Pengelolaan Kekayaan Bawah Laut: Kunci Keberhasilan Ekonomi Biru di Kalimantan Timur

 

Foto : RRI

Penjabat Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Akmal Malik, menekankan pentingnya pengelolaan kekayaan alam bawah laut secara profesional dengan pendekatan yang tepat. Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan di Samarinda, Akmal Malik menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam bawah laut harus dilakukan dengan konsep yang dapat dieksekusi dan dijalankan secara efektif.

"Kami mendukung penuh pengembangan kekayaan alam bawah laut ini. Namun, konsep yang digunakan haruslah konsep yang dapat dieksekusi atau dilaksanakan dengan baik," ujar Akmal Malik dalam sebuah acara di Samarinda pada Sabtu lalu.

Pernyataan ini disampaikan Akmal saat menjadi salah satu narasumber dalam High Level Forum CTI-CFF The Coral Triangle Initiative on Coral Reef. Forum ini diselenggarakan oleh Sekretariat CTI-CFF (The Coral Triangle Initiative on Coral Reef, Fisheries and Food Security) bekerja sama dengan Blue Institute Seychelles di Sekretariat CTI-CFF di Manado.

Dalam forum tersebut, para pakar memaparkan berbagai metode pengembangan biota bawah laut dan membahas bagaimana membangun ekonomi biru dengan berbagai pendekatan, termasuk pendekatan berbasis masyarakat. Akmal Malik menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sependapat dengan para pakar tersebut. Namun, ia juga menekankan bahwa konsep yang diterapkan tidak bisa seragam karena kondisi lokal yang berbeda-beda.

"Kuncinya adalah keterlibatan lokal. Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana Wakatobi mengembangkan kekayaan alam bawah lautnya dengan melibatkan masyarakat lokal secara aktif," tegas Akmal Malik. "Dalam pengembangan kekayaan alam laut, eksekusi adalah kunci. Artinya, kita harus memahami permasalahannya dengan baik. Bagaimana kita bisa menyelamatkan dunia dan menjaga konservasi kita," tambahnya.

Nico Barito, Ketua dan Pendiri Blue Institute Seychelles, juga menekankan pentingnya pemanfaatan kekayaan alam bawah laut untuk memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat. Ia menjelaskan bahwa melalui High Level Forum CTI-CFF, Blue Institute Seychelles melihat peran sentral CTI-CFF sebagai prinsip dasar untuk mendorong kerja sama kelautan yang berkelanjutan. Mekanisme kerja sama ini diharapkan dapat melestarikan laut dan mendukung pertumbuhan masyarakat pesisir yang relevan.

Forum ini juga menyoroti pentingnya acara besar seperti Coral Triangle Day yang dirayakan di Coral Triangle, pusat biodiversitas kelautan dunia. Acara ini melibatkan perwakilan dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, dan Timor Leste yang memiliki kawasan laut yang luas. Kehadiran negara-negara ini menunjukkan komitmen bersama untuk menjaga dan melestarikan kekayaan alam bawah laut di kawasan Asia-Pasifik.

Akmal Malik dalam forum tersebut juga mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dan bekerja sama dalam mengelola kekayaan bawah laut. Ia menekankan bahwa pengelolaan yang baik tidak hanya akan membawa manfaat ekonomi, tetapi juga akan membantu dalam upaya konservasi dan pelestarian lingkungan laut.

Selain itu, Akmal Malik juga menyebutkan bahwa pentingnya inovasi dan teknologi dalam pengelolaan kekayaan alam bawah laut. "Kita harus memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam bawah laut. Ini adalah salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan ekonomi biru," ujarnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Akmal Malik juga mengajak berbagai pihak untuk terus melakukan riset dan pengembangan dalam bidang kelautan. Menurutnya, riset dan pengembangan akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi dan potensi kekayaan alam bawah laut, sehingga pengelolaannya bisa dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Dalam kesempatan yang sama, Nico Barito dari Blue Institute Seychelles juga memaparkan berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh institutnya dalam mempromosikan ekonomi biru. Ia menekankan bahwa ekonomi biru tidak hanya tentang pemanfaatan sumber daya laut, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa menjaga keberlanjutan ekosistem laut.

"Ekonomi biru adalah tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Kita harus memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya ini tidak merusak ekosistem laut. Ini adalah tantangan besar, tetapi juga merupakan peluang besar untuk menciptakan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat," kata Nico Barito.

Ia juga menyebutkan bahwa Blue Institute Seychelles telah bekerja sama dengan berbagai negara dan organisasi internasional dalam mengembangkan berbagai program dan inisiatif untuk mendukung ekonomi biru. Program-program ini mencakup berbagai bidang, mulai dari pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, konservasi terumbu karang, hingga pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan.

Dalam penutupnya, Akmal Malik menegaskan kembali komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mendukung pengembangan kekayaan alam bawah laut dengan pendekatan yang profesional dan berkelanjutan. Ia mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam mewujudkan visi ini.

"Kami sangat berkomitmen untuk mendukung pengembangan kekayaan alam bawah laut dengan pendekatan yang profesional dan berkelanjutan. Kami mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi ini. Bersama-sama, kita bisa menciptakan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat dan menjaga kelestarian ekosistem laut kita," tutup Akmal Malik.

Dengan demikian, pengelolaan kekayaan alam bawah laut di Kalimantan Timur bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat dan berbagai pihak terkait. Pendekatan yang profesional, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat diyakini akan menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga dan memanfaatkan kekayaan alam bawah laut di daerah ini.

Next Post Previous Post