![]() |
| Ilustrasi AI |
Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)
melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus melakukan penertiban
terhadap aktivitas eksplorasi dan penggalian batu gunung (galian C) yang tidak
berizin. Langkah ini dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, terutama
di kawasan yang berpotensi menjadi destinasi wisata atau area sensitif secara
ekologis.
Salah satu kasus terkini adalah penghentian aktivitas
penambangan batu gunung ilegal yang berkedok proyek pematangan lahan wisata di
Samarinda. Tim Dinas ESDM Kaltim melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan
menemukan bahwa lokasi tersebut sebenarnya digunakan untuk ekstraksi mineral
tanpa memiliki izin pertambangan maupun izin pengangkutan material.
"Kami langsung menghentikan aktivitas perusahaan
tersebut dan mendesak mereka untuk segera mengkaji ulang aturan tata ruang
serta melengkapi perizinan terkait aktivitas pertambangan," kata Kepala
Dinas ESDM Provinsi Kaltim, Bambang Arwanto, dalam keterangan resminya
baru-baru ini.
Penertiban ini semakin krusial karena sejak Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kewenangan
penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) untuk komoditas galian C, termasuk
batu gunung, batu gamping, andesit, dan pasir, telah sepenuhnya beralih ke
pemerintah provinsi. Dinas ESDM Kaltim menerapkan standar seleksi yang sangat
ketat untuk memastikan pengelolaan tambang berjalan sesuai prinsip
keberlanjutan lingkungan dan tata kelola yang baik.
Buktinya, dalam dua bulan terakhir hingga akhir 2025, hanya
dua izin pertambangan galian C yang berhasil diterbitkan. "Kami tidak
ingin mengulangi kesalahan masa lalu di mana aktivitas tambang tanpa pengawasan
ketat menyebabkan kerusakan kontur lahan, banjir, dan degradasi
lingkungan," tambah Bambang.
Aktivitas galian C ilegal sering kali berdampak negatif
signifikan. Penggundulan bukit tanpa analisis dampak lingkungan (Amdal) atau
studi kelayakan dapat mengubah aliran air, meningkatkan risiko longsor, serta
merusak ekosistem hutan tropis yang menjadi kekayaan utama Kaltim. Di beberapa
kasus sebelumnya, seperti di Bontang, tambang ilegal bahkan merambah kawasan
ruang terbuka hijau (RTH) dan hutan lindung, menyebabkan banjir di permukiman
warga.
Pemprov Kaltim juga membuka kanal pengaduan bagi masyarakat
untuk melaporkan indikasi tambang ilegal. Partisipasi publik dianggap penting
dalam pengawasan, terutama karena Kaltim memiliki ratusan titik potensi galian
C yang tersebar di berbagai kabupaten/kota, seperti Kutai Kartanegara, Penajam
Paser Utara, dan Samarinda.
Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud telah berulang kali menegaskan
komitmen untuk memberantas tambang ilegal. "Kami serius membenahi tata
kelola lingkungan Kaltim. Penertiban bukan hanya untuk hukum, tapi juga demi
generasi mendatang," ujarnya dalam berbagai kesempatan.
Di sisi lain, pemerintah provinsi tetap mendorong
pengelolaan galian C yang legal dan bertanggung jawab, terutama untuk mendukung
kebutuhan material konstruksi, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Namun, prioritas utama adalah memastikan tidak ada eksploitasi berlebihan yang
mengorbankan lingkungan.
Dinas ESDM Kaltim terus memantau puluhan titik rawan,
termasuk area yang semula direncanakan sebagai destinasi wisata. Modus baru
seperti berkedok proyek wisata atau pematangan lahan menjadi perhatian khusus,
karena sering digunakan untuk menyamarkan aktivitas ekstraksi ilegal.
Upaya penertiban ini sejalan dengan program nasional
perlindungan hutan dan rehabilitasi lahan. Kaltim, yang masih memiliki luas
hutan lebih dari 8 juta hektare, berkomitmen menjaga keseimbangan antara
pembangunan ekonomi dan pelestarian alam melalui reforestasi dan pengawasan
ketat.
Masyarakat diimbau untuk tidak tergiur dengan aktivitas
tambang ilegal yang menjanjikan keuntungan cepat, karena risiko hukum dan
kerusakan lingkungan jauh lebih besar. Dengan pengawasan yang semakin intensif,
Pemprov Kaltim berharap kasus galian C tanpa izin dapat diminimalisir,
mendukung visi pembangunan berkelanjutan di provinsi penghasil sumber daya alam
ini.





.webp)

