." Selisih data Kemendagri (Rp215 triliun) dan BI
(Rp233,97 triliun) disebabkan perbedaan cut-off pelaporan.
Pengamat keuangan seperti Muhidin dari Habar Kalimantan
menilai Bank Kalsel harus bertanggung jawab penuh. "Ini potensi korupsi
jika tak diusut. Evaluasi sistem wajib, transparansi data krusial untuk
akuntabilitas." Fachrudin janji perkuat sistem: "Ini pembelajaran
untuk manajemen risiko dan kepatuhan."
Dampaknya luas: reputasi daerah tercoreng sementara, tapi
respons cepat selamatkan citra. Di Banjarbaru, Lisa dorong percepatan belanja
APBD untuk infrastruktur dan sosial. Pemprov fokus manajemen kas efisien,
manfaatkan bunga deposito untuk tambah PAD. Nasional, Purbaya siapkan pinjaman
Rp240 triliun untuk daerah, tapi ingatkan verifikasi data BI valid.
Kasus salah input data Bank Kalsel jadi pengingat betapa
vitalnya akurasi digital di era transparansi. Dengan sinergi antarlembaga,
Kalsel tunjukkan komitmen tata kelola baik. Masyarakat harap tak ada lagi
'koboi salah tembak' yang ganggu pembangunan. Ini bukan akhir, tapi momentum
perbaiki sistem untuk Kalsel maju.



