Sekolah Bumi Calon Ibu: Langkah Hijau Lintas Iman dari Kota Pontianak
Pontianak — Di tengah berbagai tantangan lingkungan dan
dinamika sosial yang terus berubah, upaya untuk menciptakan kesadaran ekologis
sejak dini kini mulai mendapatkan tempat yang layak dalam masyarakat. Salah
satu inisiatif inspiratif yang muncul dari Kalimantan Barat adalah
"Sekolah Bumi Calon Ibu", sebuah program yang bukan hanya bertujuan
mendidik perempuan muda tentang pentingnya merawat bumi, tetapi juga menjadi
ajang silaturahmi lintas iman yang memperkuat semangat kerukunan.
Program ini digelar oleh Eco Bhinneka Kalimantan Barat dan dihelat di ruang pertemuan Hotel G Pontianak pada Jumat, 23 Mei 2025. Hadir dalam pembukaan acara ini, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pontianak, Ruslan, menyatakan dukungannya secara terbuka terhadap kegiatan yang menurutnya sangat relevan dan mendukung program Kemenag secara nasional.
Sebuah Apresiasi dari Kementerian Agama
Dalam sambutannya, Ruslan menyebut bahwa program Sekolah
Bumi Calon Ibu merupakan bagian dari perwujudan "Asta Protas" Menteri
Agama, khususnya dalam konteks eko-teologi. Konsep eko-teologi sendiri
merupakan pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan keagamaan
dengan tanggung jawab ekologis. Dengan kata lain, menjaga alam bukan hanya
tugas sosial, tetapi juga bagian dari ibadah dan ketakwaan.
“Ini baik sekali karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dan bagian dalam mewujudkan salah satu asta protas Menteri Agama yakni eko teologi," ujar Ruslan dalam sambutannya.
Ruslan menekankan bahwa perempuan, khususnya ibu, memegang peranan sentral dalam membentuk karakter dan kebiasaan anak-anak sejak dini, termasuk kesadaran menjaga alam sekitar. Menurutnya, ibu adalah madrasah pertama bagi seorang anak, dan dari rumah tangga yang sadar lingkungan, akan lahir generasi yang lebih peduli terhadap bumi.
Perempuan Muda Lintas Iman: Pilar Ekologis Masa Depan
Yang menarik dari kegiatan ini adalah partisipasi perempuan
lintas agama yang turut serta sebagai peserta Sekolah Bumi Calon Ibu. Mereka
tidak hanya hadir untuk belajar soal pelestarian lingkungan, tetapi juga
membangun solidaritas di atas perbedaan keyakinan. Keberagaman yang hadir bukan
menjadi penghalang, tetapi justru menjadi kekuatan untuk membentuk kesadaran
kolektif demi masa depan bumi yang lebih lestari.
Melalui diskusi, pelatihan, dan refleksi bersama, para peserta belajar tentang krisis lingkungan, mulai dari perubahan iklim, pengelolaan sampah, degradasi hutan, hingga krisis air bersih. Tak hanya itu, mereka juga diajak mengeksplorasi bagaimana ajaran agama masing-masing memandang hubungan manusia dengan alam, dan bagaimana nilai-nilai spiritual bisa menjadi dasar tindakan nyata dalam menjaga lingkungan.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Hijau dan Rukun
Ruslan berharap agar kegiatan seperti ini tidak berhenti
hanya di satu tempat dan satu waktu saja. Ia mendorong agar Sekolah Bumi Calon
Ibu bisa terus dilanjutkan, bahkan diperluas ke berbagai wilayah lain di Kota
Pontianak dan sekitarnya. Ia meyakini bahwa gerakan kecil seperti ini, jika
dikembangkan secara konsisten dan inklusif, dapat menjadi gelombang besar
perubahan dalam pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan.
“Saya berharap kegiatan ini terus dilanjutkan dan dapat digaungkan kepada masyarakat. Hadirnya para ibu dari lintas agama semakin menambah warna toleransi dan memunculkan kerukunan umat yang ada di Kota Pontianak,” tambahnya.
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa nilai-nilai keberagaman dan kebersamaan dalam menjaga bumi bisa berjalan berdampingan. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang multikultural, kegiatan semacam ini menjadi semacam benih harapan bahwa isu lingkungan bisa menjadi "common ground" atau titik temu yang mempererat tali persaudaraan antarumat beragama.
Pendidikan Lingkungan sebagai Investasi Masa Depan
Apa yang dilakukan oleh Eco Bhinneka Kalimantan Barat
melalui Sekolah Bumi Calon Ibu sebetulnya merupakan bentuk nyata dari investasi
jangka panjang dalam pendidikan lingkungan. Dengan melibatkan perempuan muda
yang kelak menjadi ibu, kegiatan ini mengincar dampak berjenjang: dari pribadi
ke keluarga, lalu ke komunitas, dan akhirnya ke masyarakat luas.
Perempuan yang sadar lingkungan akan membentuk keluarga yang sadar lingkungan pula. Dan ketika semakin banyak keluarga memiliki pola hidup ramah lingkungan, maka perlahan masyarakat pun akan mengalami transformasi ekologis yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan kerusakan alam saat ini.
Tak hanya itu, integrasi nilai-nilai lintas iman dalam kegiatan ini juga menjadi cara elegan dalam mengikis potensi konflik berbasis perbedaan keyakinan, dengan menggantinya menjadi kolaborasi berbasis nilai-nilai universal: kasih, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap bumi sebagai rumah bersama.
Menuju Kota yang Berkelanjutan dan Harmonis
Pontianak, dengan segala keunikan geografis dan budayanya,
memiliki peluang besar untuk menjadi model kota yang tidak hanya toleran dalam
kehidupan beragama, tetapi juga progresif dalam urusan lingkungan. Program
Sekolah Bumi Calon Ibu bisa menjadi batu loncatan ke arah tersebut, terutama
jika didukung oleh kebijakan publik yang berpihak pada pendidikan lingkungan
dan penguatan peran perempuan.
Upaya seperti ini memang belum tentu menghasilkan perubahan instan, namun jejak yang ditinggalkan akan menjadi pondasi penting bagi generasi mendatang. Sekolah Bumi Calon Ibu tidak hanya tentang pengetahuan ekologi, tapi juga tentang membangun nilai, karakter, dan keteladanan — sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat mana pun yang ingin bergerak menuju peradaban yang lebih baik.
Langkah-langkah kecil seringkali menjadi awal dari perubahan
besar. Sekolah Bumi Calon Ibu di Pontianak adalah contoh nyata bagaimana
komunitas, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil bisa bergandengan tangan
untuk membentuk masa depan yang lebih hijau dan harmonis. Melalui
perempuan-perempuan muda lintas iman, pesan cinta terhadap bumi
disebarkan—bukan hanya melalui kata, tetapi melalui tindakan dan keteladanan.
Semoga langkah ini tidak berhenti di Pontianak saja, tapi menjalar ke seluruh Indonesia. Karena sejatinya, bumi ini adalah warisan bersama—dan setiap ibu, dari agama mana pun, punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk menjaganya.