Sawah Terancam, PPU Perkuat Pertahanan Pangan dan Energi di Tengah Gempuran Proyek IKN

  

Penajam Paser Utara (PPU), salah satu daerah yang kini menjadi sorotan karena berada di jantung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), tengah menghadapi tantangan besar. Di satu sisi, harapan masa depan Indonesia bertumpu di wilayah ini. Di sisi lain, lahan pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung pangan lokal terus terdesak. Namun Pemerintah Kabupaten PPU tak tinggal diam. Dengan gerak cepat dan sikap tegas, mereka kini memperkuat dua barikade penting demi menjaga keberlanjutan: melindungi lahan sawah dan membangun fondasi energi untuk kawasan industri masa depan.

Ancaman nyata terhadap ketahanan pangan muncul seiring dengan ekspansi sektor non-pertanian di wilayah PPU. Berdasarkan data terkini, setidaknya 627 hektare sawah di kabupaten ini telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan area non-pertanian lainnya. Jumlah ini tentu bukan angka kecil, terutama di wilayah yang memiliki potensi pertanian aktif di empat kecamatan, dengan total lahan sawah tersisa sekitar 14.070 hektare. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin swasembada pangan lokal tergerus hingga titik nadir.

Bupati Penajam Paser Utara, Mudyat Noor, mengambil sikap tegas menghadapi kondisi ini. Pada Selasa, 26 Juni 2025, ia secara resmi mengeluarkan surat imbauan kepada masyarakat agar tidak lagi melakukan alih fungsi lahan pertanian, khususnya sawah. “Surat imbauan berupa peringatan agar masyarakat tidak lakukan alih fungsi lahan sawah,” tegas Mudyat saat dimintai keterangan soal komitmen pemerintah daerah terhadap swasembada pangan, dikutip dari ANTARA.

Langkah ini tidak hanya berdiri sendiri, namun memperkuat instruksi dari pusat. Surat imbauan tersebut merujuk pada Surat Edaran Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang secara eksplisit melarang konversi lahan sawah untuk keperluan selain pertanian. Selain itu, kebijakan ini memiliki pijakan hukum yang kuat: UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang pengendalian konversi lahan sawah menjadi senjata utama dalam menjaga eksistensi pertanian lokal.

“Ini bagian dari komitmen kami untuk melindungi kedaulatan pangan lokal. Tanpa perlindungan serius, lahan-lahan produktif akan hilang, dan itu akan berdampak langsung pada masyarakat dan ketahanan pangan daerah,” kata Mudyat. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk para petani, pelaku usaha, dan perangkat desa, untuk berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan sawah-sawah yang masih tersisa. Kemandirian pangan, menurutnya, hanya dapat dicapai jika semua pihak bersatu menjaga eksistensi pertanian.

“Alih fungsi lahan pertanian tanaman padi menjadi perhatian utama agar persoalan ini tidak terjadi lagi. Kami ingin masalah ini diselesaikan di hulu, bukan saat semuanya sudah terlambat,” tandasnya.

Namun, perhatian Mudyat dan jajarannya tidak berhenti di isu pertanian. Kesadaran bahwa daerahnya kini menjadi titik fokus pembangunan nasional juga mendorong pemerintah PPU untuk memperkuat infrastruktur energi, sebagai prasyarat tumbuhnya kawasan industri. Salah satu proyek strategis yang disiapkan adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkapasitas 50 Megawatt (MW) di Kecamatan Penajam, yang akan menjadi tulang punggung energi untuk kawasan industri IKN dan sekitarnya.

“Pemerintah kabupaten rencana bangun PLTGU kapasitas 50 MW,” ujar Mudyat saat diwawancarai media, Selasa, 24 Juni 2025. Menurutnya, ketersediaan listrik adalah faktor vital untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan kawasan industri. Ia menekankan bahwa proyek ini akan menjadi solusi konkret untuk menopang pertumbuhan ekonomi daerah dan memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.

Dalam proyek ini, Pemerintah Kabupaten PPU bekerja sama dengan PT Indosino Oil & Gas, perusahaan swasta yang akan menjadi pemasok utama gas untuk PLTGU tersebut. Gas yang dibutuhkan akan disuplai dari lapangan Karamba yang terletak di Kelurahan Buluminung. “PT Indosino berkomitmen memasok gas untuk PLTGU itu,” ungkap Mudyat.

Kerja sama ini tidak hanya menjanjikan pasokan energi yang andal, tetapi juga membuka peluang investasi baru. Sejumlah perusahaan swasta lainnya, meskipun belum disebutkan secara rinci, telah menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dalam proyek ini. “Sudah ada investor yang berminat bangun PLTGU itu, saat ini lagi penjajakan kerja sama,” katanya. Pemerintah memastikan proses penjajakan berjalan dengan prinsip kehati-hatian dan transparansi.

Pembangunan PLTGU bukan semata untuk memenuhi kebutuhan kawasan industri. Energi yang dihasilkan juga akan dinikmati oleh masyarakat sekitar, khususnya di wilayah Kelurahan Buluminung dan Kecamatan Penajam secara umum. Dengan demikian, proyek ini merupakan langkah strategis ganda—memacu pertumbuhan industri sekaligus memperkuat layanan dasar bagi rakyat.

Menurut Mudyat, pembangunan infrastruktur energi ini mencerminkan visi jangka panjang daerahnya yang ingin menjadi bagian aktif dan integral dalam pembangunan IKN. “Kawasan industri butuh listrik, jalan, dan air bersih. Kami ingin semua itu terpenuhi agar investor datang, tapi rakyat juga harus merasakan manfaatnya,” ujarnya.

Dengan perlindungan lahan pertanian di satu sisi dan penguatan infrastruktur energi di sisi lain, PPU sedang memainkan peran krusial sebagai penjaga keseimbangan. Antara pertumbuhan dan pelestarian, antara investasi dan kemandirian. Dalam konteks pembangunan IKN, langkah PPU ini layak diapresiasi sebagai wujud keberanian daerah menghadapi dinamika besar tanpa melupakan akar dan kebutuhan dasar rakyatnya.

Di tengah gemuruh alat berat dan cetak biru megaproyek nasional, 627 hektare sawah yang telah hilang menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak boleh mengorbankan keberlanjutan. Dan di tengah ambisi listrik 50 MW yang akan segera mengaliri kawasan industri baru, komitmen untuk tetap berpihak pada kesejahteraan rakyat menjadi fondasi yang tak kalah penting dari tiang pancang IKN.

Next Post Previous Post