Vaksinasi Dengue Menyasar Anak SD: Terobosan Dinkes Kaltim Perangi DBD dengan Langkah Inovatif dan Berani
Langit Samarinda pagi itu tampak cerah, namun ancaman yang
tersembunyi di balik keindahan tropis Kalimantan Timur terus menghantui: Demam
Berdarah Dengue (DBD). Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini
masih menjadi momok menakutkan, terutama bagi anak-anak. Di tengah tantangan
itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur mengambil langkah besar
yang berani: memperluas program vaksinasi dengue dan menyasar anak-anak sekolah
dasar. Ini bukan sekadar kampanye kesehatan biasa, melainkan sebuah upaya
sistematis untuk menyelamatkan masa depan generasi muda dari bahaya penyakit
yang bisa berakibat fatal.
Di bawah komando Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, program ini dirancang bukan hanya sebagai reaksi terhadap angka kasus yang tinggi, tetapi sebagai bagian dari strategi kesehatan jangka panjang yang progresif dan menyeluruh. "Langkah ini menunjukkan komitmen kami dalam menghadirkan inovasi kesehatan demi meningkatkan kekebalan masyarakat, khususnya generasi muda," ungkap Jaya dengan penuh keyakinan saat ditemui di Samarinda, Rabu pagi.
Pernyataan Jaya tidak berdiri sendiri. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 50 anak di Kalimantan Timur kehilangan nyawa akibat DBD. Angka ini bukan hanya statistik, melainkan gambaran tragis dari lemahnya perlindungan yang dimiliki anak-anak terhadap virus dengue. Meskipun upaya pemberantasan sarang nyamuk dan pengawasan lingkungan telah digencarkan, hasilnya belum sepenuhnya efektif menekan angka kematian. Fakta itu menyadarkan Dinkes bahwa pencegahan berbasis lingkungan harus dilengkapi dengan upaya imunisasi sebagai lapisan pertahanan tambahan.
"Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan. Mereka bermain di luar rumah, di sekolah, di lingkungan terbuka. Meskipun sudah menjaga kebersihan lingkungan dengan program 3M Plus—menguras, menutup, dan mendaur ulang—nyatanya itu saja belum cukup. Vaksinasi menjadi jawaban berikutnya," lanjut Jaya dengan nada serius namun optimistis.
Program vaksinasi dengue yang dilaksanakan ini menggunakan vaksin produksi perusahaan farmasi Jepang, Takeda, yang telah mendapatkan izin edar resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Vaksin ini juga telah dinyatakan halal sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Ini menjadi poin penting karena keberhasilan program imunisasi juga sangat bergantung pada penerimaan masyarakat.
Dalam tiga tahun terakhir, Dinkes Kaltim telah melakukan vaksinasi dengue di tiga wilayah utama: Balikpapan, Samarinda, dan Kutai Kartanegara. Program tersebut menjadi semacam uji coba sekaligus langkah awal dalam menyusun cetak biru perlindungan populasi anak dari DBD. Berdasarkan hasil dan evaluasi, program ini dinilai sangat menjanjikan dan perlu diperluas cakupannya.
Langkah terbaru datang dalam bentuk kick-off vaksinasi dengue di Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara. Kegiatan ini menyasar secara khusus 1.550 siswa sekolah dasar, dari kelas I hingga kelas V. Suasana di beberapa sekolah yang ikut serta dalam program ini tampak penuh semangat dan antusias. Para guru, tenaga kesehatan, dan orang tua bekerja sama memastikan anak-anak siap menerima vaksin.
Seorang guru di salah satu SD di Tenggarong mengungkapkan, "Anak-anak kami antusias. Sebelumnya kami sudah beri edukasi singkat tentang pentingnya vaksin dengue. Ini bukan hanya soal jarum suntik, tapi tentang menyelamatkan nyawa mereka."
Program vaksinasi ini juga mendapat dukungan kuat dari berbagai elemen, termasuk tenaga medis dan organisasi masyarakat. Edukasi dan sosialisasi digalakkan secara paralel agar tidak terjadi misinformasi di lapangan. Dinkes Kaltim bahkan menggelar sesi penyuluhan sebelum pelaksanaan vaksinasi, dengan menyertakan video, selebaran, dan sesi tanya jawab agar semua pihak merasa aman dan paham akan tujuan dari program ini.
Menurut Jaya, vaksin dengue ini akan memberi kekebalan jangka panjang dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti. Bahkan, katanya, program ini dapat menjadi model nasional jika berhasil menekan angka kasus secara signifikan. “Kami sedang menyusun laporan berkala yang akan dikirim ke Kemenkes RI sebagai bahan evaluasi. Kalau terbukti efektif, besar harapan kami Kaltim jadi pelopor vaksinasi dengue untuk anak-anak,” tuturnya.
Dinkes Kaltim juga tidak berjalan sendiri. Kolaborasi dengan pemerintah kabupaten dan kota, serta dukungan teknis dari pihak BPOM, Kemenkes, dan WHO menjadi kunci dalam keberhasilan program ini. Sistem pelaporan digital juga dikembangkan untuk memantau reaksi pasca vaksinasi dan cakupan imunisasi secara real time.
Tentu saja, perluasan vaksinasi ini tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah menyasar wilayah-wilayah terpencil dan pedalaman di Kalimantan Timur yang aksesnya terbatas. Namun, Jaya memastikan timnya telah menyiapkan strategi logistik dan mobilisasi yang terkoordinasi. Vaksin dengue akan dibawa menggunakan cold chain transport system untuk memastikan suhunya tetap stabil dan aman hingga ke tangan petugas kesehatan yang akan menyuntikkannya.
“Kami tidak ingin ada anak yang tertinggal hanya karena ia tinggal jauh dari kota. Semua anak berhak mendapatkan perlindungan yang sama dari bahaya DBD,” tegas Jaya.
Di sisi lain, masyarakat juga menyambut baik program ini. Seorang ibu dari Tenggarong, Siti Rahma, menyampaikan rasa leganya setelah anaknya divaksin. “Anak saya dulu pernah kena DBD, sempat rawat inap seminggu. Sekarang saya lebih tenang, semoga vaksin ini benar-benar bisa bantu lindungi anak-anak kita,” ujarnya sambil tersenyum.
Harapan ke depan, Dinkes Kaltim menargetkan vaksinasi dengue bisa diperluas ke kabupaten-kabupaten lain seperti Berau, Bontang, Mahakam Ulu, dan Paser. Jaya mengatakan bahwa mereka tengah menyiapkan roadmap pelaksanaan yang akan dimulai tahun depan, lengkap dengan pendanaan, pelatihan tenaga medis, dan sistem distribusi vaksin. Kick-off vaksinasi di Kutai Kartanegara disebutnya sebagai pintu pembuka menuju vaksinasi massal yang lebih merata di seluruh Kalimantan Timur.
Lebih jauh lagi, program ini menunjukkan transformasi paradigma dalam dunia kesehatan daerah. Tidak lagi hanya bersifat reaktif dan berbasis pengobatan, tetapi juga berani mengambil langkah preventif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Vaksinasi menjadi senjata baru dalam pertempuran panjang melawan DBD yang kerap kali muncul dalam siklus tahunan, terutama saat musim hujan tiba.
Dengan langkah progresif ini, Kalimantan Timur menunjukkan bahwa daerah juga bisa jadi pelopor dalam inovasi kesehatan. Tidak harus selalu menunggu pemerintah pusat, tetapi berani memulai dari lokal, untuk hasil yang global.
Dan bagi anak-anak yang menerima vaksin itu pagi ini di Tenggarong, mereka mungkin belum sepenuhnya memahami makna besar dari suntikan kecil itu. Tapi di baliknya, tersimpan harapan dan perlindungan yang tak ternilai, sebuah perisai imunologis yang akan menjaga mereka saat bermain di bawah langit tropis Kalimantan.
Di tengah geliat pembangunan dan tantangan zaman, langkah Dinkes Kaltim ini layak dicatat sebagai tonggak penting dalam perjalanan panjang melindungi generasi masa depan dari bahaya penyakit yang diam-diam bisa mematikan. Kalimantan Timur kini tak hanya bicara soal pembangunan infrastruktur, tapi juga pembangunan manusia—yang dimulai dari menjaga kesehatan mereka sedini mungkin.