Gubernur Kalbar Keluhkan Banyaknya Koordinator Program MBG, Minta Pemerintah Pusat Segera Tetapkan Satu Pihak
PONTIANAK — Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan
menyampaikan keluhan terkait pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
yang dinilai belum berjalan optimal di wilayahnya. Dalam rapat koordinasi
bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kalbar yang digelar di
Mapolda Kalbar, Kamis (19/9), Norsan mengungkapkan bahwa terlalu banyak pihak
yang mengklaim sebagai koordinator program MBG, sehingga menimbulkan
kebingungan dan ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.
“Yang saya pusing, koordinator MBG kebanyakan. Macam-macam
ada. Dari umum, partai, TNI-Polri, ada semua. Jadi yang mana mau dituju ini,”
ujar Norsan di hadapan peserta rapat.
Pernyataan tersebut mencerminkan kompleksitas koordinasi
lintas sektor yang kerap menjadi tantangan dalam pelaksanaan program nasional
di tingkat daerah. MBG, yang merupakan program prioritas pemerintah pusat untuk
meningkatkan asupan gizi masyarakat, khususnya anak-anak dan pelajar, justru
menghadapi hambatan struktural di Kalimantan Barat akibat belum adanya
penunjukan koordinator tunggal yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program
tersebut.
Gubernur Norsan menilai bahwa keberadaan banyak koordinator
justru memperumit proses komunikasi dan pengambilan keputusan. Ia mengaku telah
menyampaikan permintaan kepada pemerintah pusat agar segera menetapkan satu
pihak sebagai koordinator utama MBG di Kalbar. Menurutnya, penunjukan tersebut
sangat penting untuk memastikan pelaksanaan program berjalan secara terarah,
terukur, dan dapat dievaluasi dengan baik.
“Kalau ada apa-apa, kita mudah menghubungi untuk
menindaklanjutinya. Kalau banyak koordinator, nanti saling menyalahkan. Ini
tidak sehat untuk program sebesar MBG,” tegasnya.
Program MBG sendiri merupakan bagian dari agenda nasional
yang digagas untuk menjamin akses makanan bergizi secara gratis bagi masyarakat
rentan, terutama pelajar di tingkat pendidikan dasar. Pemerintah pusat
menargetkan program ini dapat menjangkau seluruh provinsi secara bertahap,
dengan dukungan dari berbagai instansi, termasuk kementerian, lembaga,
organisasi masyarakat, dan unsur TNI-Polri.
Namun, di Kalimantan Barat, pelaksanaannya justru diwarnai
dengan tumpang tindih peran dan lemahnya koordinasi antar pihak. Sejumlah
organisasi masyarakat, partai politik, dan unsur keamanan disebut turut
terlibat dalam pelaksanaan MBG, namun tanpa struktur koordinasi yang jelas.
Akibatnya, ketika terjadi kendala teknis atau insiden di lapangan, tidak ada
pihak yang secara tegas bertanggung jawab.
Salah satu insiden yang sempat mencuat adalah kasus
keracunan makanan yang dialami oleh sejumlah pelajar di daerah lain, yang
kemudian menjadi perhatian nasional. Meski belum terjadi di Kalbar, Norsan
menekankan pentingnya pengawasan terhadap kualitas makanan yang disediakan
dalam program MBG. Ia meminta agar seluruh pihak yang terlibat memperhatikan
aspek keamanan pangan dan standar gizi secara ketat.
“Jangan sampai niat baik pemerintah malah menimbulkan
masalah baru. Kualitas makanan harus dijaga, dan pengawasan harus ketat. Kita
tidak ingin ada korban karena kelalaian,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, sejumlah perwakilan dari TNI, Polri,
dan instansi terkait menyatakan kesiapan untuk mendukung pelaksanaan MBG secara
lebih terkoordinasi. Namun, mereka juga menunggu arahan resmi dari pemerintah
pusat terkait struktur pelaksana program. Tanpa kejelasan tersebut, mereka
khawatir pelaksanaan MBG akan terus berjalan tanpa arah yang pasti.
Gubernur Norsan juga menyoroti pentingnya pelibatan
pemerintah daerah secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan program
nasional. Ia menilai bahwa pendekatan top-down yang selama ini diterapkan
sering kali tidak memperhatikan dinamika lokal dan kapasitas daerah dalam
mengelola program. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah pusat lebih
terbuka dalam berdialog dengan pemerintah daerah, khususnya dalam hal
penunjukan koordinator dan alokasi anggaran.
“Kami di daerah punya tanggung jawab langsung kepada
masyarakat. Kalau ada masalah, kami yang pertama ditanya. Maka dari itu, kami
harus dilibatkan sejak awal, bukan hanya sebagai pelaksana teknis,” kata
Norsan.
Ia juga menekankan bahwa program MBG harus dijalankan dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Menurutnya, masyarakat berhak
mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, bagaimana
anggaran digunakan, dan sejauh mana dampak yang dihasilkan. Tanpa transparansi,
program sebesar MBG berisiko kehilangan kepercayaan publik.
“Program ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Kalau
tidak dijalankan dengan baik, bisa menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan.
Kita harus jaga integritas program ini,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keputusan resmi dari
pemerintah pusat mengenai penunjukan koordinator tunggal MBG di Kalimantan
Barat. Pemerintah daerah berharap keputusan tersebut dapat segera dikeluarkan
agar pelaksanaan program tidak terhambat lebih lanjut.
Di sisi lain, sejumlah pengamat kebijakan publik menilai
bahwa kasus di Kalbar mencerminkan perlunya reformasi dalam tata kelola program
nasional. Menurut mereka, pelaksanaan program seperti MBG harus disertai dengan
desain kelembagaan yang jelas, mekanisme koordinasi yang efektif, dan sistem
evaluasi yang transparan. Tanpa itu, program berisiko menjadi beban
administratif tanpa dampak nyata.
Program MBG sendiri merupakan bagian dari visi besar
pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui
intervensi gizi. Dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis di
sekolah-sekolah, pemerintah berharap dapat menurunkan angka stunting,
meningkatkan konsentrasi belajar, dan menciptakan generasi muda yang sehat dan
produktif.
Namun, pelaksanaan program di lapangan membutuhkan dukungan
lintas sektor yang solid. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga
pendidikan, organisasi masyarakat, dan sektor swasta harus bekerja sama secara
sinergis. Penunjukan koordinator tunggal di setiap daerah menjadi langkah awal
yang krusial untuk memastikan sinergi tersebut terwujud.
Gubernur Norsan menegaskan komitmennya untuk mendukung penuh
pelaksanaan MBG di Kalbar, asalkan struktur koordinasi diperjelas dan
pelaksanaan di lapangan berjalan sesuai standar. Ia berharap pemerintah pusat
segera merespons permintaan tersebut agar program MBG dapat memberikan manfaat
nyata bagi masyarakat Kalimantan Barat.
“Kami siap mendukung, tapi harus jelas siapa yang
bertanggung jawab. Jangan sampai niat baik jadi tidak efektif karena koordinasi
yang kacau,” tutupnya.
Dengan demikian, pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis di
Kalimantan Barat saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada
semangat dan komitmen untuk menjalankan program demi kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, ada tantangan koordinasi yang harus segera diselesaikan agar
program tidak kehilangan arah. Pemerintah pusat diharapkan segera mengambil
langkah konkret untuk menetapkan struktur pelaksana yang jelas, agar MBG
benar-benar menjadi solusi, bukan sumber masalah baru.