Mahasiswa Untan Kepung Rektorat: Tolak Kapitalisasi Kampus, Tuntut Perubahan Nyata!

Pontianak, 25 April 2025 – Suasana Universitas Tanjungpura (Untan) siang itu berbeda dari biasanya. Di bawah terik matahari Pontianak yang membakar kulit, ratusan mahasiswa berbaris rapi di depan pintu gerbang kampus. Mereka mengusung spanduk besar bertuliskan "Kampus Tempat Belajar, Bukan Cari Cuan!" dengan semangat yang tak surut sedikitpun.

Aksi demonstrasi yang diorganisir oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untan ini bukan sekadar luapan emosi sesaat. Ini adalah akumulasi kekecewaan mendalam atas arah kebijakan kampus yang, menurut mereka, sudah melenceng jauh dari semangat akademik sejati.

Mereka mengecam keras apa yang mereka sebut sebagai "kapitalisasi kampus" — sebuah istilah yang merujuk pada menjamurnya unit-unit bisnis yang menggandeng pihak ketiga di lingkungan universitas. Ironisnya, sementara geliat ekonomi kecil-kecilan di kampus terus tumbuh, prestasi akademik Untan justru melorot drastis.

Berdasarkan data pemeringkatan Webometrics tahun 2024, Untan bahkan tak lagi masuk dalam 50 besar perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Padahal, Webometrics bukan sekadar soal popularitas, melainkan mencerminkan kualitas kinerja perguruan tinggi dari berbagai aspek, mulai dari visibilitas online, keterbukaan, hingga keunggulan akademik.

 

Massa Membanjiri Kampus, Tensi Memuncak

Massa membanjiri halaman kampus. Foto : dok istimewa

Sekitar pukul 10.00 WIB, massa mulai berkumpul di Jalan Arboretum, salah satu jalur utama menuju Rektorat. Tidak butuh waktu lama, suasana berubah panas — dalam arti harfiah dan emosional. Ban-ban bekas dibakar di tengah jalan, mengepulkan asap hitam pekat yang menutupi langit biru. Jalanan diblokade total.

Tak berhenti di situ, mahasiswa bergerak membawa gerobak dorong menuju Gedung Rektorat. Gerobak itu bukan tanpa makna; ia menjadi simbol keras protes mahasiswa terhadap penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menurut mereka "tak terkelola" di area kampus.

Sementara itu, petugas keamanan dalam jumlah terbatas hanya bisa berjaga sambil memantau dengan cemas. Barikade sederhana didirikan, namun mahasiswa tetap berhasil menembus hingga halaman utama Gedung Rektorat.

 

Foto : dok istimewa

Orasi-orasi menggema lantang. Pengeras suara bergetar menyalurkan kemarahan kolektif mahasiswa.

"Kampus bukan tempat cari duit! Kampus adalah rumah ilmu!" seru Najmi, Presiden Mahasiswa Untan, dari atas mobil komando.

 

Sorotan Tajam pada Coffeeshop 5CM

Salah satu titik panas kritik mahasiswa adalah keberadaan sebuah coffeeshop terkenal di lingkungan kampus: 5CM. Alih-alih menjadi ruang produktif akademik, coffeeshop tersebut dinilai hanya menjadi tempat nongkrong yang tak berkontribusi terhadap budaya belajar.

"5CM itu bukan tempat diskusi akademik, tapi tempat nongkrong yang lebih mirip cafe komersil!" tegas Najmi dalam orasinya, disambut sorakan "Setuju!" dari kerumunan mahasiswa.

Tak hanya itu, mahasiswa juga mempertanyakan transparansi dalam kerja sama pembangunan dan operasional coffeeshop tersebut. Ada dugaan kuat bahwa kesepakatan bisnis di baliknya dilakukan secara tidak transparan, mengabaikan prinsip akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi pendidikan.

"Dimana laporan keuangannya? Kenapa kita tidak dilibatkan atau minimal diberi tahu?" tambah Najmi, mengepalkan tangan di udara.

 

Panggil Rektor, Desak Jawaban

Kian siang, suasana semakin panas — dan mahasiswa semakin tak sabar. Secara serentak, mereka menyerukan agar Rektor Untan, Prof. Garuda Wiko, keluar dari kantornya untuk memberikan penjelasan langsung.

"Keluar... Keluar... Keluar...!!!" teriak ratusan mahasiswa berulang-ulang, menciptakan gaung yang menggetarkan dinding-dinding Rektorat.

Akhirnya, sekitar pukul 12.30 WIB, Prof. Garuda Wiko keluar menemui mahasiswa. Suasana langsung berubah riuh. Ada yang bersorak, ada yang bertepuk tangan, ada pula yang tetap meneriakkan tuntutan dengan keras.


Dialog pun dimulai. Dipimpin langsung oleh Najmi, BEM Untan mengajukan tiga tuntutan utama:

 

  • Segera Menetapkan Jadwal Wisuda Tanpa Penundaan Lagi
    Mahasiswa merasa dirugikan oleh ketidakpastian jadwal wisuda yang terus molor. Mereka menuntut kepastian kapan upacara kelulusan akan digelar, tanpa lagi "alasan-alasan teknis" yang dinilai dibuat-buat.

 

  • Menertibkan PKL Secara Transparan dan Adil
    Penataan PKL di dalam kampus harus dilakukan dengan kebijakan yang tegas, adil, dan transparan. Mahasiswa mendukung keberadaan ekonomi kecil, namun menolak bila penataan PKL justru mengganggu aktivitas akademik.

 

  • Membuka Secara Terbuka Laporan Keuangan Proyek 5CM
    Transparansi adalah kunci. Mahasiswa menuntut agar seluruh laporan keuangan terkait proyek 5CM dibuka ke publik kampus, termasuk rincian kerja sama dengan pihak ketiga.

 

Respons Sang Rektor

Dengan raut wajah serius, Prof. Garuda Wiko mendengarkan semua tuntutan itu tanpa memotong. Ia kemudian menjawab dengan hati-hati.

"Saya menghargai aspirasi adik-adik semua. Ini bukti bahwa kalian peduli terhadap kampus kita," ucapnya, berusaha menenangkan suasana.

Terkait wisuda, Prof. Garuda berjanji akan segera menetapkan jadwal pasti, sembari berkoordinasi dengan fakultas-fakultas terkait. Untuk penataan PKL, ia berkomitmen membentuk tim khusus yang akan mengkaji regulasi penertiban secara lebih adil dan manusiawi.

Mengenai proyek 5CM, Rektor membuka pintu bagi audit internal yang bisa diikuti perwakilan mahasiswa, agar semua data benar-benar terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

Namun janji-janji itu tidak langsung membuat mahasiswa puas. Mereka meminta komitmen tertulis dan timeline pelaksanaan dari seluruh janji tersebut.

 

Demo Berakhir Damai, Tapi Semangat Perlawanan Masih Membara

Setelah beberapa jam yang melelahkan di bawah panasnya matahari Pontianak, akhirnya aksi ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Najmi. Ia menegaskan bahwa mahasiswa akan terus mengawal realisasi tuntutan.

"Kita bukan musuh rektorat, kita sekutu perubahan! Tapi jika tidak ada progres nyata, kami siap turun lagi, bahkan dengan kekuatan lebih besar!" pekiknya, yang lagi-lagi disambut gemuruh tepuk tangan.

Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara tertib, meninggalkan jejak perlawanan yang tak mudah dihapus. Aroma asap ban yang terbakar masih menggantung di udara, seolah menjadi saksi bahwa hari itu, suara mahasiswa kembali bergema keras di tanah akademik.

 

Sejarah Baru di Untan

Aksi ini diyakini akan menjadi babak baru dalam perjalanan sejarah Untan. Tak sekadar protes, tapi penegasan bahwa mahasiswa adalah aktor utama dalam menjaga marwah perguruan tinggi — bahwa kampus harus tetap menjadi rumah ilmu, bukan ladang komersial belaka.

Kritik terhadap kapitalisasi kampus bukan hanya terjadi di Untan. Fenomena serupa telah menjadi keresahan nasional, seiring tren perguruan tinggi yang makin menggantungkan diri pada skema-skema bisnis untuk menopang keuangan institusi. Namun mahasiswa Untan hari ini telah menunjukkan, mereka siap berdiri di garis depan perlawanan itu.

Dan mungkin, dari kampus di tepian Sungai Kapuas ini, suara perubahan itu akan menggema lebih jauh lagi.

Next Post Previous Post