Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun

 

Ilustrasi AI

Kaltara – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batoq Kelo di perbatasan Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara) memunculkan kekhawatiran baru bagi ekosistem sungai yang vital di wilayah pedalaman. Proyek megah ini, yang dirancang untuk menghasilkan 300 megawatt (MW) listrik ramah lingkungan, berpotensi menenggelamkan sekitar 370 hektare Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Sungai Boh, Kabupaten Malinau, Kaltara. Kajian awal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) mulai disusun melalui serangkaian konsultasi publik, dengan pertemuan krusial yang digelar pada Jumat, 3 Oktober 2025, di Malinau. Langkah ini menjadi ujian bagi keseimbangan antara kebutuhan energi nasional dan pelestarian alam Borneo, di mana sungai-sungai seperti Boh dan Mahakam menjadi nadi kehidupan masyarakat adat dan biodiversitas hutan tropis.

PT Tujuan Mulia Makmur (TMM), sebagai pemrakarsa proyek, mempresentasikan rencana PLTA yang berlokasi di Desa Batoq Kelo, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Kaltim. Bendungan raksasa ini akan membendung aliran Sungai Mahakam bagian hulu, yang secara geografis berbatasan langsung dengan Kecamatan Sungai Boh di Malinau. Dampak genangan air diprediksi merembet ke hilir, merendam pinggiran DAS di Desa Dumu Mahak dan sebagian wilayah Sungai Tubu, mencakup enam desa di Sungai Boh. "Genangan ini bisa mengubah lanskap DAS secara permanen, memengaruhi aliran air, sedimentasi, dan habitat ikan endemik," ungkap Rifki, perwakilan konsultan PLTA Batoq Kelo, saat memimpin sesi kajian awal. Pertemuan ini, yang dihadiri manajemen TMM, konsultan Pemkab Malinau, dan perwakilan masyarakat, merupakan bagian kedua dari konsultasi publik AMDAL, sesuai regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Proses AMDAL ini bukanlah formalitas belaka, melainkan mandat hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kajian awal mencakup pemetaan dampak fisik-kimia, biologi, sosial-ekonomi, dan budaya, dengan fokus pada risiko banjir lahan, hilangnya lahan pertanian subsisten, serta gangguan migrasi ikan yang menjadi sumber protein utama bagi masyarakat Dayak Kenyah dan Punan di Sungai Boh. Data awal menunjukkan bahwa 370 hektare DAS yang terdampak—setara dengan luas 500 lapangan sepak bola—terdiri dari hutan sekunder, lahan kering, dan semak belukar yang berfungsi sebagai penyangga erosi. "Kami harus memastikan mitigasi seperti relokasi lahan atau kompensasi ekologis, agar dampak tidak menimbulkan konflik sosial," tambah Rifki, yang menekankan kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk model hidrologi akurat.

Di sisi lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malinau, Ernes Silvanus, menyambut proyek ini dengan nada optimistis meski mengakui potensi kerugian lingkungan. "Meskipun tidak terdampak langsung secara struktural, kami harap PLTA ini membawa manfaat nyata bagi daerah terluar seperti Sungai Boh, yang masih bergulat dengan akses listrik terbatas," ujarnya dalam pertemuan tersebut. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, PLTA Batoq Kelo ditargetkan beroperasi komersial pada 2030, dengan jaringan transmisi yang meliputi Kaltim, Kaltara, dan Kalimantan Tengah. Skema penyaluran listrik memang wewenang PLN, tapi Pemkab Malinau mendorong inklusi jalur transmisi ke wilayah perbatasan, potensial menerangi 20 desa terpencil di Sungai Boh yang saat ini hanya bergantung pada genset diesel impor. "Energi bersih ini bisa jadi katalisator pembangunan, dari penerangan sekolah hingga irigasi sawah," lanjut Ernes, merujuk pada komitmen Bupati Malinau Wempi Moman dalam audensi September 2025.

Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) antara PLN dan PT TMM yang ditandatangani pada 28 Mei 2025 di Samarinda menjadi tonggak awal proyek ini. Direktur TMM, Heru Subana, saat itu menegaskan bahwa PLTA Batoq Kelo sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) Indonesia 2060, menggantikan ketergantungan pada batu bara yang mendominasi 60 persen bauran energi Kalimantan. Dengan investasi mencapai Rp 20 triliun, proyek ini diharapkan menyumbang 1,5 miliar kWh listrik per tahun, cukup untuk memasok 300 ribu rumah tangga. Namun, kritik dari aktivis lingkungan seperti WALHI Kaltim menyoroti risiko kumulatif: bendungan serupa di Sungai Batang Toru, Sumatera Utara, pernah memicu protes karena menggusur habitat orangutan Tapanuli yang terancam punah. "Di Mahakam, genangan bisa mengubah pola aliran sungai, memicu kekeringan di hilir dan banjir di hulu, plus ancaman terhadap Dayak Dayak di perbatasan," kata Koordinator WALHI Kaltim, Andi Novianto, dalam konferensi pers Maret 2025.

Konteks lebih luas menunjukkan bahwa PLTA Batoq Kelo adalah bagian dari gelombang pembangunan energi hijau di Kalimantan, di mana PLN menargetkan tambahan 5.000 MW dari sumber air hingga 2030. Rapat teknis kerangka acuan AMDAL pada Maret 2025 di Dinas Lingkungan Hidup Kaltim membahas strategi mitigasi, termasuk pemantauan kualitas air dan reboisasi lahan genangan. Bupati Mahakam Ulu, Meiliana, dalam pernyataan September 2025, menekankan dampak positif seperti penciptaan 1.000 lapangan kerja selama konstruksi dan peningkatan PAD daerah melalui royalti. Di Malinau, Bupati Wempi Wempie menambahkan bahwa proyek ini harus "memberi dampak positif bagi masyarakat Sungai Boh yang terdampak," dengan tuntutan jaminan kompensasi lahan dan program pemberdayaan UMKM berbasis ekowisata sungai.

Masyarakat Sungai Boh, yang mayoritas petani dan nelayan subsisten, menyuarakan aspirasi kuat dalam konsultasi publik. Perwakilan enam desa—termasuk Dumu Mahak dan Long Alango—menuntut transparansi data hidrologi dan partisipasi dalam pengawasan pasca-konstruksi. "Sungai Boh adalah sumber kehidupan kami; genangan bisa hilangkan lahan padi dan rute migrasi ikan semah, ikan ikonik Malinau," kata tokoh adat Paulus, yang mewakili 500 kepala keluarga terdampak. Respons TMM mencakup rencana Corporate Social Responsibility (CSR) senilai Rp 5 miliar, termasuk pembangunan jembatan gantung dan klinik desa. Namun, pakar hidrologi dari Universitas Mulawarman menyarankan studi lanjutan menggunakan model simulasi 3D untuk memprediksi perubahan debit sungai hingga 50 tahun ke depan.

Secara nasional, proyek ini selaras dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tapi juga menimbulkan dilema etis di tengah krisis iklim. Kalimantan, sebagai paru-paru dunia dengan 40 juta hektare hutan, rentan terhadap fragmentasi habitat akibat infrastruktur besar. Contoh PLTA Mentarang Induk di Malinau, yang direncanakan 1.200 MW, pernah dikritik Mongabay karena berpotensi menenggelamkan 22.604 hektare lahan—lebih luas dari Kota Makassar—dan menggusur 5.000 warga adat. Untuk Batoq Kelo, KLHK telah membentuk tim pengawas lintas provinsi, memastikan AMDAL memenuhi standar internasional seperti yang diterapkan International Hydropower Association.

Ke depan, penyelesaian AMDAL dijadwalkan rampung akhir 2025, diikuti izin lingkungan dari gubernur. Pemkab Malinau dan Mahakam Ulu berjanji memperkuat dialog multipartai, termasuk melibatkan LSM seperti AMAN untuk hak adat. "Proyek ini bisa jadi model transisi energi yang adil jika dampak negatif diminimalkan," tutur Ernes Silvanus, menutup pertemuan dengan harapan kolaboratif. Di Sungai Boh, di mana listrik masih langka dan hutan menjadi benteng terakhir, PLTA Batoq Kelo bukan hanya soal megawatt, tapi taruhan masa depan: apakah Borneo akan bersinar hijau atau tenggelam dalam genangan yang tak terduga. Dengan konsultasi yang inklusif, harapan tetap terbuka untuk pembangunan yang tak mengorbankan akar budaya dan alam setempat.

 

Also Read
Latest News
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
  • Ancaman Genangan Lintas Batas: 370 Hektare DAS Sungai Boh Malinau Terancam PLTA Batoq Kelo, AMDAL Mulai Disusun
Post a Comment
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad