Desak Anggaran Rusun IKN Segera Cair, Ara Tekan Sri Mulyani: Kebutuhan Mendesak, Bukan Tambahan Mewah
![]() |
Ilustrasi AI |
Dalam pusaran percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara
(IKN) yang terus menjadi magnet perhatian nasional, satu persoalan mendesak
kembali mencuat ke permukaan: ketersediaan hunian yang layak bagi para pekerja
dan ASN yang akan pindah ke wilayah baru ini. Tak ingin waktu terus terbuang
sementara kebutuhan di lapangan semakin genting, Menteri Perumahan dan Kawasan
Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, secara tegas
mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk segera membuka blokir
anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) milik Kementerian PKP Tahun
Anggaran 2025 yang nilainya mencapai Rp 1,8 triliun. Desakan ini dilontarkan
Ara dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Jakarta pada Kamis, 11 Juli
2025, yang membahas perkembangan sektor infrastruktur permukiman nasional.
“Kami juga mengusulkan buka blokir anggaran DIPA TA 2025 Kementerian PKP sebesar Rp 1,8 triliun,” ujar Ara tanpa basa-basi. Ucapan itu bukan tanpa dasar. Dana sebesar itu menurutnya sangat krusial, bukan untuk kebutuhan baru yang bisa ditunda, tetapi justru untuk melanjutkan proyek-proyek yang sudah berjalan dan menyangkut langsung wajah dan fungsi utama IKN sebagai kota pemerintahan masa depan.
Dari total Rp 1,8 triliun dana yang diblokir, sekitar Rp 910,3 miliar akan dialokasikan secara khusus untuk mempercepat pembangunan rumah susun (rusun) di IKN yang telah lebih dulu diikat dengan kontrak tahun jamak atau multi years contract (MYC). Jika tidak segera dicairkan, dikhawatirkan proyek rusun akan mangkrak atau setidaknya meleset dari jadwal penyelesaian. Sementara kebutuhan hunian untuk ASN yang akan mulai ditugaskan secara bertahap ke IKN tidak bisa ditawar-tawar lagi. “Tanpa rusun, bagaimana kita bisa pastikan keberlangsungan aktivitas pemerintahan di sana?” tegas Ara, menjelaskan urgensi pencairan dana tersebut.
Selain pembangunan rusun IKN, Ara juga membeberkan alokasi lainnya yang tak kalah penting. Salah satunya adalah revitalisasi Wisma Atlet Kemayoran dengan anggaran sebesar Rp 86,83 miliar. Bangunan yang sempat jadi pusat perhatian saat pandemi COVID-19 itu kini ingin dimanfaatkan kembali sebagai hunian sementara, tentu setelah dilakukan renovasi agar kembali layak fungsi dan nyaman dihuni, mengikuti jejak sukses revitalisasi Wisma Atlet Pademangan. Dengan posisi Kemayoran yang cukup strategis dan fasilitas yang memadai, pemanfaatannya kembali dianggap sebagai langkah efisien dan tepat sasaran dalam menambah ketersediaan tempat tinggal untuk berbagai keperluan.
Tak hanya itu, Ara juga menyoroti pembangunan rumah susun di wilayah Papua, khususnya daerah otonomi baru (DOB) yang tengah berkembang. Untuk proyek ini, dibutuhkan Rp 136,92 miliar. Dukungan terhadap rusun di DOB Papua bukan semata-mata demi angka pembangunan, tapi juga bagian dari upaya nyata pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan nasional. “Kita tidak boleh melihat IKN saja sebagai pusat, tapi juga memastikan wilayah timur Indonesia mendapat perhatian yang sepadan,” lanjut Ara.
Tak berhenti pada desakan pencairan dana, Ara juga menyampaikan rencana realokasi anggaran Tahun Anggaran 2025 di tubuh Kementerian PKP. Realokasi ini muncul dari kebutuhan-kebutuhan mendesak lain yang tak bisa dikesampingkan begitu saja. Beberapa di antaranya adalah peningkatan jumlah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), peningkatan kualitas pengawasan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen), penguatan komunikasi publik, serta pelatihan dasar bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) baru. Semua ini, kata Ara, adalah pilar penting dalam memastikan pembangunan permukiman tak hanya masif dari sisi fisik, tetapi juga berkualitas dari segi tata kelola dan daya guna sosialnya.
Untuk merealisasikan realokasi ini, Kementerian PKP melakukan efisiensi dari dua sektor utama: pembangunan rusun reguler yang dihemat sebesar Rp 174,61 miliar, dan revitalisasi rusun yang dipangkas sebesar Rp 18,15 miliar. Hasil efisiensi ini kemudian dialihkan untuk memperkuat program BSPS, yang kini ditargetkan membangun 45.073 unit rumah, naik dari target semula 38.504 unit. Artinya, ada tambahan 6.569 unit rumah yang akan dinikmati masyarakat melalui skema bantuan stimulan, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah di berbagai daerah. Ini menjadi sinyal bahwa kementerian tak hanya fokus pada proyek-proyek besar seperti IKN, tetapi juga pada perumahan rakyat di seluruh pelosok.
Terkait dengan desakan Ara, Kementerian Keuangan sebenarnya sudah memberikan sinyal positif sebelumnya. Dalam keterangan resminya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa pihaknya telah membuka blokir anggaran sebesar Rp 134,9 triliun hingga 24 Juni 2025. Pembukaan blokir ini disebutkan sebagai bagian dari penyesuaian belanja negara terhadap prioritas pembangunan nasional yang telah digariskan Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai arahan kebijakan. “Kami merespons berdasarkan arahan prioritas dan kebutuhan real di lapangan,” ujar Sri Mulyani dalam salah satu kesempatan sebelumnya.
Pembukaan blokir ini merupakan implementasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang secara khusus mengatur efisiensi belanja di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L) dan alokasi Transfer ke Daerah (TKD). Dengan dasar hukum tersebut, Kemenkeu punya ruang fleksibilitas untuk menyesuaikan anggaran sesuai kebutuhan prioritas. Ara berharap fleksibilitas inilah yang juga bisa diberikan kepada Kementerian PKP, terlebih karena dana Rp 1,8 triliun yang diajukan bukan untuk program baru, melainkan kelanjutan dari proyek-proyek yang sudah terkontrak dan berdampak langsung pada operasional pemerintahan dan pelayanan publik.
Rapat Komisi V DPR RI yang dihadiri oleh Ara dan sejumlah anggota dewan itu menjadi ajang penting bagi kementerian untuk menyuarakan kebutuhan di lapangan secara terbuka dan langsung di hadapan para wakil rakyat. Sejumlah anggota DPR juga mendukung desakan tersebut, menyatakan bahwa pembangunan rusun IKN dan revitalisasi hunian strategis adalah prioritas yang tak bisa ditunda jika pemerintah memang serius ingin mempercepat pemindahan pusat pemerintahan ke Kalimantan Timur. Apalagi, dengan kondisi lapangan yang terus berubah, penyediaan hunian yang memadai menjadi prasyarat mutlak bagi kelangsungan pembangunan IKN sebagai ibu kota masa depan.
Kini, bola ada di tangan Kementerian Keuangan. Apakah desakan Ara akan segera dijawab dengan pencairan blokir dana Rp 1,8 triliun? Ataukah akan ada proses evaluasi tambahan? Yang jelas, kebutuhan ini bukan sekadar soal anggaran. Ini tentang komitmen negara untuk menyiapkan infrastruktur dasar secara tepat waktu, agar cita-cita membangun kota masa depan bernama Nusantara tidak hanya indah dalam rancangan, tetapi juga nyata dan siap dihuni.