Di Balik Pembangunan IKN: UMKM Tak Digusur, Justru Diberdayakan

  

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur telah menjadi sorotan publik sejak awal digulirkan. Proyek ambisius ini tidak hanya menjadi simbol kemajuan dan pemerataan pembangunan Indonesia, tetapi juga membuka banyak pertanyaan tentang dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mungkin menyertainya. Salah satu isu yang kerap mencuat ke permukaan adalah nasib pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan pedagang kaki lima (PKL) di tengah geliat pembangunan tersebut. Apakah benar mereka digusur demi ambisi menjadikan IKN sebagai kota kelas dunia?

Pertanyaan ini mengemuka seiring kekhawatiran bahwa pembangunan skala besar sering kali tidak ramah terhadap masyarakat kecil. Namun, Otorita IKN, lembaga yang bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan proyek ini, punya narasi berbeda. Mereka justru menekankan pentingnya sinergi antara pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat lokal, termasuk UMKM.

Mari kita telaah lebih dalam: benarkah UMKM dan PKL menjadi korban pembangunan IKN, atau justru mendapatkan peluang baru di tengah transformasi besar ini?

 

Narasi Penggusuran: Antara Fakta dan Kekhawatiran

Isu penggusuran bukan barang baru dalam setiap proyek pembangunan besar. Sejarah mencatat, dari pembangunan waduk hingga perluasan bandara, penggusuran acap kali menjadi cerita sedih di balik kemegahan proyek. Maka tak heran jika banyak pihak khawatir bahwa IKN pun akan mengulang pola yang sama: menggusur masyarakat kecil demi lanskap urban yang tertata rapi.

Namun, Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin, menegaskan bahwa pihaknya tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Dalam pernyataan resminya pada Selasa, 13 Mei 2025, Alimuddin menyatakan bahwa Otorita IKN justru memberikan ruang yang layak dan tertata bagi para pelaku UMKM dan PKL di sekitar area proyek.

"Kami memberikan ruang usaha atau berjualan di area yang tertata dan layak bagi pelaku UMKM dan pedagang kaki lima (PKL) di area proyek," ujarnya.

Pernyataan ini bukan sekadar janji manis. Menurut Alimuddin, kehadiran UMKM dan PKL di area proyek justru sangat dibutuhkan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum para pekerja konstruksi yang jumlahnya terus meningkat. Artinya, UMKM bukan beban, tetapi mitra strategis dalam mendukung logistik proyek pembangunan IKN.

 

Kolaborasi Lintas Sektoral: Menata, Bukan Menggusur

Langkah Otorita IKN yang merangkul UMKM bukan dilakukan sendiri. Terdapat kolaborasi lintas sektoral yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dari pemerintah daerah hingga komunitas lokal, dalam menciptakan sistem tata niaga yang terintegrasi dan selaras dengan visi pembangunan IKN.

Di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara—yang menjadi titik sentral pembangunan IKN—banyak pelaku UMKM mulai merasakan perubahan tersebut. Mereka tidak hanya diberi ruang, tapi juga didorong untuk meningkatkan kualitas usaha mereka. Edukasi tentang higienitas makanan, penataan lokasi, dan pelatihan kewirausahaan secara bertahap diberikan.

"Penanganan cepat dibutuhkan agar keberadaan UMKM atau PKL tidak menjamur bukan saja di area proyek, tapi di seluruh kawasan IKN dan menjadi persoalan sosial di kemudian hari," jelas Alimuddin.

Pernyataan ini menggambarkan pendekatan holistik yang diambil Otorita IKN. Bukan hanya memberi ruang, tapi juga melakukan edukasi dan pengawasan untuk memastikan keberadaan UMKM tak justru menjadi titik lemah dari kota baru yang diimpikan menjadi smart city kelas dunia.

 

Menjaga Keseimbangan Antara Estetika dan Ekonomi Lokal

Meski memberi ruang kepada UMKM, Otorita IKN tetap berpegang pada prinsip tata kota modern. Artinya, setiap aktivitas perdagangan harus diatur dengan rapi. Salah satu langkah yang kini tengah dirancang adalah peraturan teknis penataan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Di dalamnya akan diatur secara rinci zona-zona tempat UMKM boleh berjualan, serta zona yang menjadi larangan.

Misalnya, jalan bypass yang dirancang sebagai jalur bebas hambatan untuk transportasi cepat akan ditetapkan sebagai area larangan berjualan. Pertimbangan utamanya adalah keselamatan dan estetika. Bayangkan jika kawasan ini dipenuhi lapak-lapak liar—tentu akan mengganggu kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.

"Penataan ini bertujuan untuk mencegah dampak negatif seperti masalah kebersihan, keamanan, hingga kesehatan agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari," tegas Alimuddin.

Keseimbangan antara keteraturan kota dan pemberdayaan ekonomi lokal memang bukan perkara mudah. Namun, Otorita IKN tampaknya berusaha keras agar tidak ada yang dikorbankan. UMKM diberi tempat, tapi dengan standar yang harus dipenuhi, termasuk soal kebersihan, keamanan pangan, dan tata letak.

 

UMKM sebagai Mitra Strategis Pembangunan

Dalam kerangka besar pembangunan IKN, UMKM tidak hanya diposisikan sebagai penonton atau korban. Mereka adalah bagian dari ekosistem ekonomi yang justru menjadi penopang keseharian para pekerja dan pengguna jasa.

Keberadaan warung makan, kedai kopi, toko kelontong, hingga jasa laundry dan penginapan skala rumahan menjadi denyut nadi yang ikut menghidupkan kawasan proyek. Dengan menggandeng UMKM, Otorita IKN menunjukkan bahwa pembangunan tidak harus bersifat top-down semata. Pelibatan masyarakat lokal menjadi kunci dari keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

Di lapangan, hal ini sudah mulai tampak. Beberapa UMKM di Sepaku telah mengembangkan usaha kuliner dengan memanfaatkan peluang dari proyek ini. Bahkan, tak sedikit yang mengalami peningkatan pendapatan sejak masuknya ribuan pekerja dan tim pembangunan.

 

Edukasi dan Pelatihan: Kunci Pemberdayaan Nyata

Pemberdayaan tidak cukup dengan memberi tempat atau peluang. Tanpa peningkatan kapasitas, UMKM akan tetap tertinggal dan sulit beradaptasi dengan standar kota kelas dunia yang diimpikan di IKN. Oleh karena itu, Otorita IKN juga menyelenggarakan berbagai pelatihan dan edukasi kepada pelaku UMKM.

Materi yang diajarkan tidak hanya seputar manajemen usaha, tapi juga aspek legalitas, pemasaran digital, hingga pentingnya sanitasi makanan. Dengan pembinaan berkelanjutan, pelaku UMKM diharapkan bisa tumbuh menjadi pelaku ekonomi tangguh dan kompetitif.

Tak kalah penting, pendekatan ini juga membantu menghindari potensi konflik sosial di kemudian hari. Ketika pelaku usaha kecil diberi ruang dan kemampuan untuk berkembang, maka mereka tidak akan merasa terpinggirkan oleh arus modernisasi.

 

Masa Depan UMKM di IKN: Dari Mitra Pinggiran Menjadi Pilar Ekonomi Lokal

Jika ditilik dari skenario ideal yang sedang dibangun, maka masa depan UMKM di IKN tampak cukup menjanjikan. Dengan pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas, penataan tata ruang yang inklusif, serta pelatihan berkelanjutan, UMKM dapat berkembang dan bahkan menjadi bagian dari wajah ekonomi baru ibu kota negara.

Tentu, tantangannya tidak sedikit. Proses pembangunan selalu membawa dinamika dan resistensi. Namun, jika komitmen untuk tidak menggusur melainkan merangkul UMKM benar-benar dijalankan secara konsisten, maka IKN bisa menjadi contoh pembangunan kota masa depan yang inklusif dan berkelanjutan.

Pembangunan IKN bukan sekadar proyek fisik, tetapi sebuah misi besar untuk membangun peradaban baru. Dalam semangat ini, keberadaan UMKM dan PKL tidak boleh dianggap sebagai beban atau pengganggu estetika kota. Mereka adalah bagian dari wajah sosial dan ekonomi yang harus ditata, bukan disingkirkan.

Melalui kebijakan yang inklusif dan penataan yang terukur, Otorita IKN telah memberikan sinyal bahwa pembangunan kota kelas dunia tidak harus dibayar mahal dengan penggusuran. Sebaliknya, inilah momentum untuk menunjukkan bahwa Indonesia bisa membangun masa depan yang lebih baik dengan tidak melupakan mereka yang selama ini berada di garis pinggir.

UMKM bukan penghalang IKN menjadi kota cerdas dan modern—mereka justru bisa menjadi denyut nadi ekonomi lokal yang menghidupi kota baru itu dari dalam. Maka, mari berharap semangat kolaborasi ini terus dijaga dan diwujudkan dalam langkah nyata di lapangan.

Next Post Previous Post