Bukan Atas Nama Rakyat: Ketika Ormas Menyimpang dan Kaltim Menolak Dibelenggu Premanisme

 

Samarinda, Kalimantan Timur – Langit Kalimantan Timur memang sedang cerah oleh pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Tapi di balik kilau pembangunan yang digadang-gadang akan menjadi wajah masa depan Indonesia, awan kelabu juga menggantung—mewujud dalam bentuk praktik-praktik menyimpang yang menggerogoti tatanan hukum dan rasa aman masyarakat.

Dalam sebuah forum penting bertajuk Monitoring Ormas dan Paguyuban, yang digelar pada Minggu (11 Mei 2025) di Ruang Rapat Bina Bangsa, Badan Kesbangpol Kaltim, Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, mengangkat isu yang sudah terlalu lama menjadi rahasia umum namun jarang disentuh dengan serius: penyimpangan yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas).

Di depan para pejabat daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan pemerintah pusat, Rudy tidak memilih jalan diplomatis. Ia menguliti praktik-praktik gelap yang selama ini bersembunyi di balik baju ormas — pungutan liar (pungli), parkir liar, bahkan tambang ilegal.

 

Ormas atau Kambing Hitam?

“Ini pungutan ilegal yang tak bisa ditoleransi,” tegas Rudy, merujuk pada temuan aktivitas pengelolaan parkir liar oleh oknum ormas di Samarinda. Bukan hanya mencoreng citra organisasi, praktik semacam ini juga merugikan keuangan daerah. Setiap rupiah dari pungutan ilegal adalah rupiah yang hilang dari kas yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, pelayanan publik, dan kebutuhan dasar masyarakat.

Gubernur yang dikenal vokal itu menekankan pentingnya langkah tegas dari aparat penegak hukum dan perangkat daerah. “Jangan sampai ulah segelintir orang mencemarkan nama baik seluruh ormas,” katanya. Pesannya jelas: tidak semua ormas bersalah, tetapi yang menyimpang tidak boleh dibiarkan.

Kritik Rudy juga diarahkan kepada praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan ormas sebagai pelindung atau bahkan pelaku. Salah satu kasus mencolok terjadi di lahan milik Universitas Mulawarman (UNMUL) — tanah pendidikan yang seharusnya dijaga, malah dirambah oleh aktivitas tambang yang tak berizin.

“Kami akan tindak lanjuti laporan ini bersama aparat. Tidak boleh ada aktivitas tambang ilegal yang dibiarkan, apalagi jika dilindungi oleh pihak yang berlindung di balik identitas ormas,” kata Rudy.

 

IKN, Panggung Nasional dan Sorotan Dunia

Isu ini tidak bisa dipisahkan dari posisi strategis Kalimantan Timur yang kini menjadi lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan proyek bersejarah ini, Kalimantan Timur tidak lagi sekadar provinsi di pulau besar. Ia telah berubah menjadi pusat perhatian nasional dan bahkan internasional.

“Keberadaan IKN membawa konsekuensi besar. Kita wajib menjamin bahwa keamanan dan kepastian hukum tetap terjaga,” ujar Rudy. Ia menyebut bahwa ormas yang menyimpang dari tujuan mulianya, apalagi terafiliasi premanisme, jelas menjadi ancaman.

Apa yang terjadi di Kalimantan Timur bisa menjadi preseden. Jika praktik penyimpangan dibiarkan, maka apa artinya membangun ibu kota baru jika hukum tidak bisa ditegakkan?

Dalam konteks ini, ormas yang sejatinya memiliki fungsi sosial, budaya, dan kebangsaan, menjadi ternoda oleh segelintir oknum yang menjadikan organisasinya sebagai topeng kegiatan ilegal.

 

Preman Berkedok Pejuang Rakyat

Fenomena ormas yang beralih fungsi menjadi kelompok tekanan, bahkan kekuatan pemerasan, bukan hal baru. Tapi ketika praktik ini menyusup ke jantung provinsi yang memegang masa depan negara, itu bukan lagi soal lokal. Itu soal nasional.

Rudy menyadari kompleksitas ini. Karena itu, ia tak ingin bergerak sendiri. Dalam forum tersebut, ia mengumumkan pembentukan tim terpadu yang akan melibatkan unsur:

  • Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah)
  • Tokoh adat
  • Tokoh agama

Tim ini akan diberi mandat menjaga ketertiban daerah dan memastikan aktivitas ormas berjalan sesuai aturan yang berlaku.

“Ormas harus kembali ke rohnya—sebagai penggerak sosial, bukan pelindung praktik premanisme,” ujar Rudy.

 

Kolaborasi Pusat dan Daerah: Satu Suara Lawan Premanisme

Langkah Rudy mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Mayjen TNI Heri Wiranto, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, menyatakan bahwa pengawasan terhadap ormas harus diperketat.

“Kami akan terus memantau dinamika ormas, terutama yang dicurigai melakukan tindakan premanisme. Ini bagian dari strategi nasional menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan dunia usaha,” tegasnya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap ormas yang menyimpang telah menjadi kebijakan nasional, bukan sekadar inisiatif daerah.

Dengan adanya IKN, Kalimantan Timur menjadi miniatur Indonesia ke depan. Maka, setiap gangguan keamanan, sekecil apapun, bisa menjadi hambatan besar bagi citra dan kelangsungan pembangunan.

 

Antara Regulasi dan Realisasi: Tantangan di Lapangan

Tentu, membasmi praktik semacam ini tidak bisa hanya lewat pidato dan forum resmi. Dibutuhkan tindakan nyata, mulai dari pemetaan organisasi yang beroperasi di lapangan, audit aktivitas mereka, hingga proses hukum bagi yang terbukti bersalah.

Salah satu tantangan terbesar adalah membedakan antara aktivitas ormas yang legal dan bermakna sosial, dengan yang menggunakan identitas ormas sebagai alat legitimasi untuk kepentingan ilegal.

Kejelasan hukum dan keterbukaan informasi menjadi krusial di sini. Jika tidak, masyarakat akan terus menjadi korban, sementara oknum terus menikmati kekebalan tidak resmi.

 

Harapan Baru, Identitas Lama

Meski Rudy berbicara tegas, ia juga memberi ruang bagi transformasi ormas. Mereka yang selama ini mungkin tergoda untuk menyimpang, diberi kesempatan untuk kembali ke jalur yang benar.

“Ormas adalah kekuatan rakyat. Tapi kekuatan itu harus digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk merugikan rakyat lain,” katanya.

Dengan pembentukan tim terpadu, pengawasan lebih ketat, dan dukungan pusat, Pemprov Kaltim sedang mengirimkan pesan kuat: tak ada tempat bagi premanisme yang berkedok perjuangan sosial.

 

Kaltim Tidak Akan Dibelenggu

Apa yang terjadi di Kalimantan Timur hari ini adalah perjuangan antara idealisme dan kepentingan jangka pendek. Antara pembangunan yang inklusif dan kekuatan-kekuatan gelap yang mengincar celah.

Gubernur Rudy Mas’ud dan jajarannya sedang menarik garis tegas di pasir sejarah Kalimantan Timur. Dan garis itu mengatakan: cukup sudah.

Organisasi masyarakat boleh bersuara, boleh berkegiatan, boleh menuntut hak. Tapi tidak boleh menggunakan nama rakyat untuk memalak rakyat itu sendiri.

Kaltim yang sedang membangun IKN adalah provinsi masa depan. Ia layak dipimpin oleh semangat keadilan, bukan ketakutan. Dipandu oleh hukum, bukan intimidasi.

Dan bila perjuangan ini berhasil, bukan hanya Kaltim yang merdeka dari premanisme. Tapi Indonesia yang lebih adil dan tertib, yang dimulai dari pinggiran, dari forum kecil, dari seorang gubernur yang berani berkata: “Tidak atas nama rakyat!”

Next Post Previous Post