Menuju Generasi Emas: Kalimantan Timur Siap Tingkatkan Pendidikan Lewat Tes Kemampuan Akademik Nasional
Samarinda — Di tengah upaya pemerintah pusat untuk
mereformasi sistem evaluasi pendidikan nasional, Kalimantan Timur menunjukkan
komitmen kuatnya dalam mengadopsi paradigma baru tersebut. Melalui penerapan
Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen penilaian nasional yang
menggantikan Ujian Nasional, Pemprov Kaltim berharap dapat meningkatkan
kualitas pendidikan secara menyeluruh dan merata.
Langkah besar ini ditegaskan dalam Diskusi Paradigma Baru Evaluasi Pendidikan: Penerapan TKA sebagai Instrumen Penilaian Nasional, yang digelar di Hotel Mercure Samarinda, Sabtu (24/5/2025). Acara ini menjadi momentum penting dalam menata ulang wajah pendidikan Kaltim—dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan strategis dari level nasional hingga lokal.
Dihadiri oleh tokoh-tokoh seperti Ketua Komisi X DPR RI, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Assessment Pendidikan Kemdikbud, Dinas Pendidikan Kaltim, akademisi dari Universitas Mulawarman dan Universitas Hasanuddin, kepala sekolah, guru, mahasiswa, serta siswa-siswa berprestasi, diskusi ini memperlihatkan betapa pentingnya kolaborasi dalam membangun ekosistem pendidikan yang baru.
Pendidikan Gratis dan Evaluasi Menyeluruh
Dalam sambutannya, Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan
Timur, Sri Wahyuni, menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggaraan diskusi
tersebut. Ia menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu sektor prioritas
Pemprov Kaltim, bersama dengan kesehatan dan infrastruktur.
“Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur menjadi program prioritas di Kalimantan Timur,” ujar Sri Wahyuni di hadapan para peserta.
Sri Wahyuni juga menyoroti kebijakan “Gratis Pol”, program unggulan pemerintah provinsi yang menjamin pendidikan gratis bagi anak muda usia 18 hingga 25 tahun yang menempuh pendidikan tinggi di Kalimantan Timur. Program ini menjadi landasan kuat bagi Kaltim untuk melahirkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing tinggi.
Namun demikian, peningkatan kualitas pendidikan tidak berhenti pada pembebasan biaya saja. Menurut Sri Wahyuni, reformasi juga harus menyentuh aspek penilaian yang selama ini cenderung fokus pada hasil akhir siswa semata. Di sinilah TKA hadir sebagai solusi yang lebih menyeluruh.
TKA: Instrumen Penilaian Baru yang Lebih Holistik
Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai pengganti sistem
Ujian Nasional yang selama bertahun-tahun menjadi tolok ukur utama dalam
pendidikan di Indonesia. Berbeda dengan sistem lama, TKA tidak hanya menilai
pencapaian akademik siswa di akhir masa studi, tetapi juga mencerminkan proses
pembelajaran, kualitas guru, kesiapan sarana, dan iklim belajar secara
keseluruhan.
“Ini menjadi tanggung jawab kita untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Jadi tanggung jawab kualitas pendidikan itu bukan hanya hasil akhir,” tegas Sri Wahyuni.
Evaluasi dengan pendekatan TKA memungkinkan semua pihak—dari kepala sekolah, guru, hingga pemerintah daerah—untuk ikut bertanggung jawab atas kualitas pendidikan. Pendekatan ini sekaligus membebaskan siswa dari tekanan berlebihan, karena hasil penilaian tidak lagi bertumpu sepenuhnya pada ujian satu kali di akhir tahun.
“Jangan hanya guru membebankan murid yang lulus, tetapi dengan assessment nasional maka akan dilihat semua stakeholder di pendidikan,” tambahnya.
Dengan begitu, TKA membuka ruang untuk melihat kondisi pendidikan secara utuh. Misalnya, jika hasil TKA di suatu daerah rendah, maka bukan hanya siswa yang disoroti, tetapi juga akan dilihat apakah sarana pendidikannya memadai, apakah gurunya sudah terlatih dengan baik, dan apakah akses ke internet atau buku pelajaran sudah tersedia.
Sinergi dan Semangat Gotong Royong
Penerapan TKA memang menuntut perubahan paradigma yang tidak
kecil. Namun Sri Wahyuni optimis, dengan gotong royong dan kemauan bersama,
perubahan ini akan menjadi titik tolak menuju sistem pendidikan yang unggul dan
inklusif.
“Mudah-mudahan kita senantiasa dapat bergotong royong untuk membangun ekosistem pendidikan yang unggul dan inklusif demi masa depan generasi emas dan menunjukkan Kaltim sukses menuju generasi emas,” pungkasnya.
Pernyataan tersebut menjadi seruan terbuka agar seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, sekolah, perguruan tinggi, hingga komunitas lokal, terlibat aktif dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berkualitas. Pendidikan yang baik, dalam pandangan Sri Wahyuni, adalah hasil kerja bersama, bukan hanya tugas satu pihak.
Dari Samarinda Menuju Indonesia yang Lebih Cerdas
Diskusi yang digelar di Samarinda ini bukan hanya tentang
Kalimantan Timur. Ia adalah representasi semangat daerah dalam mendukung
kebijakan nasional. Di tengah rencana besar Indonesia menuju generasi emas
2045, Kalimantan Timur telah menegaskan diri sebagai pelopor dan mitra
strategis dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
Dengan mengintegrasikan kebijakan lokal seperti “Gratis Pol” dan kebijakan nasional seperti TKA, Kaltim membuktikan bahwa kolaborasi antara pusat dan daerah adalah kunci dalam menata sistem pendidikan yang lebih adil, bermutu, dan menyeluruh.
Para peserta yang hadir pun bukan hanya sekadar menyimak, tetapi juga terlibat aktif dalam diskusi yang penuh semangat. Dari kepala sekolah yang membagikan praktik baik di lapangan, hingga siswa-siswa yang menyuarakan harapan mereka terhadap sistem pendidikan yang lebih manusiawi dan inspiratif.
Langkah Kalimantan Timur dalam menyambut TKA tidak hanya
sekadar menyesuaikan kebijakan, tapi merupakan refleksi dari kesadaran bahwa
pendidikan adalah fondasi utama peradaban. Dari forum seperti ini, muncul
harapan bahwa pendidikan di Indonesia tidak lagi menjadi beban, tetapi menjadi
jembatan menuju masa depan yang lebih cerah.
Dan jika Kalimantan Timur terus konsisten dan serius dalam perjalanannya ini, maka bukan hal yang mustahil bila provinsi ini akan menjadi model terbaik dalam transformasi pendidikan nasional. Di pundak generasi muda Kalimantan Timur lah harapan itu digantungkan—dan mereka kini sedang dipersiapkan, bukan hanya untuk lulus ujian, tetapi untuk menghadapi tantangan zaman dengan bekal pengetahuan, karakter, dan semangat juang.
Sebagaimana yang diimpikan bersama: Generasi emas bukan hanya soal angka kelulusan, tapi tentang mencetak manusia-manusia tangguh yang mampu membawa Indonesia ke puncak kejayaannya.