Langit Kalbar Dikawal dari Udara: Operasi Modifikasi Cuaca BNPB Demi Cegah Karhutla Musim Kemarau
Pontianak — Ketika langit Kalimantan Barat bersiap memasuki
musim kemarau yang panjang dan berisiko, pemerintah pusat melalui Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali menggelar langkah strategis yang
jarang disadari masyarakat awam namun krusial: Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).
Mulai tanggal 4 hingga 8 Juli 2025, sebuah pesawat Cessna Caravan 208 akan
menyusuri udara Kalbar, bukan untuk rekreasi, tetapi untuk misi penting —
memancing turunnya hujan buatan di wilayah-wilayah yang terindikasi rawan
kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Operasi ini bukanlah yang pertama, namun menjadi sangat relevan mengingat prediksi musim kemarau tahun ini yang berpotensi lebih panjang dan kering akibat pengaruh iklim global. Di tengah ancaman kekeringan dan kabut asap yang bisa melumpuhkan kehidupan sehari-hari, teknologi rekayasa cuaca dipanggil kembali untuk mengambil alih kendali langit Kalimantan. BNPB bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar bekerja keras agar langit tidak berubah menjadi abu-abu pekat oleh asap, melainkan menjadi perantara turunnya hujan penyelamat.
Langkah Proaktif untuk Ancaman Tahunan
“Operasi ini kita lakukan dari tanggal 4 sampai 8 Juli 2025,
dengan target menyasar kawasan-kawasan rawan karhutla di Kalimantan Barat,”
ungkap Daniel, Ketua Satuan Tugas Informasi BPBD Kalbar saat ditemui di
Pontianak, Jumat pagi. Pernyataan ini menjadi penanda bahwa upaya pencegahan
kebakaran telah digerakkan sebelum api sempat menyala, bahkan sebelum titik api
muncul.
Selama bertahun-tahun, Kalbar menjadi salah satu provinsi yang masuk dalam kategori zona merah karhutla. Kebakaran hutan di wilayah ini bukan hanya persoalan lokal, melainkan menjadi krisis nasional dan bahkan lintas negara akibat kabut asap yang menyebar hingga ke negara tetangga. Karena itulah, OMC dianggap sebagai intervensi kritis di fase awal musim kemarau.
“Tujuan utama dari OMC ini adalah untuk meningkatkan curah hujan di wilayah yang potensial terbakar, dengan harapan mencegah kemunculan titik-titik api dan menekan dampak bencana asap yang sering melanda masyarakat,” lanjut Daniel.
Teknologi yang Menyentuh Awan: Bagaimana Cara Kerjanya?
Masyarakat mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin hujan
bisa ‘dibuat’? Inilah yang disebut teknologi modifikasi cuaca. Prosesnya
memanfaatkan potensi awan yang memiliki kandungan uap air cukup tinggi. Melalui
pesawat khusus, seperti Cessna Caravan 208 yang digunakan dalam operasi ini,
bahan kimia tertentu seperti natrium klorida (garam dapur) atau perak iodida
disebar ke dalam awan. Bahan ini berperan sebagai inti kondensasi, yang
kemudian mempercepat pembentukan tetesan air hingga akhirnya turun menjadi
hujan.
“OMC ini sudah terbukti ampuh untuk mengisi waduk selama musim kering, memadamkan karhutla di area sulit dijangkau, serta memulihkan cadangan air di sejumlah daerah yang terdampak kekeringan parah,” terang Daniel. Teknologi ini bukan barang baru bagi Indonesia, tetapi tantangan utama selalu terletak pada kesiapan data cuaca, pemetaan awan potensial, dan waktu eksekusi yang sangat terbatas.
Selain dari segi teknis, keberhasilan OMC juga ditentukan oleh kondisi atmosfer. Tidak semua awan bisa dimodifikasi. Tim pemantau di darat dan udara harus memastikan bahwa awan yang akan disemai memiliki peluang tinggi untuk menghasilkan hujan. Dengan kata lain, OMC bukan sihir, melainkan intervensi ilmiah yang sangat bergantung pada kerja sama antara data, teknologi, dan waktu.
Dilandasi Regulasi dan Situasi Darurat
Langkah BNPB dan BPBD Kalbar ini tidak dilakukan tanpa dasar
hukum. Operasi OMC kali ini didasarkan pada sejumlah regulasi penting yang
menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam menangani karhutla sebagai
bencana strategis nasional. Di antaranya adalah Instruksi Presiden Nomor 3
Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla, Keputusan Menko Polhukam Nomor 29
Tahun 2025 mengenai koordinasi penanganan kebakaran, dan Keputusan Gubernur
Kalbar Nomor 66/BPBD/2025 yang menetapkan status siaga darurat bencana asap
akibat karhutla di wilayah Kalbar.
"Pelaksanaan OMC juga merupakan tindak lanjut dari surat permohonan resmi yang dikirimkan oleh Gubernur Kalimantan Barat kepada Kepala BNPB," jelas Daniel. Permohonan tersebut diajukan setelah melihat prakiraan cuaca yang menunjukkan kemungkinan besar musim kering akan berlangsung lebih panjang dibanding tahun sebelumnya. Potensi kemunculan titik api sudah mulai terlihat di sejumlah titik, terutama di lahan-lahan gambut dan kawasan dengan tutupan hutan yang telah menipis akibat pembukaan lahan.
Kebijakan modifikasi cuaca ini juga memperlihatkan paradigma baru dalam manajemen bencana. Pemerintah tidak lagi menunggu bencana datang untuk kemudian sibuk memadamkan api, tetapi mulai melakukan langkah-langkah preventif berbasis sains yang jauh lebih efektif dan efisien dalam jangka panjang.
Menjaga Langit, Menyelamatkan Warga
Salah satu alasan utama pelaksanaan OMC adalah untuk menjaga
kualitas udara tetap sehat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak,
lansia, dan penderita penyakit pernapasan. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun
sebelumnya, kabut asap akibat karhutla berdampak serius pada kesehatan
masyarakat, menyebabkan peningkatan signifikan kasus ISPA, gangguan mata,
bahkan memperburuk mobilitas sosial dan aktivitas ekonomi masyarakat.
“Dengan adanya OMC ini, kami berharap keselamatan masyarakat tetap terjaga, serta kabut asap yang biasanya muncul saat musim kemarau bisa ditekan sedini mungkin,” tegas Daniel. Ia menambahkan, kualitas udara yang bersih dan aman merupakan hak dasar masyarakat yang harus dilindungi oleh negara.
Selama lima hari ke depan, tim dari BNPB, BPBD Kalbar, dan mitra teknis lainnya akan bekerja bahu-membahu untuk mengeksekusi misi ini dari udara. Pusat kendali operasi terletak di Bandara Supadio dan beberapa pos lapangan di daerah target OMC. Pesawat akan terbang pada jam-jam tertentu, menyesuaikan dengan posisi awan potensial, dengan target utama wilayah yang secara historis paling rentan terbakar seperti Kabupaten Ketapang, Melawi, Kubu Raya, dan sebagian wilayah Landak.
Bukan Sekadar Turunkan Hujan, Tetapi Menghindarkan Bencana
Perlu ditekankan bahwa OMC bukan hanya sekadar membuat hujan
turun. Lebih dari itu, operasi ini adalah salah satu bentuk adaptasi iklim dan
mitigasi bencana paling canggih yang digunakan Indonesia. Dalam konteks Kalbar,
hujan buatan diharapkan dapat membasahi permukaan tanah, terutama di kawasan
gambut, sehingga tingkat kelembaban tetap terjaga dan sulit untuk terbakar.
Kebakaran lahan gambut, seperti diketahui, sangat sulit dipadamkan jika sudah membesar. Api bisa merambat hingga ke dalam tanah dan bertahan selama berminggu-minggu. Karena itu, menjaga tanah tetap basah adalah kunci pencegahan jangka panjang yang jauh lebih murah dibandingkan memadamkan api saat sudah membara.
Selain itu, hujan yang turun juga diharapkan dapat meningkatkan cadangan air bersih di daerah yang mengalami kekurangan suplai, memperbaiki ekosistem mikro, dan memperkuat ketahanan pangan masyarakat desa.
Harapan di Balik Awan
Dalam waktu lima hari operasi ini, masyarakat Kalimantan
Barat menaruh harapan besar kepada para petugas OMC. Meskipun tak terlihat
langsung oleh mata masyarakat awam, upaya ini menjadi perisai tak kasatmata
yang mengawal langit dari bahaya besar.
Daniel menyebutkan, hasil dari OMC akan dipantau melalui data curah hujan, kelembaban tanah, dan pengurangan titik api yang terekam melalui satelit pemantau kebakaran seperti Lapan Fire Hotspot dan SiPongi. Jika terbukti efektif, OMC kemungkinan akan dilanjutkan pada pekan-pekan berikutnya sesuai dengan perkembangan kondisi cuaca dan status siaga daerah.
Langkah Kolaboratif Melindungi Kalbar
Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan OMC bukan hanya
bergantung pada teknologi dan pelaksanaan dari pemerintah pusat. Peran serta
pemerintah daerah, tokoh masyarakat, kelompok relawan, dan media lokal sangat
krusial untuk menyukseskan misi ini. Edukasi publik tentang pentingnya mencegah
karhutla dari sumber-sumber kecil seperti pembakaran lahan pertanian secara
tradisional juga harus diperkuat.
Jika teknologi menjadi alat, maka kesadaran masyarakat adalah pondasinya. Ke depan, kombinasi antara teknologi canggih seperti OMC dan penguatan peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan menjadi jalan panjang menuju Kalbar yang bebas asap.
Ketika sebagian orang hanya melihat langit biru sebagai
latar foto, bagi para petugas OMC langit adalah medan tempur yang harus
dikelola. Melalui Operasi Modifikasi Cuaca ini, BNPB dan BPBD Kalbar kembali
menunjukkan bahwa bencana bisa dicegah — asalkan ada ilmu, kerja sama, dan
kemauan kuat. Bukan hanya tentang menabur garam ke langit, tetapi tentang
menjaga hidup dari balik awan.
Langit Kalbar kini berada dalam pengawasan. Dan dengan harapan, hujan akan turun — bukan air mata akibat bencana.