Transformasi Pendidikan IKN: Guru Lokal Dilatih Growth Mindset untuk Wujudkan Standar Dunia
![]() |
Ilustrasi AI |
IKN – Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menegaskan
komitmennya untuk menjadikan pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun
“kota dunia untuk semua” melalui pelatihan intensif bagi ratusan guru lokal di
wilayah delineasi IKN. Pada Senin, 6 Oktober 2025, sebanyak 300 guru dari
berbagai jenjang pendidikan berkumpul di Multifunction Hall Kantor Kemenko 3,
Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN, untuk mengikuti program peningkatan
kapasitas yang berfokus pada pembentukan pola pikir bertumbuh (growth mindset).
Inisiatif ini, yang dirancang untuk menyiapkan tenaga pendidik menghadapi
tantangan global, menjadi langkah strategis dalam mewujudkan pendidikan
bertaraf internasional di IKN. Dengan pelatihan ini, Otorita IKN menargetkan
transformasi mental dan kompetensi guru sebagai fondasi ekosistem pendidikan
inklusif yang mampu bersaing di panggung dunia, sekaligus mendukung visi
Nusantara sebagai kota hutan yang berkelanjutan dan berdaya saing.
Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat
Otorita IKN, Alimuddin, menjelaskan bahwa keberhasilan pendidikan di IKN
bergantung pada kesiapan guru sebagai ujung tombak. “Pendidikan bertaraf
internasional yang menjadi amanat Rencana Induk IKN harus dimulai dari tenaga
pendidik yang punya kompetensi global dan pola pikir terbuka. Tantangannya
adalah memastikan guru-guru di luar KIPP, seperti di Sepaku dan Kutai
Kartanegara, juga mampu menyesuaikan diri dengan standar baru ini,” ujarnya
dalam sambutan pembukaan pelatihan. Acara ini menghadirkan Galih
Sulistyaningra, pendidik berlatar belakang magister dari University College
London (UCL) yang kini mengajar di SDN 020 Sepaku, sebagai narasumber utama.
Galih memotivasi peserta untuk mengadopsi growth mindset, menekankan pentingnya
kepercayaan diri dan kesiapan merangkul perubahan. “Bapak/Ibu harus percaya
bahwa kita bisa mencapai standar dunia. Dengan pola pikir bertumbuh, kita
wujudkan pendidikan IKN yang tak kalah dari kota-kota global,” katanya, disambut
tepuk tangan antusias.
Pelatihan ini dirancang untuk mengatasi tantangan nyata di
lapangan, di mana wilayah penyangga IKN seperti Penajam Paser Utara dan Kutai
Kartanegara masih kekurangan 520 guru, terutama untuk mata pelajaran STEM
(sains, teknologi, teknik, dan matematika), menurut laporan Dinas Pendidikan
Kaltim 2024. Dengan alokasi 10 persen dari total anggaran IKN Rp466 triliun
untuk sektor pendidikan, Otorita menargetkan pembangunan 50 sekolah berstandar
internasional hingga 2030, lengkap dengan kurikulum berbasis Cambridge dan IB
(International Baccalaureate) di KIPP. Namun, tanpa guru yang adaptif,
infrastruktur fisik tak akan cukup. “Guru adalah jantung pendidikan. Kalau
mereka tidak siap secara mental dan kompetensi, sekolah megah pun tak akan
menghasilkan lulusan kompetitif,” tambah Alimuddin, merujuk data bahwa 60
persen guru lokal di delineasi IKN belum memiliki sertifikasi internasional.
Respons dari peserta pelatihan menunjukkan dampak positif
yang signifikan. Lidya, guru TK Itci di Penajam Paser Utara, mengungkapkan
kebanggaannya atas transformasi cepat di IKN. “Workshop ini luar biasa untuk
membentuk growth mindset. Saya lihat sendiri, dalam dua minggu saja,
pembangunan di IKN sudah begitu pesat—gedung, jalan, semuanya. Ini memotivasi
kami untuk ikut berubah,” ujarnya. Peserta lain, seperti Ahmad, guru SMP di
Samboja, menyoroti pentingnya pelatihan ini untuk mengatasi stigma bahwa pendidikan
negeri kalah kualitas dibandingkan swasta. “Saya belajar untuk tidak takut
gagal dan terus berinovasi, misalnya dengan mengintegrasikan teknologi AI di
kelas,” katanya. Pelatihan ini mencakup modul seperti pengembangan kurikulum
adaptif, teknologi pendidikan berbasis EdTech, dan strategi pengajaran inklusif
untuk siswa multibudaya, yang relevan mengingat IKN akan menjadi melting pot
dengan kedatangan 4.100 ASN pada 2026 dan komunitas diplomatik pada 2028.
Inisiatif ini juga menjawab tantangan sosial-budaya di IKN,
di mana 30 persen penduduk di delineasi adalah masyarakat adat Dayak dan Paser
yang membutuhkan pendekatan pendidikan yang sensitif budaya. Galih
Sulistyaningra, yang pernah mengembangkan modul literasi budaya di UCL,
menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai lokal dalam kurikulum
global. “Guru harus bisa mengajarkan sains dengan konteks hutan Kalimantan atau
sejarah Dayak sebagai bagian dari identitas nasional,” ujarnya. Program ini sejalan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang
menargetkan 80 persen guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar)
tersertifikasi pada 2027. Otorita IKN juga bekerja sama dengan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk meluncurkan beasiswa
pelatihan ke luar negeri bagi 100 guru IKN pada 2026, dengan fokus pada
Finlandia dan Singapura sebagai model pendidikan terbaik.
Secara nasional, inisiatif ini menjadi percontohan bagaimana
daerah penyangga proyek strategis bisa mengadopsi standar global tanpa
mengorbankan identitas lokal. Namun, tantangan tetap ada: anggaran pendidikan
IKN 2025 hanya Rp2,5 triliun, jauh di bawah kebutuhan ideal Rp5 triliun untuk
membangun sekolah dan melatih 1.000 guru tambahan. Selain itu, resistensi dari
beberapa guru senior terhadap teknologi baru, seperti platform pembelajaran
daring, menjadi hambatan. “Kami butuh waktu untuk adaptasi, tapi pelatihan ini
membuka mata,” kata Siti, guru SMA di Kutai Kartanegara. Otorita IKN berencana
menggelar pelatihan serupa setiap kuartal, dengan target 1.500 guru terlatih
pada akhir 2026, didukung dana CSR dari perusahaan seperti Adaro dan KPC yang
berkontribusi Rp500 miliar untuk pendidikan di delineasi.
Ke depan, Otorita IKN akan memperluas program ini dengan
melibatkan universitas lokal seperti Universitas Mulawarman untuk mengembangkan
pusat pelatihan guru berbasis teknologi. Kolaborasi dengan organisasi
internasional seperti UNESCO juga digagas untuk memetakan kebutuhan kurikulum
inklusif. “Pendidikan IKN bukan cuma soal gedung megah, tapi manusia yang
adaptif dan berpikiran terbuka. Guru adalah fondasi itu,” tegas Alimuddin.
Dengan 75 persen wilayah IKN dirancang tetap hijau, pendidikan berbasis growth
mindset ini menjadi cerminan visi kota hutan: dinamis, inklusif, dan siap
bersaing di panggung global. Di tengah pembangunan fisik yang pesat—dari gedung
DPR hingga diplomatic compound—pelatihan ini membuktikan bahwa IKN bukan hanya
membangun beton, tapi juga karakter generasi masa depan.