IKN TIME

IKN TIME

  • IKN
  • Pembangunan
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Borneo
  • _Kalbar
  • _Kaltim
  • _Kalsel
  • _Kalteng
  • _Kaltara
  • _Sarawak
  • _Sabah
  • _Brunei
  • Budaya
  • _Dayak
  • _Melayu
  • _Tionghoa
  • _Seni
  • _Sejarah
  • _Sastra
  • Hidup
  • _Inspirasi
  • _Sosok
  • _Kesehatan
  • _Pendidikan
  • _Wisata
  • _Hiburan
  • _Olahraga
  • Iptek
  • _Sain
  • _Teknologi
  • Buku
  • Loker
  • Home
  • Lingkungan
  • Sarawak

Hadapi Populasi Buaya Meledak, Sarawak Belajar dari Australia

By IKN TIME
September 26, 2025


Kuching, Sarawak
– Bayangkan Anda sedang duduk di tepian sungai yang tenang. Heningnya air hanya diselingi desir semilir angin—lalu tiba-tiba sebuah sirip gelap muncul, perlahan menyelinap ke tepi. Momen itu adalah mimpi buruk yang sudah menjadi kenyataan bagi beberapa komunitas di Sarawak. Serangan buaya yang mematikan bukan lagi kisah rakyat tua, melainkan ancaman nyata. Kini, dengan populasi reptil ini makin menggila, pemerintah Sarawak mengambil langkah drastis: mengirim tim ke Australia guna mempelajari sistem pengelolaan buaya dunia maju. Apakah model itu akan menyelesaikan krisis atau sekadar menjadi eksperimen mahal?

Sejak dekade 1980-an, populasi buaya muara (Crocodylus porosus) Sarawak mengalami penurunan dramatis akibat perburuan, degradasi habitat, dan gangguan sungai oleh aktivitas manusia. Namun dalam puluhan tahun terakhir, upaya perlindungan dan regulasi telah membalik tren. Kini, diperkirakan terdapat sekitar 25.000 individu buaya tersebar di lebih dari 40 DAS (daerah aliran sungai) di Sarawak (Sarawak Tribune, 2025). Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah tercatat sekitar 13.500 pada tahun 2014 (The Borneo Post, 2025).

Kecenderungan ini turut tercermin dalam studi lokal. Di DAS Samarahan, misalnya, survei malam menggunakan metode “spotting” mencatat 1.022 buaya antara 2019 dan 2021 di tiga sungai terpilih (Belat, Tuang, Sabang) (Hassan et al., 2023). Kepadatan relatif buaya naik dari sekitar 0,98 individu per km (2019) menjadi 6,49 individu per km (2021) (Hassan et al., 2023). Ini menandakan lonjakan populasi yang tak bisa lagi dianggap enteng.

Kenaikan jumlah buaya berbanding lurus dengan peningkatan konflik manusia–buaya (HCC – Human Crocodile Conflict). Menurut laporan ilmiah terkini, pemulihan populasi C. porosus memang berhasil, tetapi insiden HCC juga jadi lebih sering (Samuel et al., 2025). Konflik ini bisa berupa luka serius, hilangnya jiwa, atau kerugian ekonomi bagi masyarakat di pesisir sungai.

Menjajal Model Australia: Apa yang Bisa Dipelajari?

Premier Sarawak, Abang Johari, menyatakan bahwa tim telah dikirim ke Australia untuk mempelajari teknik penangkapan dan pengelolaan buaya (berita Anda). Dalam konteks global, Australia memang sering dianggap contoh “best practice” dalam manajemen buaya. Sejak tahun 1970-an mereka memberlakukan moratorium perburuan dan memperkuat regulasi kawasan habitat (Webb et al., 2010). Salah satu strategi publik yang populer adalah program “Be Crocwise”, yaitu kampanye edukasi publik agar orang memahami perilaku buaya dan cara bertahan hidup di wilayah konflik (Webb et al., 2010).

Australia juga menerapkan relokasi buaya bermasalah ke lokasi terkontrol, pengawasan sarang, serta sistem pemantauan kuantitatif yang rutin (Webb et al., 2010). Jika Sarawak bisa mengadaptasi model ini secara kontekstual, mungkin ada potensi mengurangi risiko tanpa merusak populasi buaya sebagai unsur ekologi.

Namun, benar bahwa adaptasi tidak mungkin 1:1. Infrastruktur, kapasitas personel, dana operasional, dan kondisi sosial-budaya masyarakat lokal menjadi tantangan besar. Misalnya, mengelola santuari buaya mungkin memerlukan akses jauh dari pemukiman, tetapi jika terlalu jauh, operasional dan pengawasan menjadi rumit.

Tantangan Teknik & Ekologi

Memindahkan buaya, apalagi yang besar atau agresif, bukanlah tugas ringan. Buaya memiliki wilayah teritorial, naluri bertahan, dan kemampuan menemukan jalan kembali. Lokasi santuari yang salah bisa menciptakan kepadatan tinggi atau persaingan sumber makanan, yang justru memicu konflik baru (The Borneo Post, 2025).

Dari perspektif ekologi, buaya adalah predator puncak—mereka mengendalikan populasi ikan, mamalia air, dan membantu menjaga keseimbangan ekosistem sungai (Hassan et al., 2023; Webb et al., 2010). Jika populasi liar dikurangi secara paksa tanpa strategi pemulihan yang hati-hati, bisa muncul efek tak terduga pada ekosistem sungai dan pesisir.

Studi di Samarahan juga menunjukkan bahwa meskipun terjadi penangkapan atau relokasi buaya, tren kenaikan tetap terjadi—artinya upaya saat ini belum cukup untuk membendung eskalasi (Hassan et al., 2023). Maka, penanganan jangka panjang harus lebih dari sekadar “menangkap buaya yang bermasalah”.

Hipotesis Interaksi Manusia–Buaya: Naluri vs Habitat

Dalam pernyataannya, Abang Johari menyebutkan bahwa ada buaya yang tampak “agresif” dan ada yang tidak, bahkan di Australia mereka hidup berdampingan dengan ternak kerbau tanpa konflik nyata. Ini menunjukkan bahwa interaksi manusia–buaya bisa berbeda bergantung pada perilaku spesies dan kondisi lingkungan.

Mungkin benar bahwa sebagian buaya bisa hidup toleran terhadap bentuk tertentu interaksi manusia—sepanjang manusia tidak memicu ancaman terhadap sarang atau wilayah teritorial. Tapi itu tidak berarti semua buaya bisa “bersahabat”. Jadi, studi lebih rinci diperlukan: misalnya, identifikasi buaya problematik (berulang menyerang) atau “non-problematic”, pemetaan habitat aktif vs zona konflik, dan kajian genetik populasi.

 

Politik, Budaya, dan Respons Pemerintah

Secara politik, langkah mengirim tim ke Australia menghadirkan citra responsif dari otoritas. Ini penting dalam membangun kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah serius menghadapi risiko nyata. Ketika Premier turun langsung ke lokasi kejadian dan menyampaikan simpati kepada keluarga korban, dampaknya tak hanya simbolis, tetapi juga sebagai tekanan moral untuk hasil konkret.

Namun, publik tentu mengharapkan lebih dari sekadar retorika. Masyarakat pedesaan berharap kehadiran tim SFC di lapangan dalam waktu cepat, peralatan deteksi jasad korban, dan tindakan pencegahan yang proaktif. Abang Johari pun sempat memberi mandat bahwa dalam dua hari setelah kejadian, operasi penginderaan jasad korban harus diambil alih oleh SFC dengan peralatan mereka sendiri.

Kultur lokal juga penting: beberapa suku di Sarawak, seperti Iban dan Melanau, menghormati buaya melalui mitos dan tabu tradisional. Tindakan yang terlalu agresif terhadap buaya bisa berpotensi memicu resistensi kultural dari masyarakat setempat (The Borneo Post, 2025).

 

Agenda Ke Depan: Strategi Holistik

Untuk meredam eskalasi konflik buaya di Sarawak, strategi harus mencakup:

  1. Kajian populasi dan pemetaan habitat secara periodik: Survei kuantitatif (seperti metode spotting malam) harus dilakukan tiap tahun di sungai-sungai rawan konflik. (Hassan et al., 2023)
  2. Edukasi publik mirip “Be Crocwise”: agar warga memahami kapan dan di mana aman berada dekat sungai, serta mengenali tanda bahaya.
  3. Zonasi konflik & buffer zone: menetapkan zona aman di tepi sungai untuk aktivitas manusia, menjauh dari habitat aktif buaya.
  4. Sistem santuari/relokasi terkelola: zona konservasi khusus untuk buaya dari area konflik, dengan pengawasan ilmiah dan operasional berkelanjutan.
  5. Regulasi pengambilan hayati: dalam kondisi tertentu, pengaturan “take quota” bisa dipertimbangkan agar konflik tidak terlalu merugikan manusia—tetapi harus berdasarkan data dan evaluasi ilmiah.
  6. Kolaborasi penelitian dan tukar pengalaman: belajar dari Australia, Papua Nugini, atau negara lain yang sudah sukses mengelola konflik buaya (Webb et al., 2010; Samuel et al., 2025).
  7. Pendekatan budaya partisipatif: melibatkan komunitas lokal dalam pemantauan, edukasi, dan pengambilan keputusan agar solusi diterima di akar rumput.

 

Harapan dari Air Berdenting

Krisis buaya di Sarawak bukanlah persoalan teknis semata, melainkan persimpangan antara konservasi, kemanusiaan, dan politik. Mengirim tim ke Australia adalah langkah awal yang penting—namun bukan jawaban tunggal. Tantangan terbesarnya adalah merumuskan strategi berkelanjutan yang menghormati keseimbangan ekosistem sekaligus melindungi keselamatan warga.

Jika model Australia bisa diadaptasi secara bijak, bukan tidak mungkin Sungai-sungai di Sarawak kembali menjadi nadi kehidupan, bukan deretan ancaman tersembunyi. Namun, hasil nyata baru akan terlihat ketika kebijakan, budaya, dan sains berjalan bersama.

 

Tags:
  • Lingkungan
  • Sarawak
Share:
Also read
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
IKN TIME
IKN TIME
IKN TIME adalah sebuah sebuah sindikasi informasi yang berisikan berita politik, ekonomi, budaya lintas negara di Borneo. Terutama yang terkait dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan seluruh aspek kehidupan di pulau Borneo
Related news
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Latest news
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Show more

Most popular
  • Jaya Ramba, Ketua Lembaga Sastera Dayak Terima Anugerah Darjah Kebesaran Ahli Bintang Kenyalang

    October 12, 2025
    Jaya Ramba, Ketua Lembaga Sastera Dayak Terima Anugerah Darjah Kebesaran Ahli Bintang Kenyalang
  • Ketika Parang Menulis Puisi: Jaya Ramba dan Darah yang Tidak Bisa Dikeringkan

    October 14, 2025
    Ketika Parang Menulis Puisi: Jaya Ramba dan Darah yang Tidak Bisa Dikeringkan
  • Kaltim Hadapi Badai Fiskal: Pemprov Siapkan Pemangkasan TPP ASN dan Proyek Nonprioritas Imbas TKD Turun 50 Persen

    October 06, 2025
    Kaltim Hadapi Badai Fiskal: Pemprov Siapkan Pemangkasan TPP ASN dan Proyek Nonprioritas Imbas TKD Turun 50 Persen
  • Kalimantan Tengah Membara: Suhu Ekstrem Capai 37,2°C, BMKG Ingatkan Risiko Karhutla dan Kesehatan

    October 05, 2025
    Kalimantan Tengah Membara: Suhu Ekstrem Capai 37,2°C, BMKG Ingatkan Risiko Karhutla dan Kesehatan
  • Kontingen Kalbar Sabet 7 Medali di Pornas Korpri XVII Palembang, Tempati Peringkat 11 Nasional

    October 13, 2025
    Kontingen Kalbar Sabet 7 Medali di Pornas Korpri XVII Palembang, Tempati Peringkat 11 Nasional
Most popular tags
  • Advertorial
  • Cerita Rakyat
  • English
  • Militer
  • Pemilu
IKN TIME
Company
  • About Us
  • Contact Us
  • Careers
  • Advertise With Us
Legal & Privacy
  • Terms of Service
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
News
  • English News
  • Pemilu
  • Militer
  • Cerita Rakyat
Community
  • Loker
  • Dayak
  • Melayu
  • Tionghoa
Copyright © 2025 IKN TIME. All rights reserved.
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo
  • Network Logo