![]() |
| Ilustrasi AI |
Pontianak, 1 Desember 2025 – Tengkawang, maskot resmi
Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) yang dikenal dengan potensi ekonominya dari
minyak biji dan kayu berkualitas, kembali jadi sorotan melalui inisiatif riset
bioprospeksi. Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) secara resmi
merelansir program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan Siklus 6
bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalbar, dengan fokus utama pada
eksplorasi senyawa kimia biji tengkawang untuk aplikasi di industri kosmetik,
makanan, dan farmasi. Kolaborasi ini melibatkan Fakultas Kehutanan Universitas
Tanjungpura (Untan), yang akan menangani analisis kimia mendalam, serta
penyusunan roadmap silvikultur untuk memastikan pemanfaatan berkelanjutan, di
tengah upaya pelestarian hutan tropis Kalbar yang kaya akan keanekaragaman
hayati.
Riki Frindos, Ketua Umum Pengurus Yayasan KEHATI, menegaskan
bahwa relaunch program TFCA Siklus 6 ini bukan sekadar kelanjutan, melainkan
komitmen jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi tengkawang sebagai
komoditas bernilai tinggi. Dalam konferensi pers di Kantor Gubernur Kalbar pada
Minggu (30 November 2025), Riki menyatakan, “Bukan hanya buahnya yang bisa
diperas menjadi minyak atau kayunya yang digunakan sebagai bahan bangunan.
Nilai-nilai senyawa kimianya akan diteliti oleh para peneliti Universitas
Tanjungpura.” Pernyataan ini menandai kemitraan strategis dengan Untan, di mana
tim riset akan mengidentifikasi senyawa bioaktif seperti asam lemak tak jenuh
dan antioksidan dari biji tengkawang, yang berpotensi jadi bahan baku produk
alami ramah lingkungan. Tengkawang, atau Shorea spp., tumbuh melimpah di hutan
Kalbar seluas 1,5 juta hektare, tapi selama ini pemanfaatannya terbatas pada
ekspor mentah, dengan produksi tahunan mencapai 20.000 ton biji yang hanya
terserap 60% pasar lokal.
Program TFCA Kalimantan, yang telah berjalan lebih dari satu
dekade, kini memasuki siklus keenam dengan alokasi dana segar Rp10 miliar untuk
riset awal di Kalbar. Melibatkan 30 lembaga dari tujuh kabupaten/kota seperti
Sintang, Kapuas Hulu, dan Sanggau, inisiatif ini menjangkau 49 desa rawan
deforestasi, di mana tengkawang jadi penyangga ekonomi masyarakat adat Dayak.
Selama hampir 10 tahun, KEHATI telah salurkan sekitar Rp58 miliar ke 30
organisasi di Kalbar, mendukung konservasi hutan primer dan pemberdayaan UMKM
berbasis non-timber forest product. Di tingkat nasional, KEHATI telah bermitra
dengan 81 institusi hingga 2025, menjadikan TFCA sebagai model sukses
pelestarian berbasis komunitas. Riset bioprospeksi ini diharapkan hasilkan
policy brief provinsi, yang akan jadi dasar regulasi pemanfaatan berkelanjutan,
termasuk larangan eksploitasi liar yang selama ini rugikan petani kecil hingga
Rp5 miliar per tahun akibat fluktuasi harga minyak tengkawang.
Potensi Bioprospeksi Tengkawang: Dari Hutan Lokal ke Pasar Global
Tengkawang bukan tanaman asing di Kalbar; ia jadi simbol
identitas budaya Dayak, dengan biji yang diproses jadi minyak nabati mirip shea
butter Afrika, kaya vitamin E untuk pelembap kulit dan obat herbal. Namun,
penelitian sebelumnya terbatas pada aspek agronomi, meninggalkan peluang
bioprospeksi – eksplorasi molekuler untuk senyawa baru – yang kini digarap
KEHATI dan Untan. Tim riset Untan, dipimpin dosen senior seperti Dr. Yanto
Santoso, akan lakukan analisis spektrometri massa untuk identifikasi 50+ senyawa
potensial, dengan uji praklinis di laboratorium Pontianak. “Kolaborasi ini tak
hanya ilmiah, tapi juga ekonomi: satu hektare kebun tengkawang bisa hasilkan
Rp50 juta per panen, jika diolah jadi produk turunan,” kata Riki Frindos,
menambahkan bahwa roadmap silvikultur akan sertakan bibit unggul tahan hama
untuk petani di 10 desa pilot.
Pentingnya inisiatif ini bagi Kalbar tak terbantahkan.
Provinsi dengan tutupan hutan 60% ini hadapi ancaman deforestasi 2% per tahun
akibat konversi lahan sawit, di mana tengkawang sering jadi korban penebangan
liar. Bioprospeksi bisa balikkan tren: data Kementerian Lingkungan Hidup
tunjukkan, pemanfaatan non-destruktif seperti ini bisa kurangi emisi karbon
10.000 ton CO2 setara per tahun di Kalbar. Bagi masyarakat, manfaatnya
langsung: 5.000 keluarga petani tengkawang di Kapuas Hulu bisa naikkan pendapatan
30% melalui koperasi pengolahan, plus lapangan kerja baru di industri hijau.
“Ini peluang besar untuk Kalbar jadi pusat bioekonomi Borneo, selaras dengan
target SDGs 15 soal keanekaragaman hayati,” tambah Riki, yang apresiasi
dukungan Gubernur Kalbar Hadi Ohana dan bupati setempat.
Kolaborasi Lintas Sektor: Policy Brief dan Ekstensi Program
KEHATI tak berhenti di riset; policy brief yang direncanakan
Q2 2026 akan jadi fondasi Perda provinsi tentang pengelolaan tengkawang,
termasuk zona konservasi di Taman Nasional Gunung Palung. Ini sinergi dengan
program sosial forestry, di mana warga adat dapat hak guna usaha hutan
kemasyarakatan (HKM) untuk tanam tengkawang berkelanjutan. Riki Frindos sebut,
“Kami bangga dengan kontinuitas TFCA; program ini akan berlanjut
bertahun-tahun, dengan tambahan kolaborasi untuk konservasi spesies langka
seperti orangutan dan ekosistem gambut di Kalbar.”
Lebih lanjut, KEHATI rencanakan Xplore Kalimantan 2025,
festival eksplorasi alam yang libatkan 1.000 peserta untuk edukasi
bioprospeksi. Ini termasuk workshop dengan Untan untuk 200 mahasiswa, plus
kemitraan dengan perusahaan kosmetik nasional seperti Martha Tilar Group untuk
uji pasar minyak tengkawang organik. Tantangan tetap ada: akses lahan terpencil
dan perubahan iklim yang ganggu musim berbuah, tapi KEHATI optimis dengan dana
Rp58 miliar historis yang jadi modal kuat.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan: Tengkawang Jadi Pilar Berkelanjutan Kalbar
Secara ekonomi, riset ini proyeksi tambah nilai ekspor
Kalbar Rp100 miliar per tahun dari turunan tengkawang, saingi impor shea butter
senilai US$500 juta global. Bagi petani seperti di Desa Nanga Mahap, Sintang,
yang panen 2 ton biji per hektare, ini berarti harga stabil Rp15.000/kg
daripada fluktuatif Rp8.000/kg. Lingkungannya, bioprospeksi dukung restorasi
hutan: satu pohon tengkawang serap 20 kg CO2 tahunan, potensi tanam ulang
100.000 bibit di lahan kritis.
Warga Kalbar seperti Ibu Dayang (45), petani di Kapuas Hulu,
sampaikan harapannya: “Tengkawang warisan nenek moyang; riset ini bikin kami
bangga, bukan cuma jual biji mentah.” KEHATI, dengan pengalaman nasional, jadi
jembatan: dari lab Untan ke pasar dunia, pastikan manfaat merata.
Riki Frindos tutup dengan ucapan terima kasih: “Terima kasih
kepada Pemprov Kalbar dan pemerintah kabupaten/kota atas dukungannya; ini
kemitraan untuk masa depan hijau.” Dengan relaunch TFCA, Kalbar bergerak ke
arah bioekonomi inklusif, di mana tengkawang bukan lagi sekadar maskot, tapi
aset strategis untuk kesejahteraan dan pelestarian.







