Gagal Mengaspal, Kereta Tanpa Rel dari China Dipulangkan: IKN Ubah Arah Menuju Mobilitas Cerdas yang Lebih Realistis

Di tengah gencarnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota masa depan Indonesia, satu babak eksperimen teknologi canggih harus ditutup dengan akhir yang tidak terlalu manis. Proyek Kereta Tanpa Rel atau Autonomous Rail Transit (ART) buatan CRRC Qingdao Sifang dari China, yang sempat menarik perhatian publik saat diuji coba di IKN, akhirnya diputuskan untuk dikembalikan ke negeri asalnya. Keputusan ini sekaligus menjadi simbol bahwa transformasi mobilitas modern bukan tanpa hambatan, bahkan untuk kota yang digadang-gadang akan menjadi tolok ukur smart city di Asia Tenggara.

 

Gagasan Besar yang Belum Matang

Visi IKN sebagai kota hijau, cerdas, dan berkelanjutan memang ambisius. Salah satu upaya untuk mewujudkan visi tersebut adalah dengan menghadirkan sistem transportasi publik canggih yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga otonom dan efisien. Maka pada pertengahan tahun 2024, publik dikejutkan dengan hadirnya kendaraan futuristik: ART, kereta tanpa rel yang mengandalkan sensor dan teknologi navigasi untuk melaju di jalur yang telah ditentukan tanpa sopir.

Teknologi ART sejatinya merupakan perwujudan dari konsep trem modern yang tidak memerlukan rel fisik. Unit yang dihadirkan di IKN adalah hasil kolaborasi dengan produsen asal Tiongkok, CRRC Qingdao Sifang. Dalam beberapa tahun terakhir, ART telah diuji coba di beberapa kota dunia, dan kehadirannya di IKN diharapkan bisa menjadi pionir dalam ekosistem smart mobility Indonesia.

Namun kenyataan tak selalu seindah rencana. Setelah uji coba yang berlangsung dari Agustus hingga September 2024, hasilnya menunjukkan bahwa ART belum mampu berjalan secara otonom sesuai ekspektasi. Beberapa kali ART disebut mengalami kendala teknis dalam mendeteksi jalur, manuver di tikungan, hingga respons terhadap lingkungan sekitar yang kompleks dan dinamis.

Mohammed Ali Berawi, Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN, menyampaikan bahwa kegagalan tersebut membuat pihaknya mengambil keputusan tegas. Pada 29 April 2025, ART resmi dikeluarkan dari area IKN dan dikirim ke Pelabuhan Semayang, Balikpapan, untuk kemudian berlayar kembali ke China. “Kami yang minta kembalikan, sesuai hasil PoC untuk dapat disempurnakan dan diperbaiki teknologinya,” ujar Ale—sapaan akrab Mohammed Ali Berawi.

 

Evaluasi Realistis dan Harapan Masa Depan

Keputusan untuk mengembalikan ART ke China bukan berarti menutup pintu terhadap teknologi canggih. Ale menegaskan bahwa pihaknya tetap terbuka jika di kemudian hari versi ART yang lebih matang dan stabil dikembangkan oleh CRRC dan ditawarkan kembali untuk diuji coba. “Nanti bisa dibahas lagi apakah ada kans untuk PoC kedua dan seterusnya,” tambahnya.

Namun, langkah ini mencerminkan pendekatan realistis yang kini diambil oleh Otorita IKN: teknologi tinggi bukan sekadar soal kemewahan atau kesan futuristik, tetapi harus benar-benar bisa dioperasikan dengan andal di medan sesungguhnya. Dan dalam hal ini, IKN memilih untuk tidak terburu-buru.

 

MaaS: Menuju Ekosistem Mobilitas Terintegrasi

Meski proyek ART belum berhasil, komitmen terhadap sistem transportasi cerdas di IKN tidak surut. Justru, momen ini menjadi titik balik untuk memperkuat pendekatan integratif yang lebih membumi dan pragmatis. Salah satu inisiatif andalan yang sedang disiapkan adalah Mobility-as-a-Service (MaaS), sebuah platform digital yang memungkinkan warga IKN mengakses beragam moda transportasi dalam satu aplikasi terpadu.

Dengan konsep MaaS, masyarakat akan dapat memesan bus listrik, sepeda listrik, hingga layanan urban air mobility (mobilitas udara perkotaan) cukup lewat satu aplikasi. MaaS juga akan menyediakan fitur navigasi rute optimal, estimasi waktu perjalanan, integrasi pembayaran, hingga layanan smart parking—semuanya berbasis data dan teknologi real-time.

Ale menggambarkan MaaS sebagai tulang punggung smart mobility IKN. “Dengan MaaS, warga IKN akan menikmati kemudahan memesan berbagai moda transportasi, seperti bus listrik, sepeda listrik, hingga rencana urban air mobility, melalui satu platform,” ujarnya.

 

Masterplan Mobilitas IKN: Kota untuk Pejalan Kaki dan Pesepeda

Di balik semua infrastruktur teknologi tinggi, terdapat visi yang sangat manusiawi: menciptakan kota yang ramah bagi manusia. Dalam Nusantara Urban Mobility Masterplan, ditargetkan bahwa 80 persen perjalanan di IKN nantinya akan dilakukan menggunakan transportasi publik atau moda aktif seperti berjalan kaki dan bersepeda.

Untuk mendukung visi ini, pada 2025 pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 15,4 triliun untuk membangun dan memperkuat infrastruktur pendukung. Fokus utama termasuk pengembangan jaringan 5G, sistem sensor IoT (Internet of Things), serta pemasangan smart traffic lights dan smart parking system.

Selain itu, dua sistem teknologi canggih juga sedang dikembangkan: Advanced Traffic and Parking Management System (ATPMS) dan Advanced Public Transportation System (APTS). Kedua sistem ini akan memungkinkan manajemen lalu lintas secara real-time serta pemantauan posisi armada bus listrik secara langsung melalui aplikasi seperti MitraDarat.

 

Sky Taxi: Mobil Terbang Jadi Kenyataan?

IKN juga tidak berhenti hanya pada darat. Satu proyek futuristik lainnya yang sedang diuji adalah urban air mobility alias sky taxi. Dalam kerja sama dengan Hyundai Motor Group, konsep mobil terbang yang dulunya hanya ada di film fiksi ilmiah kini mulai memasuki tahap eksplorasi awal di IKN. Teknologi ini diproyeksikan akan menjadi solusi untuk mobilitas cepat dari dan ke kawasan IKN maupun ke kota-kota sekitar seperti Balikpapan dan Samarinda.

Namun, seperti halnya ART, pengembangan sky taxi juga tidak lepas dari tantangan. Dari sisi infrastruktur, dibutuhkan landasan khusus, sistem navigasi udara, hingga regulasi keamanan yang belum sepenuhnya siap. Tapi semangat untuk tetap mengejar inovasi menunjukkan bahwa IKN tak gentar untuk bermimpi besar.

 

Belajar dari Kegagalan: Jalan Panjang Menuju Smart City

Kembalinya ART ke China bisa saja dilihat sebagai kegagalan proyek. Namun, dalam konteks pembangunan sebuah kota dari nol, justru inilah bagian penting dari proses belajar. Uji coba teknologi bukan hanya soal keberhasilan, tetapi juga soal validasi di lapangan—dan jika hasilnya belum sesuai harapan, berani mundur adalah langkah yang bijak.

IKN menunjukkan kematangan dalam menyikapi hal ini. Daripada memaksakan teknologi yang belum siap, lebih baik berinvestasi pada pengembangan infrastruktur dasar yang kokoh dan memastikan sistem mobilitas publik yang benar-benar bisa bekerja—meskipun belum sepenuhnya futuristik.

 

Transportasi Berbasis Data dan Ekosistem Terbuka

Salah satu kekuatan IKN adalah pendekatannya yang berbasis data. Setiap moda transportasi, mulai dari bus listrik hingga sky taxi nanti, akan diintegrasikan dalam ekosistem digital yang mampu mengolah data pergerakan, permintaan penumpang, hingga manajemen energi. Hal ini memungkinkan efisiensi operasional sekaligus kenyamanan pengguna.

Ke depan, Otorita IKN juga membuka peluang kolaborasi dengan berbagai perusahaan teknologi, startup lokal maupun global, serta mitra strategis dari sektor transportasi. Konsep “sandbox” untuk pengujian teknologi di IKN diharapkan bisa menarik berbagai pihak untuk ikut serta membentuk wajah masa depan mobilitas Indonesia.

 

Jalan Menuju Kota Pintar Butuh Kesabaran

Kisah ART yang kembali ke China adalah pengingat bahwa membangun kota pintar bukan pekerjaan semalam. Butuh eksperimen, keberanian mencoba, dan kesiapan untuk menerima kegagalan sebagai bagian dari proses. IKN tidak berhenti di kegagalan ART—justru dari situlah lahir arah baru yang lebih matang, terencana, dan inklusif.

Dengan fondasi kuat dari MaaS, teknologi real-time management, dan investasi besar pada infrastruktur digital, IKN tetap berada di jalur menuju kota masa depan yang tidak hanya pintar, tapi juga manusiawi. Karena pada akhirnya, teknologi hanya alat—yang terpenting adalah bagaimana kota itu bisa melayani warganya dengan lebih baik.

Next Post Previous Post