![]() |
| Ilustrasi AI |
Pontianak, 21 November 2025 – Kasus dugaan korupsi
proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat
(Kalbar), kembali menjadi sorotan setelah Korps Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Kortastipikor) Polri memeriksa Halim Kalla (HK) pada Kamis (20/11/2025).
Adik kandung mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) ini, yang
menjabat sebagai Presiden Direktur PT Bakrie Rachmat Nusantara (BRN), hadir di
gedung Bareskrim Polri pukul 10.00 WIB untuk memberikan keterangan sebagai
tersangka. Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang setelah HK mangkir pada
12 November lalu dengan alasan sakit, menandai komitmen Polri untuk tak pandang
bulu dalam memberantas korupsi di sektor energi nasional.
Direktur Penindakan Kortastipikor Polri, Brigjen Pol Totok
Suharyanto, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan berlangsung selama sekitar empat
jam. "HK diperiksa terkait perannya dalam pemufakatan jahat lelang proyek
PLTU 1 Kalbar tahun 2008-2018. Kami dalami alur dana dan keputusan bisnis yang
merugikan negara," ujar Totok saat ditemui wartawan di sela-sela agenda
penyidikan, Kamis sore. Meski detail keterangan HK belum dirilis, penyidik
mengindikasikan bahwa pemeriksaan ini bagian dari pengembangan perkara yang sudah
menjerat empat tersangka, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,3
triliun akibat proyek mangkrak dan penyimpangan anggaran.
Proyek PLTU 1 Kalbar, yang dirancang dengan kapasitas 2x50
MW di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, seharusnya menjadi
solusi listrik bagi kawasan barat Kalimantan. Dimulai pada 2008 melalui lelang
ulang PT PLN (Persero), proyek ini melibatkan konsorsium PT BRN dan PT Praba
Indopersada (PI). Namun, ironisnya, pembangunan terhenti di tengah jalan,
meninggalkan puing-puing infrastruktur tak berguna dan warga Mempawah yang
hingga kini bergantung pada pasokan listrik dari Jawa. "Ini bukan hanya
soal uang, tapi juga ketahanan energi. Kalbar butuh listrik stabil untuk
industri, tapi malah rugi triliunan karena korupsi," kata Kepala
Kortastipikor Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo, saat press release penetapan
tersangka pada 6 Oktober 2025.
Halim Kalla ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Oktober
2025, bersama tiga orang lain: FM (Fahmi Mochtar, mantan Dirut PLN periode
2008-2009), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba). Keduanya dari swasta,
sementara FM dari BUMN. Dugaan utama adalah pemufakatan jahat dalam lelang, di
mana konsorsium memanipulasi harga dan spesifikasi agar memenangkan tender,
tapi gagal menyelesaikan proyek. Bukti awal mencakup dokumen kontrak, laporan
audit BPKP, dan saksi kunci dari PLN serta konsultan independen. "Mereka
dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, plus Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pidana
bersama," tambah Totok, yang menargetkan dakwaan ke Kejaksaan Agung dalam
tiga bulan.
Pemeriksaan HK ini tak luput dari kontroversi. Keluarga
Kalla, yang dikenal sebagai pengusaha sukses di Sulawesi Selatan dan nasional,
langsung merespons melalui pengacara. "Kami hormati proses hukum dan yakin
HK kooperatif. Ini kesempatan untuk klarifikasi fakta," kata kuasa hukum
HK, yang enggan disebut namanya. Sementara itu, Jusuf Kalla sendiri, meski tak
berkomentar langsung, disebut-sebut oleh lingkaran dekatnya sebagai
"korban fitnah politik". Namun, Cahyono menegaskan, "Kami tak
pandang status. Semua sama di depan hukum, apalagi ini perkara lama yang sudah
terbukti merugikan rakyat Kalbar."
Dampak kasus ini meluas ke sektor energi nasional. PLTU 1
Kalbar mangkrak sejak 2018, memaksa pemerintah alokasikan tambahan Rp 2 triliun
untuk proyek pengganti di 2023. Data Kementerian ESDM menunjukkan, defisit
listrik di Kalbar mencapai 15% pada 2024, menghambat investasi di perkebunan
dan pertambangan. "Korupsi seperti ini bikin investor ragu. Kalbar yang
kaya SDA malah kekurangan daya, anak muda susah buka usaha," keluh seorang
pengusaha lokal di Pontianak, yang meminta anonimitas karena takut implikasi
bisnis. Di tingkat nasional, KPK mencatat ratusan kasus serupa di BUMN energi,
dengan total kerugian Rp 50 triliun sejak 2010.
Polri tak tinggal diam. Selain pemeriksaan HK, RR diperiksa
pada 11 November, HYL pada 18 November, sementara FM masih mangkir dengan
permohonan penundaan. "Kami siapkan surat pemanggilan paksa jika perlu.
Targetnya, semua keterangan lengkap akhir November," tegas Totok. Penyidik
juga koordinasi dengan Kejaksaan untuk sita aset, termasuk saham PT BRN senilai
miliaran. Di Kalbar, Gubernur Ria Norsan menyambut baik. "Ini langkah
tepat. Kami dukung Polri, supaya anggaran listrik tak lagi bocor. Rakyat
Mempawah sudah lama tunggu keadilan," ujarnya saat audiensi dengan DPRD
Kalbar, Jumat (21/11/2025).
Pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Barda
Nawawi Arief, menilai kasus ini preseden penting. "Libatkan tokoh nasional
seperti keluarga Kalla menunjukkan Polri serius. Tapi, transparansi harus
dijaga agar tak jadi alat politik. Jika terbukti, hukuman minimal 10 tahun
penjara plus denda," katanya saat diwawancarai. Aktivis anti-korupsi dari
Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan, menambahkan, "Ini momentum
reformasi tender PLN. Harus ada audit ulang semua proyek lama untuk cegah
kebocoran serupa."
Warga Mempawah merasakan getirnya langsung. Seorang nelayan
di Jungkat bilang, "Listrik sering padam, anak sekolah susah belajar
malam. Proyek miliaran kok mangkrak, uangnya kemana?" Demo kecil di depan
kantor PLN Mempawah pekan lalu menuntut kejelasan, meski Polri janji update
rutin. Dengan pemeriksaan HK selesai, harapan muncul: uang rakyat kembali, dan
PLTU baru segera jalan. Kasus ini mengingatkan, di balik nama besar, hukum tak
kenal kompromi. Kalbar, yang haus energi, kini tunggu titik terang dari meja
hijau.





.webp)

