Bayang-Bayang Ormas Meresahkan di Tanah IKN: Kaltim Bersiap Bentuk Satgas Keamanan Terpadu
Samarinda, 12 Mei 2025 — Di tengah geliat pembangunan Ibu
Kota Negara (IKN) Nusantara yang kian progresif di jantung Pulau Kalimantan,
bayang-bayang premanisme berbaju organisasi kemasyarakatan (ormas) mengintai
dari sudut-sudut yang tak terduga. Aksi-aksi meresahkan yang dilakukan oknum
berlindung di balik identitas ormas menjadi ancaman nyata terhadap stabilitas
dan iklim investasi Kalimantan Timur (Kaltim), provinsi yang menjadi rumah bagi
proyek raksasa Nusantara.
Keadaan ini tidak dibiarkan berlarut. Pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polkam) turun langsung ke lapangan. Mereka melakukan monitoring terhadap aktivitas ormas-ormas yang terindikasi menyimpang, yang tidak hanya mengusik keamanan warga, tetapi juga berpotensi menjadi penghambat utama pembangunan IKN.
“Premanisme berbasis ormas adalah penyakit laten. Bila dibiarkan, akan membusukkan kepercayaan investor. Dan kita tahu, Kaltim sedang menjadi sorotan nasional bahkan internasional,” kata Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polkam, Mayjen TNI Heri Wiranto, usai rapat di Kantor Gubernur Kaltim, Minggu (11/5/2025).
Langkah Serius Pemerintah: Menyisir dan Menyikat Premanisme
Monitoring yang dilakukan ini bukan langkah dadakan. Ia
adalah kelanjutan dari Rapat Koordinasi Kemenko Polkam pada 6 Mei lalu di
Jakarta. Fokusnya jelas: menanggulangi maraknya aksi premanisme yang
menggerogoti keamanan daerah, terutama di wilayah strategis seperti Kaltim yang
kini menyandang status sebagai penyangga utama IKN.
Menurut Heri, gangguan dari ormas-ormas yang terafiliasi dengan premanisme bisa menjadi duri dalam daging, bukan hanya bagi proyek-proyek infrastruktur berskala nasional, tetapi juga bagi pelaku UMKM dan koperasi yang tengah berjuang bangkit pasca pandemi.
“Jangan sampai kita punya megaproyek IKN, tapi di sisi lain kita kecolongan oleh hal-hal kecil yang berakibat besar. Premanisme harus diredam, tidak ada toleransi,” tegas Heri.
Pemerintah pusat mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) terpadu di daerah. Satgas ini akan bertugas menyelaraskan penanganan premanisme dengan tim serupa di tingkat pusat. Tujuannya bukan hanya represif, tapi juga preventif—menghalau benih-benih keresahan sebelum tumbuh menjadi kekacauan.
Kaltim: Stabil, Tapi Tetap Waspada
Secara umum, kondisi keamanan Kaltim masih tergolong stabil.
Namun Heri tidak menutup mata bahwa ada “satu dua kasus” yang harus diawasi
ketat. “Kaltim itu berada di sekitar IKN. Ia harus menjadi contoh bagi provinsi
lain, terutama dalam menjaga stabilitas keamanan dan iklim investasi yang
sehat,” ujarnya.
Heri mengingatkan, reputasi Kaltim sebagai wilayah yang ramah investasi bisa hancur dalam sekejap bila praktik-praktik pungutan liar, intimidasi, dan pemaksaan oleh oknum ormas terus dibiarkan.
Dalam banyak kasus, aktivitas seperti “minta jatah proyek”, pemalakan usaha lokal, hingga pemungutan parkir ilegal mengatasnamakan organisasi masyarakat menjadi pola yang berulang. “Kita tidak ingin ada zona abu-abu antara ormas legal dan aktivitas ilegal. Ini yang harus kita benahi,” tegasnya lagi.
Pemerintah Daerah Menyambut Tegas: Satgas Akan Dibentuk
Merespons dorongan dari pemerintah pusat, Gubernur
Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, menyatakan komitmen kuat untuk membentuk satgas
terpadu tingkat daerah. Satgas ini nantinya akan beranggotakan unsur Forum
Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), termasuk kepolisian, TNI, kejaksaan,
dan lembaga terkait lainnya.
“Satgas akan kita bentuk, dan isinya berasal dari Forkopimda. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ketertiban dan memastikan bahwa pembangunan IKN berjalan tanpa hambatan,” ujar Rudy dalam pernyataan resminya.
Namun Rudy menegaskan, pendekatan yang dilakukan tidak akan bersifat generalisasi atau menghukum semua ormas. Ia menyadari betul bahwa sebagian besar organisasi masyarakat justru berkontribusi positif dalam pembangunan daerah.
“Kami tidak menggeneralisasi. Tidak semua ormas itu meresahkan. Banyak yang justru menjadi mitra pemerintah. Tapi yang menyimpang, yang menyalahgunakan kewenangan, akan ditindak tanpa kompromi,” katanya tegas.
Ribuan Ormas, Tapi Tak Semua Tertib Administrasi
Kekhawatiran terhadap aktivitas ormas tidak datang tanpa
dasar. Data dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kaltim
mengungkapkan, sejak 2007 hingga 2025, tercatat ada 3.468 ormas yang telah
melaporkan keberadaannya di provinsi ini. Bentuknya beragam, mulai dari lembaga
swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, hingga
yayasan.
Namun dari ribuan itu, hanya 931 ormas yang aktif memperbarui data kepengurusan mereka antara 2021 hingga 2025. Artinya, ribuan lainnya tak jelas struktur dan kegiatannya.
“Ini menjadi pekerjaan rumah. Ormas-ormas yang tidak aktif atau tidak tertib administrasi harus dievaluasi. Apakah mereka masih eksis, atau justru menjadi kedok aktivitas menyimpang?” ujar seorang pejabat Kesbangpol yang enggan disebutkan namanya.
Ormas: Antara Wadah Aspirasi dan Potensi Ancaman
Organisasi kemasyarakatan seharusnya menjadi saluran
aspirasi warga. Dalam sistem demokrasi, mereka bahkan memegang peran penting
dalam mengawal kebijakan publik, membantu masyarakat akar rumput, serta
memperjuangkan keadilan sosial.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan wajah ganda. Di satu sisi, banyak ormas yang memang bekerja tulus dan berdedikasi. Di sisi lain, ada pula ormas yang berubah menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui tekanan, ancaman, atau bahkan kekerasan.
Seorang pelaku usaha di kawasan Sepaku—wilayah inti pembangunan IKN—mengaku pernah mengalami intimidasi dari oknum ormas yang meminta “kompensasi keamanan”. “Katanya untuk jaga lokasi, padahal kami sudah punya petugas sendiri. Kalau tidak dikasih, usaha kami diancam ditutup. Kami jadi takut,” ujarnya dengan suara pelan.
Keseimbangan: Mendukung yang Baik, Menindak yang Buruk
Gubernur Rudy Mas'ud mengingatkan bahwa Kaltim adalah
provinsi yang majemuk, dengan masyarakat yang datang dari berbagai latar
belakang etnis, agama, dan budaya. Dalam keragaman itu, ormas bisa menjadi
pilar yang memperkuat kebhinekaan—jika dijalankan dengan prinsip moral dan
hukum yang benar.
“Kami tidak melarang ormas untuk tumbuh. Tapi tumbuhlah sebagai mitra pemerintah dalam membangun daerah. Jangan menjadi momok yang justru merusak kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Pemprov Kaltim juga membuka ruang dialog bagi ormas-ormas yang berkomitmen pada nilai-nilai kebangsaan. Pendekatan yang dilakukan bukan hanya dengan penindakan hukum, tetapi juga melalui pembinaan, pendidikan politik, dan penguatan kapasitas organisasi.
Menuju IKN yang Aman, Tertib, dan Bermartabat
IKN bukan hanya soal gedung megah, jalan tol, atau teknologi
hijau. Ia adalah simbol transformasi Indonesia menuju negara maju. Namun
transformasi itu hanya akan berhasil jika ditopang oleh sistem sosial yang
sehat—tanpa premanisme, tanpa pungli, dan tanpa intimidasi.
Pembentukan satgas terpadu yang akan dilakukan di Kaltim menjadi langkah strategis untuk mewujudkan IKN sebagai kota dunia yang aman dan bermartabat. Ia menjadi alarm bahwa negara hadir, bahwa pembangunan bukan hanya tanggung jawab teknokrat dan investor, tetapi juga membutuhkan partisipasi seluruh elemen masyarakat—termasuk ormas.
Dan saat negara menegaskan bahwa hukum adalah panglima, maka tidak ada tempat bagi mereka yang mencoba menyelundupkan kepentingan pribadi di balik kedok organisasi masyarakat.