IKN– Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengambil langkah tegas untuk menjaga ketahanan pangan di wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan melarang alih fungsi lahan sawah produktif ke penggunaan non-pertanian. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar untuk memastikan swasembada pangan di Kalimantan Timur, sekaligus mendukung pembangunan IKN sebagai pusat pemerintahan baru yang berkelanjutan. Dengan tantangan seperti minimnya irigasi dan fluktuasi harga gabah, pemerintah daerah berupaya memberikan solusi nyata agar petani tetap semangat menanam padi dan mempertahankan lahan pertanian sebagai aset strategis.
Kepala Dinas Pertanian PPU, Andi Trasodiharto, menegaskan
bahwa larangan alih fungsi lahan ini bukan sekadar kebijakan formal, melainkan
wujud komitmen untuk menjaga keberlanjutan sektor pangan di tengah tekanan
urbanisasi dan industrialisasi. “Kami melarang keras pengubahan lahan sawah
menjadi perkebunan, perumahan, atau kawasan industri. Ini adalah langkah untuk
memastikan pasokan pangan tetap stabil, terutama di wilayah yang menjadi bagian
dari IKN,” ujarnya pada Rabu (8/10/2025). Pernyataan ini sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, yang menjadi landasan hukum untuk melindungi lahan produktif
dari konversi yang tidak terkendali.
Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) PPU, dari
total 7.508 hektare lahan sawah di kabupaten ini, sekitar 627 hektare telah
beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, perumahan, atau sektor lain.
Faktor utama yang mendorong konversi ini adalah keterbatasan infrastruktur
irigasi dan ketidakpastian harga gabah, yang menyebabkan sebagian petani
memilih beralih profesi atau mengalihfungsikan lahan mereka. “Banyak petani
yang merasa tidak lagi menguntungkan untuk bertani karena biaya produksi tinggi
dan harga gabah tidak stabil. Ini yang ingin kami atasi,” jelas Andi. Untuk
mengatasi masalah ini, Pemkab PPU menetapkan harga pembelian gabah kering panen
(GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram, sebagai insentif untuk memotivasi petani
mempertahankan aktivitas pertanian mereka.
Langkah ini terbukti memberikan dampak positif. Pada 2024,
produksi padi di PPU mencapai 50.672 ton GKP, dan pada musim tanam pertama
2025, angka tersebut telah menyentuh 24.500 ton GKP. Angka ini menunjukkan
potensi besar PPU sebagai lumbung pangan, tidak hanya untuk kebutuhan lokal
tetapi juga untuk mendukung kebutuhan pangan di IKN yang diperkirakan akan
menampung jutaan penduduk di masa depan. Dengan posisinya sebagai daerah
penyangga IKN, PPU memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pasokan pangan
yang memadai, terutama di tengah perkembangan infrastruktur yang pesat dan
meningkatnya jumlah pendatang.
Selain jaminan harga, Pemkab PPU juga merancang solusi
jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui perbaikan
infrastruktur irigasi. Salah satu proyek unggulan adalah pembangunan Bendung
Gerak Sungai Telake, yang dijadwalkan mulai dibangun pada 2026. Bendungan ini
diharapkan dapat mengatasi masalah irigasi yang selama ini menjadi kendala
utama bagi petani, terutama di musim kemarau. “Dengan sistem irigasi yang lebih
baik, kami optimistis petani bisa meningkatkan hasil panen mereka secara
signifikan. Ini akan memperkuat posisi PPU sebagai daerah swasembada pangan di
Kalimantan Timur,” tegas Andi. Proyek ini juga mencerminkan sinergi antara
pemerintah daerah dan pusat dalam mendukung visi IKN sebagai kota modern yang
tetap berpijak pada keberlanjutan pangan.
Tantangan lain yang dihadapi adalah perubahan pola pikir
masyarakat terhadap pertanian. Banyak petani muda yang mulai meninggalkan
sektor ini karena dianggap kurang menjanjikan dibandingkan pekerjaan di sektor
industri atau jasa yang kini bermunculan seiring pembangunan IKN. Untuk
mengatasi hal ini, Pemkab PPU gencar melakukan sosialisasi dan pelatihan, tidak
hanya untuk petani tetapi juga untuk generasi muda. Program ini mencakup
pelatihan teknologi pertanian modern, seperti penggunaan pupuk organik dan sistem
tanam berbasis presisi, yang dapat meningkatkan efisiensi dan hasil panen.
“Kami ingin menunjukkan bahwa pertanian bukan hanya soal tradisi, tetapi juga
peluang ekonomi yang menjanjikan jika dikelola dengan baik,” ungkap Andi.
Selain itu, pemerintah daerah juga bekerja sama dengan Badan
Urusan Logistik (Bulog) untuk memastikan penyerapan hasil panen petani dengan
harga yang kompetitif. Kemitraan ini diharapkan dapat memberikan kepastian
pasar bagi petani, sehingga mereka tidak lagi khawatir tentang fluktuasi harga.
Bulog sendiri telah merencanakan pembangunan jaringan gudang di wilayah
penyangga IKN, termasuk PPU, untuk mendukung distribusi pangan yang lebih
efisien. Langkah ini tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga memastikan
stok pangan yang stabil untuk kebutuhan IKN dan sekitarnya.
Dari perspektif nasional, kebijakan PPU ini sejalan dengan
upaya pemerintah pusat untuk mencapai ketahanan pangan dalam mendukung
pembangunan IKN. Sebagai ibu kota baru, IKN tidak hanya membutuhkan
infrastruktur fisik, tetapi juga sistem pangan yang andal untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang diperkirakan akan terus bertambah. Dengan menjaga lahan
pertanian produktif, PPU berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs), khususnya dalam hal pengentasan kelaparan dan pembangunan ekonomi yang
inklusif. Kebijakan ini juga menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia
tentang pentingnya melindungi lahan pertanian di tengah tekanan pembangunan.
Namun, tantangan ke depan tidaklah ringan. Selain masalah
irigasi dan harga, PPU juga harus menghadapi tekanan dari investor yang ingin
mengembangkan lahan untuk proyek properti atau industri di sekitar IKN. Untuk
mengatasinya, Pemkab PPU berencana memperkuat pengawasan melalui satuan tugas
khusus yang memantau kepatuhan terhadap UU Nomor 41 Tahun 2009. Sanksi tegas
akan diberikan kepada pihak yang melanggar, termasuk pencabutan izin penggunaan
lahan. Selain itu, pemerintah juga menjajaki insentif tambahan, seperti subsidi
pupuk dan benih unggul, untuk mendorong petani tetap bertahan di sektor
pertanian.
Secara keseluruhan, langkah Pemkab PPU untuk melarang alih
fungsi lahan pertanian menunjukkan visi jauh ke depan dalam menjaga ketahanan
pangan di tengah transformasi besar-besaran yang dibawa oleh IKN. Dengan
kombinasi kebijakan harga, perbaikan irigasi, dan edukasi masyarakat, PPU tidak
hanya berupaya mempertahankan produktivitas pertanian, tetapi juga membangun
fondasi ekonomi lokal yang tangguh. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi
model bagi daerah lain, membuktikan bahwa pembangunan modern dapat berjalan
seiring dengan pelestarian sektor pangan yang berkelanjutan.







