![]() |
| Ilustrasi AI |
Pontianak, 21 November 2025 – Pendidikan menjadi
kunci utama dalam membangun sumber daya manusia unggul di Kalimantan Barat
(Kalbar). Dewan Pendidikan Provinsi Kalbar periode 2025–2030 menegaskan
komitmen penuhnya mendukung program pemerintah daerah untuk mempercepat
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pelantikan dewan ini, yang
digelar di Pendopo Gubernur pada Selasa (20/11/2025), menjadi momentum
strategis untuk menyusun langkah konkret guna mendongkrak IPM Kalbar dari angka
72,09 tahun ini menjadi target 75 poin dalam lima tahun ke depan.
Gubernur Kalbar, Ria Norsan, yang secara langsung melantik
15 anggota dewan, menekankan peran vital lembaga ini dalam merealisasikan visi
pembangunan berkelanjutan. "Dewan Pendidikan adalah mitra strategis
pemerintah. Kami butuh gerak cepat untuk perluas akses pendidikan, terutama
kesetaraan, agar IPM Kalbar tak lagi tertinggal dari provinsi tetangga,"
ujar Norsan saat menyerahkan SK pengangkatan. Acara yang dihadiri ratusan tokoh
pendidikan, akademisi, dan perwakilan ormas ini juga dirangkai dengan penyerahan
hibah pendidikan senilai Rp 10 miliar untuk 50 lembaga sekolah di wilayah
perbatasan.
Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kalbar yang baru, Prof. Dr.
Siti Nurhaliza dari Universitas Tanjungpura (Untan), langsung merespons dengan
nada optimis. "Kami tegaskan dukungan total terhadap program pemerintah.
Fokus utama adalah integrasi pendidikan nonformal ke perusahaan dan posyandu,
supaya tak ada lagi anak putus sekolah atau orang dewasa yang
terpinggirkan," katanya dalam pidato perdana. Siti, yang juga rektor
Untan, menambahkan bahwa dewan akan menyusun roadmap tiga tahun untuk tingkatkan
angka partisipasi sekolah dasar hingga menengah, dengan target penurunan angka
putus sekolah dari 2,5% menjadi di bawah 1%.
IPM Kalbar memang masih menjadi tantangan serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar 2025, angka ini hanya naik
0,08 poin dari tahun sebelumnya, tertinggal jauh dari rata-rata nasional 74,5.
Komponen pendidikan menyumbang 35% bobot IPM, di mana harapan lama sekolah
masih stagnan di 12,8 tahun dan rata-rata lama sekolah 8,2 tahun. "Ini
ironis, Kalbar kaya sumber daya alam, tapi SDM-nya kalah saing. Pendidikan
kesetaraan Paket A, B, dan C harus jadi prioritas, bukan sekadar formalitas,"
tambah Norsan, yang menyoroti disparitas antar kabupaten—Pontianak capai 82,80
(sangat tinggi), sementara Kapuas Hulu hanya 68,5.
Langkah konkret yang disiapkan Dewan Pendidikan mencakup
enam prioritas utama. Pertama, kolaborasi dengan perusahaan sawit dan
pertambangan untuk buka kelas kesetaraan di lokasi kerja. "Bayangkan,
ribuan pekerja di perkebunan tak punya ijazah SMA. Kami targetkan 10.000
lulusan Paket C dalam dua tahun melalui program ini," jelas Wakil Ketua
Dewan, Dr. Ahmad Yani, mantan kepala Dinas Pendidikan Kalbar. Kedua, integrasi
pendidikan ke posyandu untuk ibu rumah tangga. "Posyandu tak hanya soal kesehatan
anak, tapi juga literasi. Kami akan latih kader untuk fasilitasi Paket B,
target 5.000 peserta di 500 posyandu," tambahnya.
Ketiga, digitalisasi pembelajaran untuk kawasan 3T
(terdepan, terluar, tertinggal). Dewan berencana kemitraan dengan Kementerian
Pendidikan untuk pasang Starlink di 200 sekolah perbatasan, seperti di Entikong
dan Jagoi Babang. "Akses internet jadi syarat mutlak. Ini sejalan dengan
program nasional revitalisasi 2026," kata Siti Nurhaliza. Keempat,
pelatihan guru massal. Anggaran Rp 2 miliar dialokasikan untuk sertifikasi
ulang 1.000 guru, fokus pada pedagogi inklusif dan teknologi. Kelima, monitoring
IPM berbasis data real-time melalui aplikasi daerah, bekerja sama dengan BPS.
Terakhir, advokasi ke DPRD untuk tambah alokasi APBD pendidikan dari 20%
menjadi 25%.
Upaya ini tak lepas dari dukungan pemerintah pusat. Menteri
Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, melalui video pesan, memuji
inisiatif Kalbar. "Sinergi pusat-daerah seperti ini yang kami butuhkan.
Kalbar bisa jadi model untuk provinsi lain," katanya. Di tingkat lokal,
Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalbar siap jadi motor penggerak,
dengan program SIGAP (Sharing Session Antar Pegawai) untuk bagikan best
practice antar kabupaten.
Namun, tantangan tetap ada. Wilayah perbatasan seperti
Sanggau dan Sintang masih kekurangan infrastruktur, dengan 29 sekolah SMP/SMK
hanya layani 5.860 siswa dan 481 guru. "Banyak anak Dayak dan Melayu tak
sekolah karena jarak. Kami butuh sekolah berbasis asrama adat," cerita
seorang guru di Jagoi Babang yang hadir di pelantikan. Selain itu, pandemi
sisa-sisa efeknya masih hambat partisipasi, terutama di pedesaan. Pengamat
pendidikan dari Untan, Prof. Hadi Wijaya, menilai langkah dewan ini realistis
tapi butuh anggaran lebih. "Dukungan pemerintah bagus, tapi tanpa
monitoring ketat, target IPM bisa meleset. Libatkan ormas dan swasta lebih
dalam," sarannya saat diwawancarai.
Warga Kalbar menyambut positif. Seorang ibu rumah tangga di
Pontianak Barat bilang, "Saya dulu putus sekolah, sekarang bisa lanjut
Paket C di posyandu. Ini harapan baru untuk anak-anak saya." Program
serupa di Pontianak, yang IPM-nya tertinggi di Kalbar, jadi inspirasi: harapan
lama sekolah naik ke 15,07 tahun berkat transformasi digital.
Dengan pelantikan ini, Kalbar berharap IPM tak lagi jadi
beban, tapi pendorong ekonomi. Norsan menutup acara dengan pesan:
"Pendidikan bukan biaya, tapi investasi. Mari wujudkan Kalbar cerdas untuk
Indonesia emas 2045." Dewan Pendidikan pun langsung bentuk tim kerja,
dengan rapat pertama dijadwalkan pekan depan. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan
infrastruktur, seperti jalan tol Trans-Kalimantan, pendidikan jadi fondasi tak
tergantikan. Tanpa SDM berkualitas, kemajuan Kalbar hanya ilusi.





.webp)

