Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN

 

Ilustrasi AI

IKN 21 November 2025 – Konflik agraria di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara kembali memanas. Kali ini, PT Agro Indomas, perusahaan perkebunan sawit berstatus Penanaman Modal Asing (PMA), digugat warga Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Penajam dengan nomor perkara 98/PDT.G/2025/PN PNJ atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Ironisnya, perusahaan ini baru saja menerima ganti rugi lahan senilai Rp 19,818,107,875 dari pemerintah untuk proyek Bendungan IKN Sepaku, padahal kewajiban bayar ganti rugi ke pemilik lahan asli belum pernah diselesaikan selama 19 tahun operasi.

Kasus ini mencuat setelah sidang perdana yang digelar pekan lalu, meski sempat ditunda. Penggugat utama adalah Sahnan Bin Limin beserta ahli warisnya, yang diwakili oleh Usman Saleh selaku Ketua Organisasi Pengawal Agraria Masyarakat Borneo Nusantara (OPAMBN) sekaligus penasihat Lembaga Adat Paser PPU. Mereka didampingi Ramadi, Dofit Rumapea, serta dua ahli waris lainnya. Menurut penggugat, PT Agro Indomas mulai beroperasi di lahan milik mereka sejak 2006 tanpa prosedur pembebasan yang sah, meninggalkan tanaman dan lahan tanpa kompensasi. "Seharusnya PT Agro Indomas tidak boleh melakukan aktivitas apa pun di lahan warga sebelum kewajiban ganti rugi diselesaikan," tegas Usman Saleh saat ditemui wartawan di luar pengadilan, Kamis (20/11/2025).

Latar belakang sengketa ini tak lepas dari dinamika pembangunan IKN yang kian pesat. Bendungan IKN Sepaku, bagian dari infrastruktur air bersih kawasan inti IKN, membutuhkan pembebasan lahan luas. Dana ganti rugi tersebut dicairkan melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) PPU, yang seharusnya mengalir ke pemilik sah. Namun, penggugat menyoroti bahwa PT Agro Indomas justru menjadi penerima utama, meski status kepemilikan lahan mereka masih dipertanyakan. "Kami sangat menyayangkan hal ini. Bagaimana mungkin perusahaan menerima hampir Rp 20 miliar dari uang negara untuk pembebasan lahan Bendungan IKN, padahal kewajiban mereka sendiri kepada pemilik tanah asli belum diselesaikan?" keluh Usman Saleh, menambahkan bahwa ini seperti "mengorbankan rakyat kecil demi proyek nasional".

PT Agro Indomas, yang bergerak di sektor kelapa sawit, telah mengelola ribuan hektare lahan di Sepaku sejak awal 2000-an. Perusahaan ini diduga tak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang valid, sebagaimana dikhawatirkan Usman Saleh. Jika terbukti, hal ini bisa merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) PPU, karena pajak perkebunan tak masuk ke kas daerah. OPAMBN sendiri telah menerima keluhan serupa dari puluhan warga Sepaku lainnya, yang lahan mereka juga "diserobot" tanpa bayaran. "Ini bukan kasus tunggal. Banyak petani kecil yang kehilangan mata pencaharian karena ekspansi sawit ilegal di kawasan IKN," ungkap Ramadi, salah satu kuasa hukum penggugat, yang memperkirakan nilai ganti rugi lahan dan tanaman bisa mencapai miliaran rupiah jika dihitung berdasarkan harga pasar saat ini.

Gugatan PMH ini menuntut PT Agro Indomas untuk membayar ganti rugi penuh atas lahan, tanaman, dan kerugian immaterial yang dialami penggugat selama hampir dua dekade. Selain itu, penggugat meminta pengadilan membekukan aktivitas perusahaan di lahan sengketa hingga putusan final. Sidang lanjutan dijadwalkan minggu depan, dengan harapan bukti-bukti seperti dokumen kepemilikan tanah adat dan saksi mata bisa menguatkan posisi warga. Dari sisi hukum, kasus ini dijerat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang PMH, yang menekankan tanggung jawab pelaku atas kerugian yang ditimbulkan.

Pemkab PPU dan Otorita IKN (OIKN) kini berada di posisi serba salah. Seorang pejabat BPN PPU yang enggan disebut namanya mengakui bahwa proses pembebasan lahan Bendungan IKN melibatkan verifikasi kepemilikan, tapi sering kali terhambat sengketa historis seperti ini. "Kami sudah koordinasi dengan Kementerian ATR/BPN pusat untuk audit ulang HGU perkebunan di Sepaku. Tujuannya memastikan dana ganti rugi tepat sasaran," katanya. Sementara itu, Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, melalui juru bicara, menyatakan komitmen provinsi mendukung mediasi agraria. "IKN adalah masa depan, tapi tak boleh mengorbankan hak adat masyarakat lokal. Kami siap fasilitasi dialog antara warga dan perusahaan," ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (21/11/2025).

Konflik serupa bukan hal baru di Sepaku, yang menjadi "pintu gerbang" IKN. Sejak 2022, puluhan kasus sengketa lahan sawit bermunculan, terutama setelah relokasi proyek infrastruktur nasional. Data dari Komnas HAM mencatat, setidaknya 50% sengketa agraria di Kalimantan Timur terkait ekspansi perkebunan, dengan dampak sosial seperti kemiskinan petani dan degradasi lingkungan. Pengamat agraria dari Universitas Mulawarman Samarinda, Dr. Lina Sari, menilai kasus PT Agro Indomas sebagai "titik kritis". "Ini ujian bagi pemerintah: apakah IKN benar-benar inklusif, atau hanya proyek elit yang mengabaikan hak rakyat? Jika HGU perusahaan batal demi hukum, dana Rp 19,8 miliar harus dikembalikan ke negara dan dialihkan ke warga asli," katanya saat diwawancarai via telepon.

Warga Sepaku, yang mayoritas petani subsisten, merasakan dampak langsung. Seorang ahli waris yang tak ingin disebut namanya bercerita, "Lahan leluhur kami dirampas, sekarang jadi kebun sawit. Anak cucu tak punya warisan lagi." Ormas seperti OPAMBN berencana menggalang dukungan lebih luas, termasuk audiensi ke DPRD PPU. Mereka juga mendesak moratorium HGU baru di kawasan IKN hingga semua sengketa selesai.

Kasus ini berpotensi jadi preseden bagi ratusan gugatan serupa di Kalimantan. Dengan Bendungan IKN yang ditarget rampung 2026, tekanan waktu semakin besar. Jika tak diselesaikan secara adil, bukan hanya kepercayaan warga yang hilang, tapi juga citra IKN sebagai kota hijau dan berkelanjutan. Bagi PT Agro Indomas, respons cepat diperlukan: bayar ganti rugi atau hadapi risiko operasional terhenti. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan, suara warga Sepaku mengingatkan: kemajuan nasional tak boleh dibangun di atas tangis petani.

 

Also Read
Tag:
Latest News
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
  • Gugat PT Agro Indomas di PN Penajam: Warga Sepaku dan Ormas Tuntut Ganti Rugi Lahan Sawit Miliaran, Setelah Perusahaan Kantongi Rp 19,8 Miliar untuk Bendungan IKN
Post a Comment
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad