IKN sebagai Pusat Peradaban Baru: Fadli Zon Tegaskan Peran Strategis Kebudayaan di Jantung Nusantara

  

Kalimantan Timur — Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak hanya dibayangkan sebagai episentrum pemerintahan baru Indonesia, tetapi juga sedang dibentuk sebagai rumah besar bagi keberagaman budaya bangsa. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sambutannya pada pembukaan Festival Budaya Nusantara (Nusantara Cultural Festival) yang digelar di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN, Sabtu (31/5/2025).

Dalam atmosfer yang sarat semangat kebhinekaan, Fadli Zon menyampaikan bahwa pembangunan IKN harus melampaui sekadar infrastruktur pemerintahan. Menurutnya, ibu kota baru ini harus menjadi simbol kemajuan peradaban Indonesia yang bertumpu pada akar budaya yang kuat.

“IKN bukan sekadar pusat pemerintahan, tetapi juga rumah bersama kebudayaan Indonesia,” ujar Fadli Zon, menggarisbawahi arah pembangunan yang berorientasi pada identitas dan warisan budaya bangsa.

Pernyataan tersebut dilontarkan di sela-sela rangkaian kegiatan Festival Budaya Nusantara yang berlangsung selama tiga hari, mulai 30 Mei hingga 1 Juni 2025, dan mengusung tema besar “Nusantara adalah Kita, Kita adalah Nusantara.” Festival ini menjadi titik tolak awal IKN dalam mengukuhkan dirinya sebagai wadah kolektif kebudayaan dari Sabang sampai Merauke.

 

Sebuah Festival, Sebuah Tekad

Festival Budaya Nusantara yang baru pertama kali dihelat di kawasan IKN ini menjadi momentum penting yang menegaskan transformasi IKN dari sekadar megaproyek pembangunan fisik menjadi proyek kebudayaan. Lebih dari 500 peserta dari 23 kontingen budaya dari seluruh penjuru Indonesia ambil bagian dalam festival ini. Mereka tidak hanya memamerkan ragam seni pertunjukan dan tradisi lokal, tetapi juga menghadirkan kuliner khas, kerajinan tangan, dan ekspresi budaya lainnya yang mencerminkan kekayaan dan keragaman Nusantara.

Kegiatan ini diawali dengan pembacaan sastra tutur “Betore” oleh perwakilan Suku Paser. Sastra tutur ini merupakan salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia dan biasa dilantunkan dalam suasana panen sebagai bentuk syukur dan pelestarian kearifan lokal. Suasana menjadi sakral ketika lantunan kata-kata sastra Betore menggema di tengah hamparan lahan pembangunan yang kian menunjukkan wajah barunya sebagai pusat negara.

“Festival ini adalah perwujudan dari komitmen untuk membangun ekosistem kebudayaan di IKN. Kami sangat mengapresiasi terselenggaranya kegiatan ini karena menjadi wadah pelestarian budaya dan pemersatu bangsa,” tegas Fadli Zon.

 

Komitmen Pemerintah: Kebudayaan Sebagai Soft Power Bangsa

Fadli Zon juga menekankan bahwa di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kebudayaan dijadikan sebagai kekuatan lunak (soft power) nasional. Ini berarti bahwa kebudayaan bukan lagi dipandang sebagai pelengkap atau pelipur lara semata, melainkan sebagai instrumen strategis dalam membangun identitas, diplomasi, dan daya saing bangsa di tengah globalisasi.

Menurutnya, IKN harus menjadi pusat peradaban yang memancarkan nilai-nilai luhur Nusantara ke seluruh dunia. “Kami ingin IKN tidak hanya dikenal karena bangunan-bangunan megahnya, tetapi juga karena cahaya kebhinekaan, kearifan lokal, dan semangat kebudayaan yang hidup di dalamnya,” lanjutnya.

Fadli menyebut, menjadikan IKN sebagai rumah budaya bukanlah gagasan kosong, melainkan amanat yang tertuang jelas dalam kerangka hukum negara. Dua undang-undang menjadi landasan utama arah pembangunan ini, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara.

“Undang-undang telah mengatur bahwa pemajuan kebudayaan harus menjadi bagian integral dari pembangunan nasional. Maka pembangunan IKN harus dilandasi semangat itu. Tanpa budaya, peradaban hanya akan jadi bangunan kosong tanpa jiwa,” kata Fadli.

 

IKN: Simbol Integrasi dan Akulturasi Budaya

Festival Budaya Nusantara bukan hanya sekadar pertunjukan seni, tapi juga menjadi ajang dialog antarbudaya yang mempertemukan berbagai ekspresi lokal di satu titik sentral. Hadirnya komunitas seni dari Aceh hingga Papua, dari Minangkabau hingga Dayak, adalah representasi nyata dari wajah Indonesia yang majemuk namun tetap satu.

Fadli Zon memandang keberagaman ini bukan sebagai hambatan, tetapi sebagai kekuatan. Di tengah derasnya arus globalisasi dan tantangan budaya digital, Indonesia harus mampu merespons dengan merawat dan merayakan identitas kebangsaannya.

“Dengan adanya Otorita IKN yang memberikan ruang bagi para seniman dan komunitas budaya dari seluruh pelosok tanah air, kita bisa membangun panggung kultural yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya. Ia pun menyebut bahwa kebudayaan harus menjadi fondasi dalam setiap pembangunan, bukan sekadar ornamen dekoratif.

Festival ini juga menghadirkan produk-produk dari pelaku UMKM yang bergerak di bidang kreatif budaya. Mulai dari tenun khas Kalimantan, kerajinan rotan, ukiran kayu, batik kontemporer, hingga makanan tradisional dari berbagai daerah, semua mendapat tempat dalam kegiatan ini. Keberadaan UMKM ini turut memperkuat peran budaya sebagai penggerak ekonomi kreatif yang dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Karnaval Budaya Nusantara: Rencana ke Depan

Tak berhenti di festival ini, Fadli Zon mengungkapkan rencana jangka panjang untuk mengadakan Karnaval Budaya Nusantara di masa mendatang. Karnaval ini diharapkan menjadi event tahunan berskala nasional yang melibatkan lebih banyak komunitas budaya dari seluruh Indonesia.

“Bayangkan jika ribuan peserta dari ratusan suku bangsa bisa hadir dan merayakan kekayaan budaya mereka di ibu kota negara. Ini bukan sekadar perayaan, tapi manifestasi kebudayaan nasional yang hidup,” jelasnya.

Pemerintah, tambahnya, terbuka terhadap kolaborasi dengan berbagai pihak—mulai dari akademisi, komunitas budaya, tokoh adat, hingga generasi muda—dalam membentuk wajah IKN yang benar-benar mencerminkan semangat Nusantara.

 

Peran Masyarakat: Menjaga Api Kebudayaan

Dalam pesannya, Fadli Zon turut mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga dan menghidupkan kebudayaan. Baginya, IKN hanya akan menjadi pusat kebudayaan jika masyarakat secara aktif menjadikan budaya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

“Pemerintah bisa membangun infrastruktur, tapi roh kebudayaan lahir dari partisipasi masyarakat. Setiap orang punya peran: seniman, pengrajin, budayawan, pendidik, dan bahkan penonton sekalipun,” pungkasnya.

Menurutnya, warisan budaya tidak boleh berhenti pada seremoni. Ia harus diwariskan lintas generasi, direkonstruksi dalam bentuk-bentuk baru yang relevan dengan zaman, dan dijadikan kekuatan pemersatu bangsa.

Dengan hadirnya Festival Budaya Nusantara di IKN, Indonesia seolah ingin menegaskan kembali bahwa kekuatan sejatinya terletak pada kebhinekaan. Dan kini, di tengah hutan Kalimantan Timur yang perlahan disulap menjadi jantung pemerintahan baru, ruh kebudayaan mulai ditiupkan.

Festival ini bukan hanya menandai pembukaan sebuah acara, tetapi juga pembukaan lembaran baru dalam sejarah Indonesia. Sebuah babak ketika ibu kota tak hanya menjadi pusat kendali birokrasi, tetapi juga menjadi taman tempat segala bunga budaya tumbuh dan berkembang.

IKN sedang diarahkan bukan sekadar menjadi simbol negara, tetapi sebagai pusat peradaban yang hidup, berjiwa, dan menyatukan seluruh Indonesia dalam harmoni. Sebuah rumah bersama yang luas, tempat budaya tidak hanya disimpan, tetapi juga dirayakan dan diwariskan.

Dan jika semangat ini terus terjaga, bukan mustahil IKN akan menjadi lentera yang menyinari dunia—dengan cahaya kebudayaan Indonesia yang tak pernah padam.

Next Post Previous Post