![]() |
| Ilustrasi AI |
Samarinda, 7 Desember 2025 – Di tengah bayang-bayang
angka yang terus merangkak naik, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
(Dinkes Kaltim) tak gentar. Pada peringatan Hari AIDS Sedunia yang baru saja
usai, mereka tegaskan: layanan pencegahan, deteksi, dan pengobatan HIV/AIDS
akan tetap optimal, meski tantangan seperti stigma sosial dan akses terpencil
di pedalaman masih mengintai. Lebih dari itu, Kepala Dinkes Kaltim, dr. Jaya
Mualimin, M.Kes, ajak masyarakat adaptasi—dari rajin tes dini hingga buang
prasangka yang kian usang. "HIV bukan akhir cerita; dengan deteksi cepat
dan ARV gratis, kita bisa kendalikan. Tapi butuh kita semua: hilangkan stigma,
datang ke klinik tanpa ragu," tegas Jaya dalam forum kesehatan di Kantor
Gubernur Kaltim, Samarinda, yang dihadiri ratusan kader dan tokoh masyarakat.
Angka tak bisa dibantah: sepanjang 2025, Kaltim deteksi
1.018 kasus HIV baru, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Di Kutai Timur
saja, 104 kasus baru tercatat hingga Agustus, sementara total pemeriksaan
mencapai 4.681 orang di 272 klinik layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan
(PDP). Naiknya temuan ini, ironisnya, jadi sinyal positif: kesadaran masyarakat
melonjak, skrining gencar, dan deteksi dini bekerja. "Ini bukan lonjakan
infeksi, tapi kemenangan screening. Semakin banyak yang tahu statusnya, semakin
cepat kita putus rantai penularan," ujar Jaya, yang sebut upaya proaktif
seperti tes wajib bagi ibu hamil dan calon pengantin sebagai kunci. Tapi, di
balik itu, tantangan nyata: stigma yang buat orang takut tes, akses sulit di
daerah terpencil seperti Mahulu atau Malinau, plus beban psikologis bagi ODHA
yang sering dikucilkan.
Dinkes Kaltim tak main-main hadapi ini. Jaringan 272 klinik
PDP—dari puskesmas pelosok hingga RS swasta di Samarinda—siap layani
konsultasi, tes cepat, dan ARV gratis tanpa diskriminasi. "Kerahasiaan
identitas dijamin penuh; datang saja, tak ada yang tanya asal-usul," janji
Jaya, yang tambah inovasi seperti mobile clinic ke THM dan kampus. Di Kutim,
tujuh penyuluh lapangan terjun langsung ke pelajar, sopir truk, dan pekerja
hiburan malam, bawa pesan: HIV tak menular lewat bersalaman atau makan bareng.
Kolaborasi lintas sektor pun digas: dengan KPAD, swasta, dan LSM, target
95-95-95 PBB—95% tahu status, 95% dapat pengobatan, 95% viral load tak
terdeteksi—dikejar mati-matian menuju eliminasi 2030.
Tapi, optimalisasi layanan tak cukup tanpa adaptasi
masyarakat. Jaya soroti enam strategi nasional: penguatan komitmen, perluas
akses, data-driven program, kemitraan multisektor, inovasi, dan monitoring
ketat—semua butuh partisipasi publik. "Hilangkan kucilan; ODHA adalah
tetangga, saudara kita. Dengan edukasi, kita ubah stigma jadi
solidaritas," ajaknya, rujuk kisah penyintas yang kini jadi kader—berbagi
cerita pribadi untuk sentuh hati komunitas. Di Samarinda, workshop Hari AIDS
ajak 200 peserta simulasi tes, lengkap sesi curhat dengan psikolog. Hasil?
Partisipasi tes naik 30% sejak Januari, dengan viral load validasi capai 80% di
klinik PDP.
Optimasi kata kunci seperti "layanan HIV Kaltim"
dan "adaptasi masyarakat HIV AIDS" kini banjiri pencarian Google,
seiring #HIVBebasStigma trending di X dengan unggahan warga Kutai yang bagikan
testimoni tes gratis. LSM seperti Yayasan Kesehatan Indonesia apresiasi, tapi
ingatkan: "Perlu lebih banyak kader sebaya di pedalaman, agar akses tak
cuma janji." Dinkes respons dengan pelatihan 100 kader baru akhir tahun,
plus dana APBD Rp5 miliar untuk mobile ARV.
Presiden Prabowo Subianto, via arahan Kemenkes, perintahkan
provinsi seperti Kaltim jadi model eliminasi triple threat: HIV, TBC, malaria.
"Kolaborasi solid pusat-daerah-swasta adalah kunci," katanya. Di
Kalteng tetangga, evaluasi viral load serupa tunjukkan peningkatan keterlibatan
masyarakat via tokoh adat. Ini inspirasi: di Kaltim, tokoh Dayak diajak jadi
duta, bawa pesan adaptasi ke desa-desa.
Di balik data dingin, ada cerita hangat. Seorang ibu hamil
di Balikpapan, yang tes positif awal tahun, kini sehat berkat ARV tepat
waktu—bayinya lahir bebas HIV. "Saya tak lagi sembunyi; sekarang saya ajak
tetangga tes," katanya. Saat hujan Samarinda reda, forum kesehatan tutup
dengan doa bersama: untuk Kaltim bebas epidemi. Dengan komitmen Dinkes dan
adaptasi masyarakat, 1.018 kasus itu bukan akhir, tapi tonggak—menuju 2030 di
mana HIV jadi masa lalu. Semoga, dari klinik kecil di ujung Kalimantan, lahir
gelombang kesadaran yang tak terbendung.





.webp)

