Menuju Kaltim Bebas ODOL: Dishub Siap Tertibkan Jalanan Demi Infrastruktur dan Keselamatan
Tahun 2026 menjadi penanda penting dalam sejarah
transportasi Indonesia. Pemerintah pusat menargetkan lahirnya sebuah sistem
logistik jalan raya yang lebih tertib, lebih aman, dan tentu saja lebih tahan
lama melalui kebijakan nasional Zero Over Dimension and Over Loading (Zero
ODOL). Di Kalimantan Timur, gaung perubahan itu disambut serius. Dinas
Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalimantan Timur menyatakan siap menyukseskan
program strategis tersebut dengan skema kerja yang sistematis, kolaboratif, dan
tak kompromi terhadap pelanggaran.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, Irhamsyah, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah konkret untuk mendukung target nasional tersebut. Dalam pernyataannya di Samarinda pada Selasa, Irhamsyah menjelaskan bahwa kendaraan yang melebihi muatan dan dimensi teknis (ODOL) bukan hanya sekadar pelanggaran aturan lalu lintas, tetapi juga menjadi salah satu faktor utama yang merusak infrastruktur jalan dan mengancam keselamatan pengguna jalan secara luas.
“Kendaraan melebihi muatan memiliki dampak negatif seperti kerusakan jalan, peningkatan risiko kecelakaan, pemborosan BBM, dan usia kendaraan yang pendek. Oleh karena itu, Pemerintah RI mencanangkan Zero ODOL di tahun 2026, dan Kaltim siap mendukung,” ujar Irhamsyah dengan nada tegas namun optimis.
Pernyataan itu bukan isapan jempol. Dishub Kaltim telah menyusun tahapan penegakan Zero ODOL secara bertahap, dimulai dari pertengahan tahun ini. Strategi itu melibatkan proses yang progresif—sosialisasi dilakukan pada 10–30 Juni 2025, diikuti dengan peringatan dan pembinaan pada 1–13 Juli 2025, dan puncaknya penindakan langsung melalui Operasi Patuh yang akan digelar mulai 14 hingga 27 Juli 2025.
“Kami berkomitmen mewujudkan Kaltim Zero ODOL. Ini bukan hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, tapi menyangkut keselamatan bersama dan keberlanjutan infrastruktur,” tegasnya.
Perlu dipahami, kendaraan ODOL selama ini telah menyebabkan kerugian luar biasa pada struktur jalan, baik di tingkat nasional maupun provinsi. Beban muatan berlebih yang dibawa melebihi batas teknis menyebabkan jalan-jalan cepat rusak dan berlubang, membutuhkan biaya pemeliharaan dan rehabilitasi yang tidak sedikit. Lebih parah lagi, jalan yang rusak juga memperbesar risiko kecelakaan fatal bagi pengguna jalan lainnya, terutama kendaraan kecil, sepeda motor, dan pejalan kaki.
Dalam konteks Kalimantan Timur, di mana distribusi logistik menjadi urat nadi aktivitas industri dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), kendaraan ODOL bisa menjadi hambatan besar. Distribusi barang menjadi tidak efisien, waktu tempuh molor, biaya logistik naik, dan jalan-jalan baru yang dibangun pun lebih cepat mengalami degradasi. Semua ini menjadi alasan kuat kenapa Zero ODOL bukan sekadar program teknis, melainkan kebutuhan mendesak.
Dishub Kaltim memahami bahwa keberhasilan program ini tidak akan mungkin dicapai sendirian. Oleh sebab itu, mereka mengajak semua pihak—pengusaha angkutan barang, operator kendaraan, perusahaan logistik, hingga masyarakat umum—untuk aktif berpartisipasi. Ajakan ini bukan semata-mata demi mematuhi aturan, melainkan bagian dari upaya membangun ekosistem jalan raya yang tertib dan berkelanjutan untuk semua.
Irhamsyah menekankan bahwa seluruh pelaku transportasi barang harus segera menyesuaikan armada mereka dengan spesifikasi teknis yang berlaku, termasuk panjang, lebar, dan kapasitas muatan. Tak hanya itu, operator kendaraan juga diminta untuk memastikan bahwa truk-truk mereka dalam kondisi laik jalan, serta tidak melakukan praktik manipulasi ukuran bak atau menambah beban melebihi ketentuan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang.
“Kami ingin membangun kesadaran kolektif bahwa mematuhi aturan ODOL itu pada dasarnya menyelamatkan banyak hal—bukan hanya jalan, tapi juga nyawa, waktu, dan bahkan uang operasional itu sendiri,” ujarnya.
Langkah konkret lain yang tengah dikaji oleh Dishub adalah peningkatan jumlah timbangan kendaraan portable maupun stasioner di titik-titik rawan ODOL, seperti di kawasan industri, pelabuhan, jalan lintas logistik, serta koridor distribusi menuju IKN. Selain itu, kerja sama dengan kepolisian, dinas pekerjaan umum, dan pihak swasta menjadi bagian integral dalam ekosistem penegakan aturan ODOL secara menyeluruh.
Irhamsyah juga tidak menutup kemungkinan adanya pendekatan digital dan berbasis teknologi dalam mendukung Zero ODOL. Sistem sensor otomatis, pelaporan pelanggaran berbasis aplikasi, serta sistem informasi logistik yang terintegrasi menjadi arah pengembangan selanjutnya. Dengan begitu, pemantauan bisa dilakukan secara real-time dan penindakan menjadi lebih akurat.
“Dengan pengawasan berbasis teknologi, pelanggaran akan lebih cepat terdeteksi dan data bisa langsung dikirim ke pusat kendali. Ini mempercepat tindakan dan mempersempit ruang pelanggaran,” kata Irhamsyah.
Dinas Perhubungan Kaltim menilai bahwa Zero ODOL bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan kewajiban kolektif seluruh pelaku logistik dan pengguna jalan. Dengan memperbaiki budaya berkendara dan disiplin operasional logistik, manfaatnya akan dirasakan semua pihak. Bukan hanya pengusaha dan pemerintah, tapi masyarakat luas yang menginginkan jalanan yang lebih aman, nyaman, dan efisien.
Tahun 2026 bukanlah waktu yang lama. Maka langkah-langkah awal yang sudah diambil sekarang menjadi penentu. Sosialisasi, edukasi, pembinaan, hingga penindakan akan menjadi siklus yang terus diperkuat. Dishub Kaltim optimis bahwa dengan komitmen, kolaborasi, dan konsistensi, wilayah mereka bisa menjadi contoh sukses implementasi Zero ODOL di luar Pulau Jawa.
“Saatnya kita mulai perubahan. Mari kita wujudkan Kalimantan Timur yang tertib, aman, dan bebas ODOL demi masa depan transportasi yang lebih baik,” tutup Irhamsyah.