![]() |
| Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. (Dok. Tangkapan Layar YouTube Mahfud MD Official) |
Kritik Mantan Menko Polhukam: Janji Tanpa APBN Berubah Jadi Realitas Dana Negara Habis, Investor Belum Masuk
IKN - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali mengangkat isu sensitif dua proyek
strategis nasional: Kereta Cepat Whoosh dan pembangunan Ibu Kota Nusantara
(IKN). Dalam pandangannya, kedua proyek ini berpotensi menimbulkan masalah
hukum serius, termasuk dugaan pelanggaran pidana dan korupsi. Mahfud menyerukan
Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan memastikan transparansi dan
penegakan hukum. Pernyataan ini disampaikan melalui video di kanal YouTube Mahfud
MD Official pada Selasa malam, 14 Oktober 2025. Artikel ini mengurai kritik
Mahfud, kesamaan pola pembiayaan kedua proyek, serta implikasi bagi
pemerintahan baru.
Video Mahfud MD: Harapan ke Prabowo untuk Penyelesaian Hukum
Dalam video berdurasi beberapa menit itu, Mahfud MD langsung
menyoroti urgensi intervensi presiden. "Sekarang kita berharap Presiden
Prabowo memastikan proyek Whoosh ini tidak dibayar dengan APBN, dan ada
penyelesaian hukum yang jelas. Termasuk untuk proyek IKN," ujarnya dengan
nada tegas. Ia menekankan bahwa tanpa langkah konkret, proyek-proyek ini bisa
meninggalkan warisan hukum bermasalah bagi pemerintahan mendatang.
Mahfud, yang juga mantan calon wakil presiden, bukan asing
dengan isu hukum proyek nasional. Sebagai pakar hukum konstitusi, ia sering
kali menjadi suara kritis terhadap kebijakan yang dianggap kurang transparan.
Video ini, yang diunggah di kanal YouTube resminya, langsung menarik perhatian
netizen dan kalangan politik, dengan ribuan views dalam hitungan jam. Respons
awal menunjukkan dukungan dari sebagian pihak yang menilai ini sebagai
panggilan nurani, meski ada pula yang melihatnya sebagai kritik implisit
terhadap era sebelumnya.
Kesamaan Pola: Janji Swasta Berubah Jadi APBN
Mahfud MD menilai persoalan IKN mirip dengan Whoosh,
khususnya dalam pengelolaan dana negara yang menyimpang dari rencana awal.
"IKN itu kan prosesnya sama seperti Whoosh. Awalnya disebut tidak akan
menggunakan APBN karena dananya dari swasta dan investor. Tapi nyatanya,
setelah berjalan, tidak ada satu pun investor yang masuk," katanya. Ia
menjelaskan bahwa pemerintah awalnya berjanji pembangunan IKN dibiayai
sepenuhnya oleh investasi swasta. Namun, realitasnya berbeda: seiring waktu,
APBN mulai disuntikkan ke proyek tersebut.
"Sudah berjalan, tidak ada satu pun investor. Akhirnya
dana APBN yang dimasukkan sekian persen. Sekarang APBN yang dijatahkan itu
sudah habis, padahal janji investor belum terbukti," tambah Mahfud. Kritik
ini mengacu pada fakta bahwa alokasi APBN untuk IKN pada 2024-2025 mencapai
triliunan rupiah, meskipun target investasi swasta Rp100 triliun hingga 2029
masih jauh dari realisasi. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga
akhir 2024, realisasi investasi swasta di IKN baru sekitar 10% dari target, dengan
APBN menutup sebagian besar kebutuhan infrastruktur dasar.
Untuk Whoosh, Mahfud menyoroti risiko pembayaran utang
menggunakan APBN, yang bertentangan dengan prinsip awal proyek sebagai
kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) tanpa beban negara. Proyek ini,
yang menghubungkan Jakarta-Bandung, telah menelan biaya lebih dari Rp110
triliun, dengan isu penyelesaian hukum terkait dugaan korupsi di BUMN
pelaksana.
Sorotan Pernyataan Bahlil Lahadalia: Investor Rupiah Saja Masih Janji
Mahfud juga menyinggung pernyataan Menteri Investasi Bahlil
Lahadalia di DPR, yang mengakui minimnya realisasi investor asing. "Waktu
itu bahkan Pak Bahlil bilang, yang rupiah saja baru janji, apalagi yang dolar.
Termasuk ini harus jadi perhatian serius," ujarnya. Pernyataan Bahlil pada
sidang DPR September 2025 memang viral, di mana ia menyebut komitmen investor
domestik pun masih sebatas MoU, sementara investor asing ragu karena isu
regulasi dan infrastruktur pendukung.
Hal ini memperkuat argumen Mahfud bahwa ketergantungan pada
APBN bukan solusi jangka panjang. Ia menekankan bahwa proyek nasional seperti
ini harus dikelola dengan keterbukaan untuk menghindari dugaan penyalahgunaan
kekuasaan. "Yang penting adalah transparansi dan akuntabilitas. Kalau
sejak awal janji tidak pakai APBN tapi akhirnya pakai, itu harus dijelaskan
secara terbuka kepada publik," tegasnya.
Bukan Serangan, Tapi Peringatan untuk Hindari Preseden Buruk
Mahfud MD menegaskan bahwa pernyataannya bukan serangan
terhadap pemerintahan sebelumnya. "Masalah ini sebaiknya diselesaikan,
bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi agar tidak ada lagi preseden presiden
meninggalkan masalah hukum bagi penerusnya," katanya. Ia melihat ini
sebagai peluang bagi Presiden Prabowo untuk membersihkan warisan hukum,
sehingga proyek tetap menjadi simbol pembangunan tanpa noda korupsi.
Pandangan ini sejalan dengan prinsip hukum yang sering
digadang Mahfud: akuntabilitas publik. Di masa jabatannya sebagai Menko
Polhukam, ia pernah mendorong reformasi birokrasi untuk mencegah penyimpangan
di proyek besar. Kini, sebagai figur oposisi potensial, suaranya dianggap
relevan untuk menjaga checks and balances.
Pernyataan Mahfud menambah panjang daftar kritik terhadap
tata kelola pembiayaan Whoosh dan IKN. Banyak kalangan, termasuk pakar hukum
dan aktivis anti-korupsi, menilai audit menyeluruh oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan evaluasi hukum oleh KPK diperlukan. "Proyek ini tidak
boleh hanya jadi simbol pembangunan, tapi juga contoh integritas kebijakan
publik," kata seorang pengamat tata kelola di Jakarta.
Di kalangan pemerintahan, belum ada respons resmi terhadap
video Mahfud per 16 Oktober 2025. Namun, isu ini berpotensi dibahas di rapat
kabinet mendatang, terutama dengan fokus Prabowo pada efisiensi anggaran. Di
media sosial, hashtag #WhooshIKN trending, dengan opini terbelah antara
dukungan terhadap transparansi dan pembelaan terhadap kemajuan proyek.
Kritik Mahfud MD terhadap Whoosh dan IKN menyoroti luka
lama: janji swasta yang tak kunjung terealisasi, digantikan APBN yang kini
menipis. Dengan nada peringatan, ia ajak Presiden Prabowo pastikan transparansi
untuk hindari pelanggaran hukum. Di tengah ambisi pembangunan nasional, isu ini
jadi pengingat bahwa integritas lebih penting dari kecepatan. Jika direspons
baik, kritik ini bisa jadi katalisator reformasi, memastikan proyek strategis
tak lagi jadi beban hukum bagi generasi berikutnya. Pemerintah diharap segera
ambil langkah, agar IKN dan Whoosh benar-benar jadi kebanggaan bangsa.







