“Ini Bukan Negara Ormas!”: Gubernur Kalteng Murka, GRIB Jaya Disebut Langgar Konstitusi Setelah Segel Pabrik
Barito Selatan, Kalimantan Tengah — Suasana panas meliputi
jagat media sosial dan dunia investasi lokal setelah sebuah tindakan
kontroversial dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menamakan
diri Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya. Dalam sebuah aksi yang
langsung menyulut polemik nasional, DPD GRIB Jaya Kalimantan Tengah (Kalteng)
menyegel pabrik milik PT Bumi Asri Pasaman (BAP) di Kabupaten Barito Selatan.
Penyegelan ini memicu reaksi keras dari Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar
Sabran, yang menyampaikan pernyataan tegas: “Ini bukan negara ormas!”
Pernyataan tersebut dilontarkan Sabtu (3/5/2025) di rumah dinas gubernur. Dengan nada serius dan ekspresi yang mencerminkan kemarahan, Agustiar menegaskan bahwa tidak ada organisasi apa pun—termasuk ormas—yang boleh bertindak seolah-olah lebih tinggi daripada negara, terlebih dalam urusan investasi yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak.
Penyegelan Pabrik dan Dampaknya: Api yang Membakar Stabilitas Daerah
Kisah ini bermula saat anggota GRIB Jaya mendatangi pabrik
PT BAP dan melakukan penyegelan. Aksi itu disebut sebagai bentuk “pendampingan
hukum” terhadap seorang warga yang mengalami sengketa dengan perusahaan
tersebut. Namun, alih-alih dianggap sebagai langkah legal, penyegelan yang
dilakukan tanpa wewenang resmi justru menciptakan ketegangan. Tidak hanya
masyarakat dan pelaku usaha yang dibuat resah, tetapi juga para pejabat
pemerintah.
GRIB Jaya Kalteng mengklaim aksi mereka didasari oleh semangat keadilan. Namun, langkah mereka justru mengundang perhatian negatif karena dilakukan tanpa koordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait.
“Ormas harus tunduk dan patuh terhadap keputusan negara, terutama jika menyangkut investasi daerah,” tegas Agustiar. “Enggak ada itu ormas di atas negara.”
Respons Tegas dari Pemerintah Provinsi dan Aparat
Gubernur Agustiar menegaskan bahwa pihaknya tak akan tinggal
diam. Ia telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk segera mengambil langkah
tegas terhadap ormas yang bertindak di luar koridor hukum. "Kami akan
melakukan penertiban terhadap ormas yang bertindak semena-mena. Ini negara
hukum, bukan negara yang dijalankan oleh kelompok-kelompok swasta,” ujarnya.
Kapolda Kalteng, Irjen Pol Iwan Kurniawan, turut angkat suara. Ia mengonfirmasi bahwa telah membentuk tim khusus dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) untuk menyelidiki kasus penyegelan tersebut. “Kami menjunjung tinggi supremasi hukum. Segala bentuk pelanggaran akan diproses sesuai aturan yang berlaku,” kata Iwan, menambahkan bahwa tindakan GRIB Jaya tergolong sebagai bentuk pelanggaran terhadap sistem hukum nasional.
Dalam konteks hukum Indonesia, penyegelan aset milik perusahaan tanpa dasar hukum dan tanpa perintah pengadilan dapat dikategorikan sebagai tindakan main hakim sendiri atau bahkan perbuatan melawan hukum. Jika terbukti bersalah, pelaku bisa dijerat dengan pasal-pasal pidana yang tidak ringan.
Membela Warga atau Melangkahi Kewenangan? GRIB Jaya Beri Penjelasan
Tak tinggal diam, pihak GRIB Jaya pun buka suara. Dalam
pernyataan tertulis yang dikeluarkan pada Minggu (4/5/2025), Sekretaris DPD
GRIB Jaya Kalteng, Erko Mojra, menjelaskan bahwa penyegelan dilakukan sebagai
bentuk pendampingan terhadap Sukarto bin Parsan, warga Barito Timur yang
mengklaim dirugikan oleh PT BAP.
Menurut Erko, Sukarto adalah pemberi kuasa dalam kasus wanprestasi dengan PT BAP, di mana perusahaan tersebut dinilai tidak menunaikan kewajiban pembayaran sebesar Rp 778 juta dari total harga karet yang telah disepakati. “Jumlah yang belum dibayarkan bahkan sudah mencapai lebih dari Rp 1,4 miliar jika ditotal dengan denda,” ujarnya.
Lebih lanjut, Erko menyatakan bahwa sengketa ini sudah melalui proses hukum dan menghasilkan beberapa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun, pihak perusahaan dinilai belum menindaklanjuti kewajibannya. “Kami hanya menuntut keadilan. Kami sudah mencoba jalur hukum, dan sekarang kami mendesak agar perusahaan menaati keputusan pengadilan,” katanya.
Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan: jika proses hukum telah dilakukan dan putusan pengadilan telah terbit, mengapa GRIB Jaya bertindak sendiri tanpa melibatkan aparat hukum?
Ormas dalam Sorotan: Batas Tipis Antara Kepedulian dan Arogansi
Kasus GRIB Jaya ini membuka kembali perdebatan lama seputar
peran dan batas wewenang organisasi masyarakat di Indonesia. Di satu sisi,
ormas dibentuk untuk menjadi mitra pemerintah dalam menyuarakan kepentingan
masyarakat. Di sisi lain, banyak kasus di mana ormas justru bertindak seperti
kekuatan ekstra-konstitusional yang memaksakan kehendak melalui cara-cara
premanisme.
Gubernur Agustiar Sabran tidak menolak keberadaan ormas secara umum. Bahkan, ia menyatakan apresiasinya kepada ormas-ormas yang benar-benar bekerja untuk masyarakat. “Saya tetap menghargai ormas yang berkontribusi positif. Tapi harus ada batasan. Semua pihak harus tunduk pada hukum negara,” tegasnya.
Kehadiran ormas memang tidak bisa dihapuskan begitu saja dari struktur sosial-politik Indonesia. Namun, ketika ormas mulai menunjukkan taringnya dalam urusan-urusan yang seharusnya menjadi domain aparat penegak hukum atau lembaga negara, maka di sanalah garis bahaya mulai kabur.
Investasi Terancam, Iklim Usaha Terguncang
Di balik drama penyegelan ini, ada dampak yang lebih luas
dan serius: stabilitas investasi di Kalimantan Tengah. PT BAP bukan hanya
satu-satunya investor di wilayah itu. Kasus ini membuat banyak pelaku usaha
cemas akan keamanan berusaha. Jika penyegelan oleh kelompok non-negara bisa
terjadi begitu saja tanpa prosedur hukum, maka kepercayaan investor bisa
runtuh.
“Kalau setiap sengketa bisa berujung pada penyegelan oleh kelompok masyarakat, siapa lagi yang mau berinvestasi di sini?” ujar seorang pengusaha lokal yang enggan disebut namanya.
Langkah cepat dari pemerintah provinsi dan kepolisian menjadi penting bukan hanya untuk menyelesaikan masalah hukum, tapi juga untuk mengembalikan kepercayaan publik dan dunia usaha.
Menanti Langkah Tegas dan Solusi Jangka Panjang
Kini, publik menantikan langkah konkret dari aparat penegak
hukum dan pemerintah daerah. Apakah GRIB Jaya akan dikenai sanksi hukum? Apakah
PT BAP benar-benar melanggar keputusan pengadilan? Dan bagaimana solusi jangka
panjang agar ormas tidak lagi bertindak semaunya?
Kapolda Irjen Iwan menegaskan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum. Siapa pun yang melanggar, entah itu perusahaan atau ormas, akan diproses secara objektif dan transparan. “Kami berkomitmen untuk menjunjung keadilan. Ini bukan sekadar kasus sengketa, ini juga soal kepastian hukum,” katanya.
Negara Harus Hadir, Supremasi Hukum Tak Bisa Ditawar
Kasus penyegelan PT BAP oleh GRIB Jaya menjadi pelajaran
penting bagi semua pihak—pemerintah, aparat, ormas, dan masyarakat. Ia membuka
mata kita akan pentingnya kehadiran negara dalam menjaga supremasi hukum dan
menjamin rasa aman bagi siapa pun, termasuk investor.
Dalam negara hukum, penyelesaian masalah tidak bisa dilakukan melalui kekuasaan massa atau tekanan jalanan. Proses hukum harus dihormati, dan segala bentuk ketidakpuasan harus disalurkan melalui mekanisme yang diatur dalam konstitusi.
“Ini bukan negara ormas,” kata Agustiar Sabran. Dan benar, ini adalah negara hukum. Jika tidak dijaga, maka yang terjadi bukan keadilan—melainkan kekacauan.