Waisak di Bumi Etam: Doa Damai dan Asa Nusantara Baru Menggema di Kalimantan Timur
Samarinda, 12 Mei 2025 – Dalam suasana yang penuh ketenangan
dan khidmat, umat Buddha di Kalimantan Timur merayakan Hari Tri Suci Waisak
2569 BE/2025 dengan semangat spiritual yang membuncah dan hati yang sarat doa.
Di tengah proses monumental pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke wilayah mereka,
perayaan Waisak kali ini terasa istimewa—bukan hanya sebagai momentum refleksi
religius, tetapi juga sebagai manifestasi harapan kolektif akan masa depan yang
lebih damai, bijaksana, dan berkeadaban.
Di Buddhist Centre Samarinda, suara lonceng suci menggema lembut menyambut ratusan umat yang berkumpul dalam suasana batin yang hening. Aroma dupa memenuhi udara, bersatu dengan suara kidung doa yang mengalun dalam bahasa Pali dan Indonesia. Waisak bukan sekadar ritual tahunan bagi umat Buddha—ia adalah titik kulminasi dari tiga peristiwa agung dalam kehidupan Siddhartha Gautama: kelahiran, pencerahan, dan parinibbana (wafat). Namun di Kalimantan Timur, Waisak 2025 hadir membawa makna lebih luas—menggugah kesadaran kolektif akan pentingnya kedamaian dan kontribusi spiritual dalam peradaban baru bangsa.
Tema Waisak 2025: Menggenggam Bijaksana, Merajut Kedamaian
Tema perayaan Waisak tahun ini diangkat secara nasional,
yakni “Peningkatan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan untuk Mewujudkan
Perdamaian Dunia.” Ketua Buddhist Centre Samarinda, Pandita Hendri Suwito,
menjelaskan bahwa tema tersebut mencerminkan kebutuhan dunia modern yang kian
kompleks akan nilai-nilai luhur yang bersumber dari batin yang damai.
“Kita harus memiliki pengendalian diri yang kuat untuk membina kehidupan batin yang sehat dan damai,” ujar Hendri dalam wawancara di sela-sela kegiatan Puja Bhakti Waisak pada Senin malam (12/5). “Pengendalian diri bukan hanya tentang menahan diri dari amarah atau keinginan sesaat, melainkan membentuk karakter yang mampu menyikapi kehidupan dengan kesadaran penuh.”
Lebih lanjut, Hendri menegaskan bahwa kebijaksanaan sejati tidak dapat dicapai hanya dengan mengumpulkan pengetahuan. “Kebijaksanaan itu lebih dalam dari sekadar pintar. Ia adalah pemahaman tentang hakikat hidup, tentang welas asih, pengampunan, dan cinta kasih kepada semua makhluk,” katanya. Nilai-nilai itulah yang menjadi fondasi perdamaian sejati—yang bukan hanya damai di luar, melainkan damai dalam hati, dalam pikiran, dan dalam relasi antarmanusia.
Doa untuk Nusantara Baru: IKN dalam Perspektif Spiritual
Apa yang membuat Waisak 2025 di Kalimantan Timur terasa
berbeda adalah keterkaitan eratnya dengan dinamika nasional—khususnya proses
transisi menuju Ibu Kota Negara yang baru di wilayah mereka. Dalam setiap doa
dan meditasi yang dilantunkan, ada harapan tulus yang dipanjatkan untuk
kelancaran pembangunan IKN dan keberkahan bagi semua pihak yang terlibat.
“Transisi ke IKN ini adalah simbol kebangkitan dan peradaban baru bangsa Indonesia. Kita, sebagai umat Buddha di Kaltim, turut mendukungnya secara spiritual,” ungkap Hendri. Baginya, pembangunan fisik harus diimbangi dengan pembangunan batin. “Sebuah peradaban yang agung tidak hanya diukur dari gedung-gedung tinggi atau teknologi, tetapi dari kedalaman moral dan spiritual rakyatnya.”
Tak heran jika dalam setiap wihara yang tergabung dalam Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Kaltim, narasi positif tentang IKN digaungkan. Umat Buddha melihat proyek ini bukan sekadar pemindahan ibu kota, melainkan peluang untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil, beradab, dan berdaulat. “Kami berharap Nusantara menjadi tempat bagi bangsa yang besar, bangsa yang berdaulat, dan bangsa yang bermartabat,” imbuh Hendri.
Dari Ritual ke Aksi Nyata: Waisak sebagai Momentum Berbagi
Meski perayaan Waisak memiliki inti spiritual yang kuat,
umat Buddha di Kaltim tak lupa menjalankan nilai-nilai praktis ajaran Sang
Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk nyata adalah kegiatan
sosial dan kemanusiaan yang menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
Buddhist Centre Samarinda, misalnya, menggelar aksi donor darah yang berhasil mengumpulkan sekitar 250 kantong darah. Kegiatan ini menjadi bentuk solidaritas dan cinta kasih kepada sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan bantuan medis. “Ini adalah bagian dari praktik welas asih. Tidak ada bentuk cinta kasih yang lebih nyata daripada memberikan bagian dari diri kita sendiri demi keselamatan orang lain,” ucap seorang relawan yang turut menyumbangkan darahnya.
Tak hanya itu, perayaan Waisak juga diwarnai oleh kegiatan seni dan kebudayaan yang dirancang untuk merangkul masyarakat luas. Salah satunya adalah acara “Wonderful Vesak 2025” yang diselenggarakan di Big Mall Samarinda pada 9–11 Mei 2025. Kegiatan ini menampilkan beragam pertunjukan budaya, pameran foto, kuliner vegetarian, hingga edukasi tentang ajaran Buddha. Masyarakat umum dari berbagai latar belakang pun turut hadir, menciptakan suasana inklusif dan penuh kehangatan.
Tradisi Pradaksina dan Inti Spiritualitas Waisak
Di balik gemerlap kegiatan sosial dan budaya, Waisak
tetaplah momen sakral yang menuntut perenungan mendalam. Di berbagai wihara di
Kaltim, umat melaksanakan tradisi pradaksina, yakni ritual mengelilingi stupa
atau bangunan suci sambil memanjatkan doa dan merenungkan dharma. Ritual ini
melambangkan perjalanan spiritual menuju pencerahan, di mana setiap langkah
menjadi simbol dari usaha meninggalkan kegelapan menuju cahaya kebijaksanaan.
Pada Senin malam, pukul 19.00 WITA, puncak perayaan Waisak digelar di Buddhist Centre Samarinda melalui acara Puja Bhakti Waisak. Dengan mengenakan pakaian serba putih sebagai simbol kesucian, umat duduk bersila dalam keheningan, menyatukan batin dan pikiran dalam puja dan meditasi. Lilin-lilin dinyalakan, mempercantik altar Buddha yang dipenuhi bunga dan dupa. Cahaya lilin itu seperti menari dalam gelap, menjadi lambang pencerahan yang mengusir kegelapan batin.
Dalam suasana yang penuh khidmat itu, Pandita Hendri menutup perayaan dengan pesan universal: “Semoga semua makhluk hidup berbahagia.” Doa ini tidak hanya dilantunkan sebagai mantra kosong, tetapi sebagai komitmen hidup untuk terus menyebarkan kebaikan, cinta kasih, dan kedamaian di mana pun berada.
Antara Spiritualitas dan Masa Depan Bangsa
Perayaan Waisak 2025 di Kalimantan Timur menegaskan satu
hal: spiritualitas bukanlah sesuatu yang terpisah dari kehidupan berbangsa dan
bernegara. Justru, ia adalah fondasi yang mampu memperkuat nilai-nilai
kemanusiaan, persatuan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan zaman.
Dalam konteks pembangunan IKN, peran komunitas spiritual seperti umat Buddha menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai moral, tetapi juga pengingat bahwa kemajuan sejati harus dimulai dari dalam. Ketika hati damai, ketika pikiran jernih, maka langkah pembangunan pun menjadi lebih arif dan berkelanjutan.
Bumi Etam—julukan bagi Kalimantan Timur—hari ini bukan hanya menjadi tuan rumah perayaan Waisak, tetapi juga saksi dari bangkitnya semangat baru untuk Indonesia yang lebih baik. Dalam setiap lilin yang menyala, dalam setiap doa yang dipanjatkan, tersimpan harapan besar untuk tanah air yang rukun, adil, dan sejahtera.
Dan pada akhirnya, sebagaimana pesan luhur Sang Buddha, kebahagiaan sejati tidak datang dari luar, melainkan dari hati yang penuh cinta kasih dan pikiran yang bebas dari kebencian.