Modal Dubai Mengalir ke IKN: Dari Gurun Pasir ke Hutan Tropis Nusantara
Modal Dubai Mengalir ke IKN: Dari Gurun Pasir ke Hutan Tropis Nusantara
IKN, Kalimantan Timur — Di tengah rimba tropis Kalimantan
Timur, tiang-tiang besi mulai menantang langit, memetakan garis masa depan
Indonesia dalam megaproyek ambisius: Ibu Kota Nusantara (IKN). Saat negeri
sendiri menyusun fondasi negara masa depan dengan dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), sorotan kini beralih ke satu nama yang datang dari jauh:
Dubai.
Sebuah tanda tangan MoU menjadi sinyal perubahan besar. Investor asal Dubai menyatakan siap membenamkan modal mereka untuk membangun kawasan hotel, perkantoran, hingga pusat kuliner di jantung kota masa depan ini. Demikian disampaikan langsung oleh Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, dalam keterangannya kepada media, Sabtu (10/5/2025).
“Sudah ada penandatanganan MoU, dan Senin nanti kami akan bahas alokasi lahannya, seluas 10 hektare. Lokasinya akan digunakan untuk pembangunan multifungsi—perkantoran, hotel, dan restoran,” jelas Basuki.
Dari Dubai ke Kalimantan: Mimpi dan Modal Bertemu
Dubai—simbol kemewahan, kota pencakar langit yang bangkit
dari gurun—datang membawa visi dan pengalaman mengelola kawasan urban kelas
dunia. Tak heran jika ketertarikan mereka terhadap IKN terasa logis: sebuah
kota yang dijanjikan bakal cerdas, hijau, dan menjadi magnet ekonomi baru
Indonesia.
Menurut Basuki, investor dari Dubai ini tidak datang sebagai mitra spekulatif. Mereka memilih jalur direct investment alias investasi langsung, bukan sekadar joint venture atau menunggu pemerintah menyelesaikan pekerjaan dasar.
“Ini bukan bentuk investasi lemah. Mereka datang dengan rencana konkret dan siap mengucurkan dana swasta. Fokus mereka bukan pada infrastruktur inti, tetapi sektor pendukung yang menggerakkan denyut kota,” tambah Basuki.
APBN untuk Fondasi, Swasta untuk Fasilitas Umum
Basuki menegaskan, meski dana asing mulai masuk, peran APBN
tetap vital dan menjadi tulang punggung pembangunan fasilitas inti
pemerintahan. Gedung kementerian, istana negara, hingga infrastruktur dasar
seperti jalan tol dan jaringan air masih dibiayai penuh oleh negara.
“Kita tidak bisa menyerahkan segalanya ke pihak luar. Negara tetap bertanggung jawab atas fasilitas utama pemerintahan. Sementara investor swasta diarahkan untuk mengembangkan fasilitas umum—seperti hotel, restoran, dan kawasan perkantoran,” jelasnya.
Dengan model pembiayaan campuran seperti ini, IKN tidak hanya dibangun oleh uang rakyat melalui APBN, tetapi juga oleh modal internasional yang tertarik dengan prospek jangka panjang kota baru ini.
Proyek Pemerintah Jalan Terus: Istana, Tol, dan Masjid
Pekerjaan rumah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) tidak melambat. Basuki menyebut, proyek-proyek besar seperti
istana wakil presiden, masjid negara, dan jalan tol utama menuju kawasan pusat
pemerintahan terus dikebut tanpa jeda.
Sementara itu, apartemen dan perumahan bagi pejabat negara menjadi tanggung jawab Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman. Semua dirancang dengan target akhir: tuntas sebelum akhir 2027 atau paling lambat awal 2028.
“Semuanya sedang berjalan. Tidak ada yang di-pause. Baik yang dibiayai APBN maupun yang dengan skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), semuanya kita kejar,” ujar Basuki.
DPR dan Hunian Dewan Masuk Tender, Kontrak Siap Teken
Salah satu bagian paling krusial dari IKN adalah pusat
legislatif. Di sanalah kelak para wakil rakyat akan berkantor dan bersidang.
Basuki menyebut, pembangunan gedung DPR/MPR serta hunian bagi anggota dewan
akan dilakukan lewat skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
“Kita sudah masuk proses lelang. Jika tidak ada hambatan, kontrak tahap pertama akan ditandatangani tanggal 21 Mei ini. Proyek ini besar dan targetnya tetap sama: rampung sebelum akhir 2027,” tegasnya.
Dengan sistem KPBU, pemerintah tidak perlu menguras APBN lebih dalam. Investor akan membangun infrastruktur dan mendapatkan imbal hasil sesuai perjanjian jangka panjang.
Pertaruhan Besar: Menjadikan IKN Proyek Kredibel di Mata Global
Masuknya Dubai bukan sekadar soal dana. Ini adalah taruhan
reputasi. Proyek IKN selama ini dikritik oleh sebagian kalangan karena dianggap
ambisius dan minim transparansi. Namun dengan investor internasional seperti
Dubai ikut serta, ada validasi tersendiri bahwa proyek ini memang menjanjikan
dan realistis.
Dubai sendiri dikenal sebagai kota dengan pengalaman luar biasa dalam merancang kawasan mix use bertaraf dunia. Burj Khalifa, Palm Jumeirah, hingga Dubai Mall bukan hanya bangunan—mereka adalah ikon global. Jika pendekatan serupa diterapkan di IKN, maka Nusantara punya peluang besar untuk menjadi wajah baru Asia Tenggara.
Basuki dan timnya tampak sadar akan hal ini. Mereka ingin mengirimkan pesan ke dunia: IKN bukan sekadar proyek politik, tapi agenda masa depan yang terbuka bagi kolaborasi global.
Meski begitu, muncul pula kekhawatiran dari sejumlah pengamat bahwa masuknya investor asing bisa memicu ketergantungan berlebihan. Namun Basuki menepis anggapan tersebut. Menurutnya, pembangunan IKN tetap dalam kontrol penuh negara. Investor hanya diberi ruang untuk ikut mengisi bagian-bagian yang memang relevan secara ekonomi.
“Kami tetap yang memegang peta besar. Investor hanya mengisi bagian-bagian yang sudah ditentukan. Tidak bisa bebas membangun semaunya,” tegasnya.
Pemerintah, kata Basuki, juga memastikan bahwa pembangunan oleh pihak asing tidak akan mengorbankan masyarakat lokal atau mengganggu keseimbangan lingkungan.
Seiring bertambahnya investor yang masuk, termasuk dari Dubai, IKN tidak lagi hanya menjadi urusan dalam negeri. Ia mulai menjelma sebagai proyek strategis global—layaknya Putrajaya di Malaysia, atau bahkan ibu kota baru Mesir yang tengah dibangun di gurun timur Kairo.
Namun, mimpi besar ini bukan tanpa tantangan. Dari urusan pembebasan lahan, ketersediaan tenaga kerja terampil, hingga persoalan lingkungan hidup dan ketahanan sosial, semuanya harus dijawab seiring langkah pembangunan.
Keterlibatan investor asing seperti Dubai diharapkan menjadi katalis, bukan dominator. Sehingga IKN tetap menjadi milik rakyat Indonesia, namun mampu menyedot perhatian dan apresiasi dunia.
Dan kini, dari gurun pasir jazirah Arab, angin modal bertiup ke tengah hutan Kalimantan. Sebuah kolaborasi lintas benua sedang dimulai. Apakah Nusantara akan menjelma seperti impian? Atau justru karam dalam ambisi? Waktu yang akan menjawab, tapi satu hal pasti: langkah besar telah dimulai.