Di Tengah Keraguan dan Transisi Kekuasaan, Gibran Menegaskan: IKN Akan Tetap Dibangun
Di tengah transisi kekuasaan nasional dan riuhnya spekulasi publik, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka muncul sebagai suara yang menenangkan sekaligus menegaskan arah pembangunan Indonesia ke depan. Dalam kunjungannya ke Mempawah, Kalimantan Barat, Gibran menyampaikan pernyataan yang tegas dan tidak ambigu: pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) akan tetap dilanjutkan dan diselesaikan. Pernyataan ini bukan hanya respons terhadap isu yang beredar, tetapi juga sinyal politik bahwa pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto tidak akan mengabaikan warisan strategis dari pemerintahan sebelumnya.
“Saya yakinkan sekali lagi, saya tegaskan sekali lagi, yang
namanya IKN pasti akan dilanjutkan dan diselesaikan pembangunannya,” ujar
Gibran dengan nada tegas di hadapan awak media. Kalimat itu menjadi headline di
berbagai media nasional, menepis kabar yang sempat beredar bahwa proyek
pemindahan ibu kota akan dihentikan atau direvisi secara drastis. Gibran tidak
hanya berbicara sebagai wakil presiden, tetapi juga sebagai figur yang memiliki
kedekatan emosional dan politik dengan proyek tersebut, mengingat IKN merupakan
gagasan besar dari ayahnya, Presiden Joko Widodo.
IKN dirancang sebagai simbol pemerataan pembangunan,
menjawab ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa yang telah berlangsung selama
puluhan tahun. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur bukan
sekadar relokasi administratif, melainkan transformasi paradigma pembangunan
nasional. Namun, sejak pergantian pemerintahan, muncul pertanyaan besar: apakah
Prabowo Subianto akan melanjutkan visi tersebut, ataukah akan menggeser
prioritas ke arah lain? Di sinilah pernyataan Gibran menjadi penting, karena ia
menegaskan bahwa arah pembangunan tetap konsisten, meski wajah pemerintahan
berubah.
Sebulan sebelum pernyataan di Mempawah, Gibran telah
melakukan kunjungan langsung ke kawasan IKN. Ia meninjau progres pembangunan,
berdialog dengan para pekerja, dan memastikan bahwa proyek berjalan sesuai
rencana. Ia menyebut bahwa pembangunan kawasan legislatif dan yudikatif akan
segera dimulai, melengkapi pembangunan istana presiden dan kantor kementerian
yang telah lebih dulu dikerjakan. Kunjungan itu bukan hanya inspeksi teknis,
tetapi juga bentuk komitmen politik bahwa transisi ibu kota tetap menjadi prioritas
nasional.
Di tengah derasnya arus informasi yang sering kali simpang
siur, Gibran juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi berita.
Ia meminta agar publik menyaring informasi sebelum mempercayainya, dan
menyarankan agar masyarakat bertanya kepada tokoh agama atau adat jika ragu
terhadap kebenaran suatu kabar. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran
pemerintah terhadap potensi disinformasi yang bisa mengganggu stabilitas proyek
strategis nasional. Di era digital, narasi palsu bisa menyebar lebih cepat
daripada fakta, dan Gibran tampaknya menyadari betul risiko tersebut.
Pemerintah sendiri telah menunjukkan komitmen fiskal
terhadap proyek IKN. Dalam konferensi pers RAPBN 2026, Menteri Keuangan Sri
Mulyani menyebut bahwa pemerintah telah menganggarkan sekitar Rp6,3 triliun
untuk pembangunan IKN tahun depan. Anggaran ini mencakup pembangunan
infrastruktur dasar, fasilitas pemerintahan, serta pengembangan kawasan hunian
dan komersial. Angka tersebut menunjukkan bahwa proyek ini bukan sekadar
wacana, melainkan program nyata yang terus bergerak maju.
Namun, tantangan tetap ada. Proyek IKN bukan hanya soal
anggaran dan konstruksi, tetapi juga soal membangun kepercayaan publik. Banyak
pihak yang mempertanyakan urgensi dan efektivitas pemindahan ibu kota, terutama
di tengah tekanan ekonomi global dan kebutuhan pembangunan di daerah lain.
Kritik datang dari berbagai arah: akademisi, aktivis lingkungan, hingga tokoh
politik oposisi. Mereka menyoroti potensi kerusakan ekosistem Kalimantan, beban
fiskal yang besar, serta risiko kegagalan jika tidak dikelola dengan transparan
dan akuntabel.
Di sisi lain, pendukung proyek IKN melihatnya sebagai
lompatan besar menuju Indonesia yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Mereka
menilai bahwa Jakarta sudah terlalu padat dan rentan terhadap bencana,
sementara Kalimantan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat
pemerintahan dan ekonomi baru. Gibran, dalam berbagai kesempatan, menyebut
bahwa IKN adalah simbol transformasi. Ia ingin memastikan bahwa Indonesia tidak
lagi terjebak dalam pola pembangunan yang terpusat, dan bahwa Kalimantan bisa
menjadi pusat baru bagi pemerintahan dan peradaban.
Pernyataan Gibran di Mempawah bukan hanya klarifikasi,
tetapi juga deklarasi. Ia ingin publik tahu bahwa proyek IKN bukan proyek masa
lalu, melainkan masa depan. Dan di tengah segala keraguan, ia berdiri sebagai
juru bicara optimisme bahwa Indonesia mampu membangun ibu kota baru yang lebih
inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Ia juga menyadari bahwa keberhasilan
IKN tidak hanya bergantung pada beton dan baja, tetapi juga pada partisipasi
dan dukungan masyarakat.
Secara politik, pernyataan Gibran juga memiliki makna
strategis. Ia menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan memutus
kesinambungan pembangunan, melainkan melanjutkan dan menyempurnakan visi yang
telah dirintis. Di tengah dinamika politik yang sering kali penuh tarik ulur,
konsistensi arah pembangunan menjadi hal yang krusial. Dan Gibran, dengan gaya
komunikasinya yang lugas dan langsung, tampaknya ingin memastikan bahwa publik
tidak perlu ragu.
IKN adalah proyek jangka panjang yang akan melampaui masa
jabatan presiden dan wakil presiden saat ini. Ia membutuhkan komitmen lintas
generasi, lintas partai, dan lintas sektor. Dalam konteks itu, pernyataan
Gibran menjadi penting sebagai penanda bahwa tongkat estafet pembangunan telah
diterima dan akan dijalankan. Di tengah segala tantangan dan kritik, optimisme
tetap menjadi bahan bakar utama. Dan Gibran, dengan segala keterbatasan dan
kelebihannya, tampaknya ingin menjadi bagian dari cerita besar itu.