![]() |
| Ilustrasi AI |
IKN, 25 November 2025 – Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang membatasi masa Hak Guna Usaha (HGU) di Ibu Kota Nusantara (IKN)
menjadi sorotan nasional. Dalam sidang perkara 185/PUU-XXII/2024, MK memutuskan
untuk membatalkan ketentuan yang memungkinkan HGU, Hak Guna Bangunan (HGB), dan
Hak Pakai tanah di IKN mencapai lebih dari 100 tahun, termasuk skema siklus
ganda Hak Atas Tanah (HAT) hingga 190 tahun. Putusan ini, yang diumumkan pada
Kamis (13 November 2025) oleh Ketua MK Suhartoyo, dinilai mengembalikan prinsip
penguasaan tanah negara sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun
1960. Anggota Komisi II DPR RI Giri Ramanda Nazaputra Kiemas mendesak
pemerintah segera merespons dengan aturan baru, agar investor tetap tertarik
tanpa mengorbankan kedaulatan negara atas tanah.
Giri, yang mewakili Fraksi PDIP dari Dapil Sumatera Selatan
II, menyatakan bahwa putusan ini membuka peluang bagi negara untuk lebih
mengontrol penguasaan tanah melalui mekanisme perpanjangan dan pembaruan HGU.
"Artinya negara bisa mengontrol penguasaan tanah dengan mekanisme
perpanjangan dan pembaruan," ujar Giri dalam pernyataan resminya pada
Selasa (25 November 2025). Ia menekankan bahwa insentif jangka panjang seperti
HGU hingga 190 tahun awalnya dirancang untuk menarik investasi modal besar ke
IKN, proyek strategis nasional senilai Rp466 triliun yang ditargetkan rampung
tahap inti pada 2028. Namun, MK menilai skema tersebut berpotensi melemahkan
kontrol negara, sehingga dibatalkan sebagian.
Latar Belakang Putusan MK: Mengapa HGU IKN Jadi Kontroversi?
HGU merupakan hak atas tanah yang diberikan negara kepada
perorangan atau badan usaha untuk kegiatan pertanian, perikanan, atau
peternakan dalam jangka waktu tertentu. Di IKN, regulasi sebelumnya melalui
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan HGU, HGB, dan
Hak Pakai di Kawasan IKN memungkinkan perpanjangan hingga 190 tahun melalui
siklus ganda HAT. Ini dimaksudkan sebagai daya tarik bagi investor asing dan
domestik, mengingat IKN Nusantara mencakup 256.142 hektare lahan di Kabupaten
Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Petisi ke MK diajukan oleh sekelompok warga dan aktivis
agraria yang khawatir skema ini melanggar UUPA, yang membatasi HGU maksimal 35
tahun (30 tahun awal plus perpanjangan 5 tahun). Mereka berargumen bahwa
perpanjangan ekstrem berisiko mengurangi peran negara sebagai penguasa tanah,
terutama di kawasan perbatasan dan strategis seperti IKN. MK, dalam putusannya,
sebagian mengabulkan gugatan tersebut. "Ketentuan tersebut berpotensi
melemahkan penguasaan tanah oleh negara," tegas Suhartoyo saat membacakan
amar putusan. Akibatnya, masa HGU di IKN kini dibatasi maksimal 100 tahun,
kembali ke prinsip dasar UUPA yang menekankan fungsi sosial tanah.
Putusan ini berdampak langsung pada PT Hukum, Sumber Daya,
dan Properti (HSP), anak usaha BUMN yang ditunjuk sebagai master developer IKN.
PT HSP mengelola 90.000 hektare lahan awal, termasuk untuk zona industri dan
perumahan. Meski belum ada pernyataan resmi dari perusahaan, analis hukum
agraria seperti Prof. Maria S.W. Sumardjono dari Universitas Indonesia menilai
ini bisa memperlambat penyerapan investasi. "Investor butuh kepastian
jangka panjang, tapi negara juga harus lindungi hak rakyat adat Dayak Paser dan
warga lokal yang tanahnya terdampak relokasi," katanya.
Respons DPR: Butuh Aturan Baru untuk Seimbangkan Investor dan Negara
Giri Ramanda, sebagai anggota Komisi II yang membidangi
agraria dan tata ruang, melihat putusan MK sebagai momentum reformasi. Ia
mengusulkan mekanisme perpanjangan HGU yang lebih fleksibel, seperti pembaruan
otomatis hingga dua kali. "Bisa saja diatur mekanisme untuk dapat
diperbarui secara otomatis 2 kali. Artinya 1 kali pemberian hak 30 tahun,
perpanjangan 20 tahun. Kalau 2 kali pembaruan = 150 tahun, tetapi tetap ada
mekanisme pengajuan hak untuk pengawasan," jelasnya. Dengan demikian, total
masa HGU bisa mencapai 150 tahun, lebih panjang dari batas MK tapi masih di
bawah pengawasan negara.
Lebih lanjut, Giri menekankan prinsip keseimbangan.
"Jika tidak ada masalah bisa diperpanjang atau diperbarui. Jadi negara
tetap berdaulat, investor mendapat insentif dan jika rakyat ada yang dirugikan
bisa dibatalkan pemberian haknya oleh negara," tambahnya. Usulan ini
mencakup klausul pembatalan jika tanah dibutuhkan untuk kepentingan nasional
mendesak atau jika ada pelanggaran hak masyarakat, seperti konflik lahan dengan
komunitas adat di Sepaku.
Komisi II DPR berencana memanggil Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala BPN Hadi Tjahjanto untuk membahas implementasi. "Kami dorong
revisi PP IKN secepatnya, agar tidak ada vakum regulasi yang bikin investor
ragu," kata Giri. Fraksi PDIP, yang mendukung pembangunan IKN, ingin
memastikan aturan baru tak hanya pro-investor tapi juga pro-rakyat, mengingat
12.000 keluarga warga terdampak yang menerima ganti rugi Rp3-5 juta per jiwa.
Dampak Ekonomi dan Sosial: Tantangan bagi Progres IKN
IKN Nusantara, visi Presiden Joko Widodo untuk ibu kota
baru, kini menghadapi ujian hukum. Sejak groundbreaking 2019, proyek ini telah
menyerap Rp80 triliun investasi, dengan partisipasi swasta seperti Agung Sedayu
Group dan Citra Group. Namun, batasan HGU berpotensi menurunkan minat investor
asing, yang menyumbang 20% dana. Data Otorita IKN menunjukkan, hingga Oktober
2025, komitmen investasi mencapai Rp150 triliun, tapi realisasi hanya 60%
karena isu regulasi seperti ini.
Secara sosial, putusan MK diapresiasi kelompok agraria
seperti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). "Ini kemenangan bagi rakyat,
tanah negara bukan komoditas abadi untuk korporasi," ujar Ketua KPA Nauly
Faizah. Namun, warga PPU khawatir keterlambatan proyek berdampak pada lapangan
kerja. "Kami butuh IKN jalan, tapi tanah leluhur tak boleh hilang begitu
saja," cerita seorang petani di Desa Kecamatan Sepaku yang enggan disebut
namanya.
Pemerintah pusat merespons cepat. Kementerian ATR/BPN
menyatakan akan harmonisasi regulasi dalam waktu dua minggu, bekerja sama
dengan DPR. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan,
"Kami optimis putusan ini tak hambat momentum IKN, justru perkuat fondasi
berkelanjutan." Otorita IKN juga rencanakan roadshow ke Singapura dan
Jepang untuk yakinkan investor bahwa aturan baru akan lebih transparan.
Menuju Aturan Baru: Harapan Keseimbangan Kedaulatan dan Investasi
Putusan MK ini bukan akhir, tapi awal babak baru bagi tata
kelola tanah di IKN. Dengan usulan Giri Ramanda, aturan baru diharapkan
mengakomodasi perpanjangan HGU hingga 150 tahun secara bertahap, lengkap dengan
mekanisme audit tahunan oleh BPN. Ini termasuk integrasi teknologi GIS untuk
pemantauan lahan real-time, mencegah spekulan tanah.
Bagi pembaca yang memantau perkembangan IKN, ini pengingat
bahwa pembangunan berkelanjutan butuh harmoni antara ekonomi, hukum, dan
sosial. DPR dan pemerintah diharap segera wujudkan regulasi yang adil, agar IKN
tak hanya jadi simbol modernitas, tapi juga keadilan agraria. Pantau terus
update dari Komisi II DPR untuk langkah selanjutnya.





.webp)

