180 Kelompok Tani Bergerak, Kaltim Perkuat Pertahanan Hadapi Kebakaran Lahan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur semakin serius dalam
mencegah kebakaran lahan dan kebun (Karlabun) yang kerap terjadi di wilayah
rawan api, terutama saat musim kemarau. Melalui Dinas Perkebunan (Disbun)
Kaltim, berbagai strategi diterapkan, termasuk pembentukan Brigade Pengendalian
Kebakaran Lahan dan Kebun serta penguatan peran Kelompok Tani Peduli Api.
Hingga pertengahan 2025, tercatat sudah ada 180 kelompok tani peduli api
tersebar di berbagai kabupaten dan kota, dan sebanyak 48 di antaranya telah bermitra
langsung dengan perusahaan-perusahaan sekitar. Kolaborasi lintas sektor ini
dianggap sebagai langkah krusial dalam menekan potensi kebakaran yang selama
ini banyak disebabkan oleh aktivitas manusia.
Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Disbun Kaltim, Asmirilda, menjelaskan bahwa pembentukan brigade dan kelompok tani ini didasarkan pada amanah Permen Pertanian Nomor 06 Tahun 2025, yang menggantikan aturan sebelumnya dan menekankan perlunya pembentukan brigade pengendalian kebakaran di semua tingkatan, mulai dari pusat hingga daerah. Di tingkat provinsi, satu brigade telah dibentuk dengan 15 personel tetap yang secara berkala mendapatkan pelatihan dan dilengkapi dengan perlengkapan pemadam kebakaran. Peralatan juga diperiksa setiap enam bulan sekali guna memastikan kesiapan dalam menghadapi kondisi darurat. Sementara di tingkat kabupaten/kota, sudah ada 10 daerah yang memiliki brigade masing-masing. Pembentukan terakhir dilakukan di Kota Bontang pada tahun 2024. Brigade ini tidak hanya ditugaskan untuk pemadaman, tetapi juga melakukan pemantauan dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya dan pencegahan kebakaran.
Selain pembentukan brigade, Disbun Kaltim menjalankan program berbasis komunitas yang disebut Iman Karlabun (Inisiatif Model Pengendalian Kebakaran Lahan Perkebunan). Program ini mendapat dukungan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2018 dan bertujuan mendorong pembentukan kelompok tani yang peduli terhadap pencegahan kebakaran melalui Surat Keputusan dari masing-masing kepala daerah. Dalam pelaksanaannya, Disbun Kaltim memberikan pelatihan, sosialisasi, dan bimbingan teknis kepada kelompok-kelompok tani tersebut. Tak hanya itu, kerja sama juga dijalin dengan Manggala Agni—unit khusus pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan pada tahun 2024, Disbun menggelar Jambore Pengendalian Kebakaran yang melibatkan lebih dari 200 peserta dari kelompok tani, masyarakat, dan perwakilan perusahaan.
Salah satu fokus program ini adalah memperkuat kemitraan antara kelompok tani dan perusahaan. Dari 180 kelompok yang sudah terbentuk, sebanyak 48 kelompok sudah menjalin hubungan kerja sama langsung dengan perusahaan di sekitarnya. Menurut Asmirilda, hal ini sangat penting mengingat kebakaran lahan sering kali terjadi di lokasi yang berdekatan antara lahan masyarakat dan area perusahaan. “Kalau lahan masyarakat terbakar, bisa berdampak ke perusahaan, begitu pula sebaliknya. Makanya kita galakkan kolaborasi,” ujarnya. Sejumlah perusahaan bahkan telah menunjukkan dukungannya secara nyata, baik melalui bantuan alat pemadam maupun pemberian insentif kepada desa yang berhasil menjaga wilayahnya dari kebakaran. Contohnya, perusahaan PBS Muara Toyu di Kabupaten Paser dan Kedap Sayaaq Dua di Kutai Barat, memberikan penghargaan senilai Rp50 juta per desa kepada desa-desa yang terbukti bebas asap. Meski begitu, ada pula desa yang gagal mendapatkan penghargaan karena tetap ditemukan aktivitas pembakaran lahan, meski hanya berupa sisa potongan kayu yang dibakar tanpa pengawasan.
Dalam laporan yang dikumpulkan Disbun Kaltim, penyebab utama kebakaran di wilayah ini hampir semuanya berasal dari aktivitas manusia. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa kebakaran nyaris tidak ditemukan di area perkebunan milik perusahaan. Justru, sebagian besar terjadi di lahan milik masyarakat. Salah satu contohnya terjadi di Penajam Paser Utara pada tahun 2024. "Hampir 90 persen penyebab kebakaran karena ulah manusia. Umumnya pembukaan lahan dengan cara membakar. Bahkan, membuang rokok sembarangan di musim kemarau bisa memicu kebakaran besar,” ungkap Asmirilda. Ia juga menyoroti praktik masyarakat yang masih menggunakan metode pembakaran dalam membuka lahan secara tradisional. Walaupun cara ini sudah menjadi kebiasaan turun-temurun, Asmirilda menekankan pentingnya edukasi agar proses tersebut tidak membahayakan lingkungan sekitar. “Kita tidak melarang adat, tapi edukasi penting agar pembakaran tidak merembet dan menimbulkan bencana. Kami sarankan masyarakat bekerja sama dengan perusahaan, apalagi jika peralatan terbatas,” tambahnya.
Disbun menilai bahwa keberhasilan program pencegahan kebakaran sangat bergantung pada partisipasi semua pihak, bukan hanya pemerintah. Oleh karena itu, selain memperkuat kapasitas aparat dan kelompok tani, Disbun juga aktif mengedukasi masyarakat tentang dampak jangka panjang dari kebakaran terhadap kesehatan, lingkungan, dan ekonomi lokal. Asmirilda menegaskan, “Menjaga lingkungan itu tidak bisa hanya oleh pemerintah. Harus kolaborasi antara masyarakat, perusahaan, dan kami dari dinas. Dengan begitu, risiko kebakaran bisa ditekan.” Ia juga menambahkan bahwa kelompok tani harus diberikan apresiasi yang cukup, termasuk dukungan peralatan dan pelatihan yang berkelanjutan agar mereka tidak hanya menjadi simbol, tapi benar-benar mampu bertindak cepat dan efektif saat kebakaran terjadi.
Langkah-langkah strategis lain yang tengah dipersiapkan termasuk digitalisasi data titik api, peningkatan koordinasi lintas dinas dan lembaga, serta optimalisasi sistem pelaporan cepat dari masyarakat ke pusat pengendalian di kabupaten/kota. Disbun juga sedang menyiapkan platform informasi berbasis aplikasi untuk memudahkan pemantauan cuaca, potensi kebakaran, serta status kesiapsiagaan kelompok tani dan brigade di lapangan. Aplikasi ini akan diujicoba di daerah-daerah dengan tingkat kebakaran tertinggi dan akan diperluas ke seluruh Kaltim jika hasilnya efektif. Selain itu, Disbun Kaltim juga menggandeng universitas dan LSM untuk mengembangkan modul pelatihan pengendalian kebakaran yang disesuaikan dengan kondisi lokal.
Diharapkan dengan berbagai inisiatif ini, Kalimantan Timur dapat menurunkan angka kebakaran secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Pemerintah provinsi juga menargetkan setiap kabupaten/kota memiliki minimal dua kelompok tani peduli api di setiap kecamatan dan memastikan semua kelompok mendapatkan pelatihan dasar serta akses peralatan minimal. Dalam jangka panjang, program ini diharapkan tidak hanya mengurangi risiko kebakaran, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Jika seluruh elemen bekerja sama, Kalimantan Timur bukan hanya bisa bebas dari kabut asap, tetapi juga menjadi contoh dalam penanganan kebakaran lahan yang berbasis komunitas dan kemitraan yang kuat.