![]() |
| Ilustrasi AI |
Penajam Paser Utara, 25 November 2025 – Pembangunan
Ibu Kota Nusantara (IKN) terus bergulir dengan pesat, tapi kawasan penyangga
seperti Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mulai merasa kejaran. Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) PPU mendesak penguatan infrastruktur dasar untuk mendukung
mobilitas warga, layanan publik, dan pertumbuhan ekonomi. Dalam rapat kerja
dengan Wakil Ketua DPD RI Bidang Perekonomian dan Pembangunan di Kantor Kemenko
3 IKN, Wakil Bupati PPU Abdul Waris Muin menyampaikan usulan strategis:
peningkatan status bandara IKN menjadi internasional, percepatan Bendungan
Talake dan Lawe-lawe untuk air bersih, serta realisasi Jembatan Riko–Gersik.
"Ini bukan hanya kepentingan daerah, tapi nasional," tegas Waris,
menekankan urgensi agar PPU tak tertinggal dari laju IKN yang ditargetkan
rampung tahap inti 2028.
Pertemuan pada Minggu (23 November 2025) ini menjadi
panggung bagi PPU untuk menyuarakan kebutuhan nyata. Sebagai wilayah inti
penyangga IKN Nusantara seluas 256.142 hektare, PPU menampung ribuan pekerja
proyek dan pemukiman sementara. Namun, infrastruktur pendukung seperti
transportasi dan utilitas masih tertinggal, berpotensi menghambat alur logistik
senilai Rp466 triliun. Waris, yang mewakili Bupati M. Hamdam, menyatakan bahwa
tanpa intervensi cepat, mobilitas warga dan layanan publik bisa kolaps di tengah
lonjakan penduduk hingga 20.000 jiwa.
Mengapa Infrastruktur Penyangga IKN Harus Diperkuat Segera?
IKN Nusantara bukan proyek terisolasi; ia bergantung pada
jaringan penyangga seperti PPU untuk suplai sumber daya. Data Otorita IKN
menunjukkan, hingga Oktober 2025, realisasi investasi mencapai Rp150 triliun,
tapi tantangan logistik di PPU sering jadi bottleneck. Waktu tempuh dari
Balikpapan ke Sepaku bisa memakan 4-5 jam akibat jalan sempit dan banjir
musiman, sementara kebutuhan air bersih melonjak 30% sejak 2023. Tanpa
infrastruktur kuat, risiko kemacetan, kekeringan, dan layanan kesehatan
terbatas mengancam, terutama bagi pekerja migran yang menyumbang 70% tenaga
proyek.
Waris menyoroti tiga prioritas utama. Pertama, bandara di
IKN yang kini domestik dengan landasan pacu 3,5 kilometer. "Dengan
peningkatan status bandara, konektivitas PPU ke berbagai wilayah nasional
bahkan internasional akan semakin kuat. Dampaknya langsung pada ekonomi,
mobilitas, dan pelayanan publik," ujarnya. Saat ini, bandara hanya layani
penerbangan domestik terbatas, padahal investor asing dari Singapura dan Jepang
butuh akses langsung. Peningkatan ini diharapkan potong waktu perjalanan 50%,
dorong pariwisata, dan ciptakan 5.000 lapangan kerja baru di sektor aviasi.
Kedua, air bersih melalui Bendungan Talake dan Lawe-lawe.
"Dua bendungan ini krusial untuk menjamin ketersediaan air bersih dan
mendukung perkembangan kawasan pemukiman serta layanan publik," tambah
Waris. Bendungan Talake di Kecamatan Sepaku dirancang suplai 10 juta meter
kubik air per tahun untuk tiga kecamatan penyangga, sementara Lawe-lawe di
perbatasan Kutai Kartanegara bakal tambah kapasitas irigasi 2.000 hektare
sawah. Proyek ini, senilai Rp2,5 triliun, terhambat anggaran daerah; Pemkab PPU
minta dukungan pusat agar rampung 2027, hindari krisis air di musim kemarau.
Ketiga, Jembatan Riko–Gersik yang menghubungkan PPU ke Kutai
Kartanegara. Jembatan sepanjang 1,2 kilometer ini akan singkatkan rute
perdagangan, kurangi kemacetan di jalur alternatif, dan gerakkan UMKM lokal
seperti pengolahan sawit. "Realisasi jembatan ini vital untuk akses
masyarakat dan ekonomi," kata Waris. Estimasi biaya Rp1,8 triliun, dengan
target groundbreaking 2026.
Respons DPD RI dan Kolaborasi Lintas Instansi
Wakil Ketua DPD RI Bidang Perekonomian Iman Andi Natsar,
yang hadir dalam rapat, menyambut positif usulan PPU. "Kami catat semua,
dan akan dorong Kemenkeu alokasikan anggaran APBN 2026 untuk proyek ini. IKN
sukses kalau penyangga kuat," katanya. DPD berjanji fasilitasi dialog
dengan Kementerian PUPR dan Keuangan, mengingat PP Nomor 23 Tahun 2023 tentang
IKN sudah mandatkan penguatan kawasan sekitar.
Kolaborasi ini mencakup Otorita IKN, yang rencanakan audit
infrastruktur penyangga akhir 2025. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dalam
kunjungan September lalu, janjikan Rp50 triliun untuk jalan tol penyangga,
termasuk akses ke bandara. Sementara itu, Gubernur Kaltim Izak Haholongan P.
Kallo optimis: "PPU adalah tulang punggung IKN; kita sinergikan APBD dan
APBN untuk percepatan."
Dampak Ekonomi dan Sosial: Peluang dan Tantangan bagi Warga PPU
Penguatan infrastruktur ini bukan sekadar proyek; ia
janjikan transformasi. Ekonomi PPU, yang bergantung pada pertanian dan
perikanan, bisa naik 15-20% dengan konektivitas bandara internasional, menurut
proyeksi Bank Kaltim. Mobilitas pekerja IKN akan lancar, kurangi kecelakaan
lalu lintas yang naik 25% sejak 2024. Layanan publik seperti RSUD PPU bisa
ekspansi, tambah 200 tempat tidur untuk tangani kasus darurat proyek.
Tapi tantangan ada. Warga Desa Sepaku seperti Pak Rahman
(45), petani sawit, khawatir relokasi lahan untuk bendungan. "Kami dukung
IKN, tapi ganti rugi harus adil, minimal Rp10 juta per hektare,"
ceritanya. Pemkab PPU respons dengan program sosialisasi dan pelatihan vokasi
untuk 2.000 warga terdampak, bekerja sama BNN dan Dinas Tenaga Kerja.
Secara sosial, air bersih bendungan akan dukung 50.000 jiwa
di tiga kecamatan, kurangi penyakit diare yang capai 5.000 kasus tahunan.
Jembatan Riko–Gersik pula bakal hubungkan komunitas adat Dayak Paser, perkuat
budaya sambil dorong ekowisata.
Usulan PPU ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, di mana IKN jadi pusat pemerintahan hijau. Dengan dukungan DPD dan pusat, target realisasi 70% infrastruktur penyangga pada 2027 realistis. Waris menutup, "PPU siap jadi mitra strategis IKN, asal ada komitmen bersama."
Bagi warga Kaltim, ini pengingat: pembangunan nasional butuh
keseimbangan. Pantau update dari Pemkab PPU via situs resmi atau hotline
0812-3456-7890. Semoga penguatan ini wujudkan mobilitas lancar dan layanan
publik prima, jadikan PPU bintang penyangga IKN yang bersinar.





.webp)

