![]() |
| Ilustrasi AI |
IKN – Warga Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), masih
menanti kejelasan pembayaran ganti rugi lahan yang terdampak pembangunan Jalan
Tol Segmen 1B, bagian dari proyek strategis Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Keluhan ini mencuat setelah lebih dari setahun sejak penetapan harga ganti
rugi, namun dana kompensasi belum juga sampai ke tangan masyarakat. Sekretaris
Komisi III DPRD PPU, Sariman, mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan
masalah ini, menegaskan bahwa penundaan ini telah meresahkan warga.
Menurut Sariman, keluhan warga Sepaku terkait ganti rugi
lahan ini pertama kali mencuat setelah beberapa warga melaporkan bahwa lahan
mereka, yang telah ditetapkan harga ganti ruginya sejak Juli 2024, hingga kini
belum dibayar. “Sudah lebih dari setahun, dari Juli 2024 sampai Oktober 2025,
warga masih menunggu. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,” ujar politisi
dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini saat dihubungi pada Senin (13/10).
Proyek Jalan Tol Segmen 1B merupakan bagian dari
infrastruktur vital untuk mendukung konektivitas di IKN Nusantara. Namun, di
balik ambisi besar pemerintah untuk membangun ibu kota baru, nasib warga yang
lahannya terdampak justru terabaikan. Sariman menjelaskan bahwa penetapan harga
ganti rugi telah dilakukan oleh Tim Koordinasi Ganti Kerugian dan Pembangunan
Berkelanjutan (KGBB) lebih dari setahun lalu. “Harganya sudah ditetapkan, surat
pemberitahuan jumlah ganti rugi juga sudah diberikan, tapi sampai sekarang
belum ada realisasi pembayaran,” tegasnya.
Kasus Penundaan yang Meresahkan
Sariman menyebutkan setidaknya ada tiga warga yang
melaporkan penundaan pembayaran ganti rugi ini. Salah satu kasus yang menjadi
sorotan adalah milik warga bernama Mughni. Berdasarkan informasi yang diterima
Sariman, pembayaran untuk Mughni sempat tertunda karena kesalahan teknis, yakni
kekeliruan dalam penulisan Nomor Induk Kependudukan (NIK). “Katanya dulu sudah
mau diganti, tapi ada kesalahan ketik NIK. Akibatnya, sampai sekarang, sudah
lebih dari setahun, pembayaran belum juga dilakukan,” ungkapnya.
Kasus ini bukanlah satu-satunya. Sariman menuturkan bahwa
setelah ditelusuri, penetapan harga ganti rugi yang tertunda ini masih
ditandatangani oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang kini menjabat
sebagai Kepala BPN Kota Balikpapan. “Sudah dinilai, sudah ditetapkan, tapi
entah mengapa pembayarannya tak kunjung dilakukan. Ini sangat merugikan warga,”
tambah Sariman.
Penundaan ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat
Sepaku. Bagi banyak warga, lahan yang terdampak proyek tol adalah sumber mata
pencaharian utama mereka. Tanpa pembayaran ganti rugi yang jelas, mereka
kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Bayangkan, warga sudah
menyerahkan lahannya untuk kepentingan pembangunan nasional, tapi hak mereka
belum dipenuhi. Ini soal keadilan,” kata Sariman dengan nada tegas.
Desakan untuk Tindakan Cepat
Sebagai wakil rakyat, Sariman menegaskan bahwa pemerintah
yang berwenang harus segera mengambil tindakan konkret untuk menyelesaikan
masalah ini. Ia meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan instansi
terkait, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
segera menyelesaikan proses administrasi dan mencairkan dana ganti rugi. “Kami
berharap pemerintah tidak lagi menunda-nunda. Ini sudah lebih dari setahun,
warga berhak mendapatkan kepastian,” ujarnya.
Sariman juga menyoroti pentingnya komunikasi yang transparan
antara pemerintah dan masyarakat. Menurutnya, warga perlu diberi informasi yang
jelas mengenai jadwal pembayaran dan kendala yang menyebabkan penundaan. “Jika
memang ada masalah teknis seperti kesalahan NIK, seharusnya bisa diselesaikan
dengan cepat. Jangan sampai warga terus menunggu tanpa kejelasan,” tambahnya.
Dampak pada Kepercayaan Publik
Penundaan pembayaran ganti rugi ini tidak hanya berdampak
pada kesejahteraan warga, tetapi juga berpotensi menggerus kepercayaan
masyarakat terhadap proyek IKN. Pembangunan ibu kota baru ini digadang-gadang
sebagai simbol kemajuan Indonesia, namun tanpa penanganan yang adil terhadap
warga terdampak, citra proyek ini bisa tercoreng. “Pemerintah harus menunjukkan
komitmennya, tidak hanya dalam membangun infrastruktur, tapi juga dalam
memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi,” tegas Sariman.
Selain itu, penundaan ini juga memunculkan pertanyaan
tentang koordinasi antarinstansi yang terlibat dalam proyek IKN. Sariman
berharap ada evaluasi menyeluruh untuk memastikan bahwa kendala serupa tidak
terulang di masa depan. “Jangan sampai proyek besar seperti IKN ini malah
menyisakan masalah bagi masyarakat lokal. Harus ada solusi yang cepat dan
tepat,” katanya.
Warga Sepaku yang terdampak berharap pemerintah segera
mencairkan dana ganti rugi agar mereka dapat melanjutkan kehidupan mereka. Bagi
banyak warga, dana tersebut bukan hanya soal kompensasi, tetapi juga tentang
kepastian untuk memulai kembali usaha atau kehidupan baru setelah kehilangan
lahan mereka. “Kami ingin pemerintah mendengar suara kami. Kami mendukung
pembangunan IKN, tapi kami juga ingin hak kami dihormati,” ujar salah satu
warga yang enggan disebutkan namanya.
Sariman berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga
tuntas. Ia berencana untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk BPN dan
kontraktor proyek, untuk meminta penjelasan lebih lanjut. “Kami akan terus
mendesak sampai warga mendapatkan hak mereka. Ini tanggung jawab kami sebagai
wakil rakyat,” tutup Sariman.
Kasus penundaan ganti rugi lahan di Sepaku ini menjadi
pengingat bahwa di balik megahnya proyek nasional, nasib masyarakat lokal tidak
boleh diabaikan. Pemerintah perlu bertindak cepat dan transparan untuk
memastikan bahwa pembangunan IKN tidak hanya menjadi kebanggaan nasional,
tetapi juga membawa keadilan bagi warga terdampak.







